PINISI.co.id- Kekhawatiran tiga pegiat antikorupsi asal Makassar yaitu Laode Syarief, Abraham Samad dan Zainal Arifin Mochtar terhadap dampak dari pelemahan KPK terbukti dengan mundurnya Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah beberapa waktu lalu. Febri menilai situasi politik dan hukum KPK telah berubah sejak 2019 lalu.
Menyusul pengesahan revisi Undang-undang KPK oleh DPR membuat banyak pegawainya mundur satu demi satu. Tak ayal, sejak KPK dipimpin Komjen Firli Bahuri, 19 Desember 2019, sedikitnya 31 pegawai KPK menarik diri dari komisi yang paling dipercaya masyarakat ini.
Sosok Firli yang kontroversial dan terakhir pelanggaran etis yang dilakukannya, di samping status kepegawaian KPK sama dengan pagawai negeri mengakibatkan KPK kehilangan roh dan mirip pria mandul.
Ketua KPK 2011-2015 Abraham Samad sejak September 2019 mengingatkan, bahwa KPK di bawah struktur kekuasaan membikin KPK lumpuh. “Status independensi KPK akan hilang. Ketika KPK bekerja sebagai eksekutif maka akan mengikuti program-program eksekutif seperti kementerian,” tulis Abraham, dalam Kompas (9/9/2019) .
Tak heran jika Abraham dan Zainal berpendapat bahwa komisi antirusuah itu kian melemah, nyaris lumpuh saat pemerintah bersama DPR mempunyai kepentingan sama.
“Pemberantasan korupsi dengan UU KPK yang baru tidak akan mungkin bisa berjalan lancar seperti dulu,” kata Samad seperti dikutip Tirto (25/9/2020).
KPK saat ini, di mata Samad telah kehilangan marwah semangat pemberantasan korupsinya yang dulu terkenal garang. “Jadi para pegawai mungkin sudah tidak mampu lagi bertahan. Suasana kebatinannya sudah sangat bergejolak,” ungkap Anggota Dewan Penyantun KKSS ini.
Samad khawatir mundurnya Febri akan diikut oleh para pegawai-pegawai lain yang masih memiliki integritas dan semangat antikorupsi yang tinggi. Ia mengaku beberapa kali mendapat keluhan dari para pegawai, bahwa mereka merasakan ketidaknyamanan dan kekecewaan yang begitu besar setelah UU KPK direvisi.
Sepandangan dengan Samad, Zainal yang dosen UGM ini, sudah menduga akan terjadi pengunduran diri pegawai KPK karena pimpinannya tidak melindungi anak buahnya dalam melakukan tugas. Zainal menyontohkan penyekapan penyidik KPK di PTIK saat mengusut Harun Masiku, politisi yang sampai kini menghilang.
“Saya paling kecewa terhadap KPK saat ini karena tidak mendukung pemberantasan korupsi,” kata pria yang akrab dipanggil Uceng ini dalam acara talkshow Kompas TV, Rabu malam, (30/9/2020).
Menurut Zainal, terjadi degradasi semangat dan penghianatan dalam pemberantasan korupsi,” ujar Zainal yang tidak bisa menyembunyikan kekecewaannya.
Adapun mantan Wakil Ketua KPK Laode Syarif yang kini kembali mengajar di Unhas, menilai penerapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara merusak sistem penggajian tunggal yang sudah lama diterapkan di KPK.
“Saya dikagetkan dengan sistem penggajian di PP, di situ dikatakan penghasilan pegawai ada tiga, yaitu gaji, tunjangan, dan tunjangan khusus, padahal KPK sudah lama menyoroti pentingnya ada single salary system seperti di luar negeri,” kata Laode dalam diskusi daring dengan tema “Proyeksi Masa Depan Pemberantasan Korupsi” di Jakarta, (10/8/2020) lalu.
Samad, Laode, dan Zainal boleh saja geram, namun sang koruptor niscaya tertawa terkekeh-kekeh tersebab rerata hukuman para koruptor hanya dua tahun dalam menjalani masa hukuman. (Lip)