Kolom Fiam Mustamin
Apa yang bisa kita katakan tentang seorang ibu yang mengabdikan hidupnya sebagai bidan di pelosok negeri, menghadapi tantangan demi tantangan setiap hari?
Di pedalaman Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat, Bidan Dona bekerja dengan sepenuh hati. Ia menempuh perjalanan kaki menyusuri jalan setapak, melewati pematang sawah, menapaki tebing bukit, hingga menyeberangi sungai berarus deras. Semua itu dilakukannya dengan beban di punggung—peralatan persalinan yang selalu siap digunakan—untuk menjangkau pasien di kampung-kampung yang belum terlayani Puskesmas atau fasilitas kesehatan lainnya.
Potret Mini Pengabdian
Gambaran seperti ini semakin langka di negeri kita—sosok yang bekerja tulus, memikul tanggung jawab tanpa pamrih, tanpa menuntut fasilitas dan tunjangan berlebih. Bidan Dona sadar negara telah memberikan haknya, sehingga ia tidak menunggu yang bukan haknya, apalagi mencari perhatian dengan spanduk atau publikasi. Ia hadir senyap, jauh dari sorotan berita, namun nyata di medan pengabdian.
Akhir Perjuangan dan Penghargaan
Perjuangan penuh risiko dan taruhan nyawa ini akhirnya sampai ke telinga Wakil Gubernur Sumatera Barat. Dari sanalah apresiasi datang, termasuk pembangunan jembatan penghubung antar kampung yang sebelumnya terisolasi. Puncaknya, pada 17 Agustus 2025, Bidan Dona menerima Anugerah Teladan Penyuluh Kesehatan.
Penghargaan ini seakan menyambung jejak para perempuan Minang yang telah hadir sejak era pergerakan, seperti Rangkayo Rasuna Said yang tak gentar menghadapi penjajah.
Pesan Kemerdekaan ke-80
Di usia 80 tahun kemerdekaan, seharusnya tak ada lagi desa-desa yang terisolasi dan tak terjangkau. Kehadiran pemerintah di setiap wilayah harus nyata, mengenali dan mengatasi masalah sebelum terlambat, bukan menunggu sampai bencana atau hambatan datang baru bergerak.