Kolom Fiam Mustamin
YANG abadi/Mannennungeng.
Tulisan ini sebagai kata pengantar dalam rencana penerbitan buku saya yang kelima yang dianalogikan dengan Madduppa Toana/adab dalam menyambut kehadiran tamu.
Buku ini adalah rangkuman tulisan sejumlah sahabat sekitar 50 orang yang saya tempatkan sebai figur tokoh yang menginspirasi perjalanan hidup saya.
Sejak masa kanak-kanak di kampung ada dua kata yang yang sering diucapkan orangtua, yaitu Pammase dan Saromase.
Pammase itu hidayah dari apa kehendak Allah terhadap hambanya.
Saromase, keihklasan mengulurkan tangan untuk membantu orang tanpa menunggu bekas jasa.
Kata-kata itu terekam dalam batinku hingga dewasa. Saya menerjemahkan kata-kata itu dari apa perilaku orangtuaku yang kusaksikan sehari hari.
Ternyata kemudian itulah yang menjadi bekal pegangan dalam menjalani kehidupan ini.
Pemahamannya di etnis Bugis, paseng Bokong Temmawari/nasehat bekal pegangan hidup yang tidak akan basi.
Terwujudnya buku ini adalah tanda syukur dan saya persembahkan pahala kebaikannya kepada semua oangtua/ Tomatoa Malebbiku yang telah membimbing serta sahabat-sahabatku yang mengantarkan saya seperti ini adanya.
Pertama, kepada guruku La Upe dan Petta Sahari semasa di Sekolah Rakyat di Tajuncu dan Leworeng.
Seterusnya kepada ayahanda dan ibunda, Hasanuddin Manna dan Petta Bade (Fatimah) di SMP Negeri Satu Watansoppeng.
Beberapa saat dengan Petta Semmang dan Mama Bollo, baru menyusul ayahanda ke Juppandang yang tugas belajar di Akademi Pemerintahan Dalam Negeri/APDN.
Hormatku kepada Petta Menning, Petta Mngga, Petta Tenri Tatta, Pung Salemma, Pung Sondo, Petta Hali, Pung Kepala La Ece dan Pung La Omma, Petta Mahmud, Petta Rusli dan Petta Baharuddin Nahong.
Beliau itu sering memberikan pesan pesan dan nasehat yang sangat berarti jadi pegangan hidup keluar kampung merantau.
Kepada kawan sepermainan ; La Dulla, La Nori, La Allo, La Tomo, La Sudi, La Baba, La Guntu, La Enre, Andi Nusu, Andi Base, Andi Coki, Andi Moni, I Mala, I Fika, Aggarimi, Siti Aminah dan Saderiah.
Dari kerabat dekat orangtua paman / amore Uwa ; Lanjo, Happe, Lato Golo, Bulali/Ambo Teka, la Ebeng, la Etteng, la Watang, I Mencing I Sanna, I Baha, I Mina, I lise serta sepupu ; La Nurdin, La Sarika, I Saidah, La Pajja, I Sina, La Made, Hj. Nani, la Tang Saleh, la Talla, I Nasa. La Tang Mencing. La Supu, I Sitti, I Mari, La Rodding, I Melleng dan seterusnya.
Di Juppandang ( Makassar ) saya dimasukkan sekolah ke SMA Kristen Batu Putih oleh kerabat orangtua Abd
Halim Saleng Kepala Tata Usaha di sekolah itu. Bunda Fatimah isteri beliau yang sangat memperhatikan saya.
Kemudian saya ditampung oleh keluarga Kapten Onggang Alam dan Pawelli bersaudara Jufriah dan Hamsina di
Losmen Segara.
Di sekolah, saya mendapatkan kebaikan dari banyak teman antara lain Baso Makkatang, sepupu Sjamsuddin Daeng Mangawing dan Mahmudin krabat dekat bunda Darsiah Rusdy Akib.
Kedua sahabat ini sering mengajak saya menginap di rumahnya dan mengenalkan dengan kekuarganya di jalan Karunrung dan Emy Saelan.
Selama di Makassar tak dapat saya lupakan sering bersama tidur sekelambu di rumah kak Aspar Paturusi dan Kak Ihsan Saleh, kedua beliau itu adalah sastrawan penyair. Dan Kak Ihsan piawai memainkan biola.
Hijrah ke Jakarta atas budi baik dari Remiz Parenrengi, Ketua PARFI Makassar dan Rahman Arge, Ketua Dewan Kesenian Makassar.
Kemudian di Jakarta, saya lama beradaptasi di Taman Ismail Marzuki atas kebaikan Daeng Aji Zainal Bintang yang mendekatkan saya dengan kedua adiknya Ilham, Firman dan kerabat lainnya.
Saya menjadi Kepala Hubungan Masyarakat Pengurus Besar PARFI dua periode masa jabatan kepemimpinan Ketua Umum Ratno Timoer.
Di Jakarta ini mendapat perhatian khusus dari Daeng Jafa dan Iisterinya Kak Oni, menjadi kakak tertua sekaligus orangtua yang mengayomi.
Kemudian mendapat kepercayaan menjadi Sekretaris Pelaksana Beddu Amang yang mengemban amanah Ketua Umum BPP KKSS tiga oriode dari tahun 1990.
Berlanjut dengan jabatan amanah pengabdian yang sama mendampingi Muhammad Alwi Hamu yang memimpin Institut Lembang Sembilan, lembaga pengkajian masalah pemerintahan dan pambangunan yang bermitra dengan pemerintahan dari SBY sampai Jokowi.
Di akhir pengantar ini saya kutipkan pesan dari dua sahabat, budayawan dan wartawan senior Muchtar Andre, hal jazarul ilhasan ilal ikhsan/tak ada kebaikan melainkan dibalas dengan kebaikan.
Bambang Oeban, budayawan dan seniman multitalenta yang menyandarkan filosofi berkarya yang mengandung unsur bersifat Alamiah, llmiah, dan Ilahiyah.
Terima kasih saya yang tulus kepada semua pihak yang telah memberi perhatian moril dan materil hingga terwujudnya buku ini.
Mohon maaf, saya tidak menyebutkan satu persatu namanya dan semuanya itu terekam dalam batin ingatan.
Mohon doa dan restunya topada salama wassalam.
Legolego Pondok Ciliwung 18 Februari 2022