Penguatan Sinergitas Melalui Komunikasi Organisasi dalam Tata Kelola Keuangan Haji

0
507
- Advertisement -

Kolom Prof. Dr. Muhammad, M. Ag, CPHCM, CPHBP

Keuangan Haji adalah semua hak dan kewajiban pemerintah yang dapat dinilai dengan uang terkait dengan penyelenggaraan ibadah haji serta semua kekayaan dalam bentuk uang atau barang yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut, baik yang bersumber dari jemaah haji maupun sumber lain yang sah dan tidak mengikat.

Pengelolaan Keuangan Haji berasaskan pada prinsip syariah, prinsip kehati-hatian, manfaat, nirlaba, transparan dan akuntabel. Pengelolaan Keuangan Haji bertujuan meningkatkan kualitas Penyelenggaraan Ibadah Haji, rasionalitas dan efisiensi penggunaan BPIH dan manfaat bagi kemaslahatan umat Islam. Biaya perjalanan dari waktu ke waktu mengalami kenaikan karena pengaruh berbagai varibel, termasuk variabel mikro dan makro. Dinamika kenaikan harga dari waktu ke waktu sudah barang tentu berpengaruh pula terhadap biaya haji yang ditetapkan oleh Pemerintah melalui Kementerian Agama untuk dibayar oleh calon jamaah haji.

Belum lama ini isu kenaikan biaya perjalanan ibadah haji oleh kementerian agama menjadi Rp. 45.000.000 sempah menghebohkan ruang publik. Calon jamaah haji tentu merasa resah dengan isu kenaikan biaya haji. Kenaikan signifikan itu dianggap memberatkan dan membebani masyarakat selaku konsumen. Argumentasi untuk meresistensi kenaikan biaya perjalanan haji ini tentu logik dan beralasan. Dianggap membebani masyarakat oleh karena mereka telah merancag biaya yang harus mereka bayarkan untuk memenuhi kebutuhan spiritual mereka. Pada sisi lain, anggapan terbebani tidak cukup beralasan lantaran mereka yang diseru melaksanakan ibadah haji adalah mereka yang tergolong memiliki kemampuan secara material. Dengan dasar itu, calon jama’ah haji adalah mereka tamu-tamu terhormat yang dikehendaki untuk memenuhi undangan Allah dan RasulNya.

Pada sisi lain, terdapat keraguan para calon jama’ah haji yang telah memperoleh seat dengan membayar biaya awal yang dikelol BPKH pada sektor produktif menghasilkan nilai tambah yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Anggapan demikian bisa jadi benar adanya lantaran waktu perputaran modal sesuai masa antrian sekitar 5-15 tahun. Keraguan masyarakat menunutut perlunya tata kelola dana haji berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi syariah secara transparan, akuntabel, profotable, prudent, dan komunikatif.

- Advertisement -

Tranpasaransi dalam tata kelola dana haji sangat diperlukan untuk menghindari adanya prejudice, sak wasangka yang tidak dikehendaki tidak terjadi antara dua belah pihak, masyarakat dan Badan Pengelola Keuangan Haji. Komunikasi dua arah antara masyarakat dan stakeholdres yang terlibat dalam tata keola dana haji sangat penting. Financial report yang disusun secara cermat dan teliti pelu diketahui oleh masyarakat secara luas sehingga mereka dapat mengetahui siklus perjalanan dana haji, dan memenuhi hak mereka yaitu hak memenuhi kebutuhan atas informasi terkait dana haji mereka termasuk kekurangan akibat perubahan-perubahan harga yang terjadi dari waktu ke waktu. Pada sisi lain, komunikasi dan konsolidasi antara lembaga terutama antar BPKH dan Kementerian Agama sebagai mitra kerja berjalan dalam suasana cair dan saling support.

BPKH sebagai pengelola dana haji dan Kementerian Agama, khususnya Direktorat Jenderal Haji sebagai users menempatkan diri secara proporsional sebagai mitra sehingga tidak ada yang merasa lebih tinggi dan lebih unggul dari yang lain atau ego institusional. Ego institusional dapat menghambat pencapaian tujuan dan kebutuhan banyak jama’ah haji serta runtuhkan kredibilitas dan brand organisasi.

Selain itu, BPKH, Kementerian Agama dan Komisi VIII DPR RI secara bersama-sama merumuskan pendekatan komunikatif dengan calon jamaah haji sebagai stakeholders agar mereka mengetahui dana serta bagi hasil yang diperoleh. Metafora amanah dalam tata kelola lembaga keuangan haji sangat penting untuk dikedepankan dalam menghindari sak wasangka masyarakat terhadap kredibilitas tata kelola keuangan haji. Selain itu, kemitraan, kerjasama dan komunikasi yang cair menjadi syarat menjadi organisasi profesional.

Penulis, Guru Besar Ekonomi Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, alumni Program Pendidikan Singkat Angkatan (PPSA) XXIII 2021 Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here