Ditunggu Peran ICMI dalam Menurunkan Angka Stunting

0
728
- Advertisement -

PINISI.co.id- ICMI  (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia) menggelar webinar ke-7 terkait permasalahan stunting secara virtual pada Jumat (8/4/22) dengan tajuk “Stunting dan Masa Depan Indonesia” yang dibuka Wakil Ketua ICMI Prof. Dr. Ir. Hj. Riri Fitri Sari, M.M, M.Sc.

Webinar menghadirkan Prof. dr. Endang L. Achadi, MPH, Dr.PH dari Perhimpunan Doter Gizi Medik Indonesia & Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia dan Prof. dr. Fasil Jalal, Sp.GK, Ph., Dewan Pakar MPP ICMI dan Rektor Universitas YARSI Jakarta.

Dalam pengantarnya, Prof. Dr. dr Fachmi Idris., M.Kes, Ketua Koordinasi Bidang Kesehatan MPP ICMI, mengemukakan sejak masa Presiden Habibie selalu menyampaikan gagasannya sehingga diharapkan akan menjadi sumbangsih yang bermanfaat.

“ICMI harus hadir memberikan konsep menurunkan angka stunting,” kata Fahmi.

Sementara Riri Fitri Sari, menuturkan bahwa kita dihadapkan pada tantangan untuk mewujudkan generasi baru yang berkualias. Sesuai dengan ciri kecendekiaan, ICMI harus hadir dalam permasahan ini untuk kebermanfaatan umat demi mewujudkan Indonesia yang sehat, unggul, maju, dan modern.

“Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh akibat kekurangan gizi di seribu hari pertama kehidupan anak. Kondisi ini berefek jangka panjang hingga anak dewasa dan lanjut usia. Hal ini harus diantisipasi secepat mungkin agar kita dapat membangun dan mengembangkan generasi manusia yang maju dan sehat,” kata Riri.

Senada, moderator Ahmad Muntaha yang juga Wakil Ketua Departemen Upaya Kesehatan Masyarakat MPP ICMI mengutarakan, target pemerintah yang akan menurunkan angka stunting di bawah 20% maka kita harus berkolaborasi dalam merumuskan dan mengkerucutkan gagasan yang akan menjadi rujukan pemerintah dalam memetakan stunting.

“Isu tentang gizi merupakan masalah strategis, meskipun sudah dilakukan program penanggulangannya, perlu memaksimalkan konsep percepatan stunting agar kita dapat membangun generasi manusia yang maju dan sehat,” jelas Muntaha.

Dalam kaitan itu, Endang menjelaskan  perbedaan stunting dengan stunted, masalah gizi (stunting), penyakit tidak nenular (PTM), kecerdasan, akar permasalahan 1000 HPK.

- Advertisement -

Menurut Endang, stunted merupakan kondisi gagal tumbuh ditandai dengan ukuran panjang atau tinggi badan yang lebih pendek dari seharusnya berdasarkan standar, untuk umurnya. “Stunted belum tentu stunting tetapi stunting pasti stunted. Selanjutnya, Prevalensi Stunting Indonesia pada tahun 2018 adalah 30.8% lebih besar negara Asia yang lainnya. Lalu pertanyaannya apakah tingginya stunting di Indonesia adalah masalah ras/genetik.

Seperti diketahui, sejak tahun 2018 – 2021 angka stunting menurun di Indonesia, namun seharusnya penurunan stunting diikuti oleh penurunan secara paralel dengan penurunan gizi kurang dan wasted. “Indonesia memiliki 4 Provinsi di Jawa dengan prevalensi sekitar 20% tetapi memiliki populasi terbesar. Pada periode 1000 HPK sehingga tidak terjadi kegagalan dalam pertumbuhan. Indikasi yang menunjukan kegagalan pertumbuhan linear merupakan penanda terdini dari kelaianan patologis multiple lainnya, termasuk rendahnya fungsi kognitif dan meningkatnya risiko PTM pada usia dewasa,” urainya.

Faktanya, di Indonesia terindikasi adanya masalah periode 1000 HPK pendek, kognitif dan PTM. Karena itu kesehatan dan gizi ibu hamil sangat penting dimulai sebelum kehamilan. Jadi perbaikan status kesehatan dan gisi ibu hamil dan pra-hamil merupakan program strategis dalam meningkatkan kualitas SDM bangsa untuk tiga generasi kedepan.

Tak kalah penting, sebagian besar masalah tidak tercapainya cakupan program adalah faktor perilaku. Tetapi perubahan perilaku tanpa perbaikan akses (pangan, air bersih, yankes), tidak akan memberikan hasil optimal. Kemudian karena kedaruratan dampak stunting terhadap kualitas SDM Indonesia, perbaikan pengetahuan yang esensia; tentang gizi dan kesehatan perlu dilakukan secara sistematis dan luas mencakup berbagai kelompok target, serta dilakukan secara masif dan berulang.

Fasil Jalal, mengemukakan Konsep Rencana Intervensi Penurunan Stunting Terintegrasi dimulai dari Intervensi Konvergensi yaitu pertama;  pilar peningkatan komitmen dan visi misi kepemimpinan di Kementrian/Lembaga, pemerintah daerah provinsi, kab/kota dan desa, pilar kedua; peningkatan komunikasi dan perubahan perilaku dan pemberdayaan masyarakat. Pilar ketiga; peningkatan konvergensi intervensi spesifik dan sensirif di tingkat Kementrian/Lembaga, Pemerintah daerah provinsi, Kab/Kota dan desa, Pilar keempat; peningkatan ketahanan pangan dan gizi pada tingkat individu, keluarga dan masyarakat dan Pilar kelima; penguatan dan pengembangan system data, informasi, riset dan inovasi.

Intervensi Konvergensi Rencana dimulai dengan merumuskan Analisa Situasi, Edukasi Perilaku Hidup Bersih (PHBS) dan penerapan gizi seimbang dengan nutrimenu, pendampingan perencanaan tingkat desa dan capacity building tim pendamping keluarga, pengolahan daun kelor dengan nutrimenu, serta pemberdayaan dan peningkatan kapasitas kader posyandu, TPK, aparat desa untuk mengumpulkan dan menggunakan satu data terpadu.

Terakhir Intervensi Konvergensi Rencana akan menghasilkan Policy Brief, Perubahan Perilaku, Peningkatan Kapasitas Kader Posyandu, Ketersediaan pangan dna peningkatan gizi bagi keluarga dan kader mampu menggunakan satu data untuk perencanaan pelaksanaan monitoring dan evaluasi program intervensi spesifik dan sensitif.

Simpulnya, kita harus bertransformasi dalam untuk menurunkan angka stunting serta diperlukan Intervensi Konvergensi terencana dalam merumuskan dan mengkerucutkan konsep gagasan dengan 5 Pilar utama terkait dalam memetakan peran dalam menjawab permasalahan.  (Taufan T)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here