MENGHADIRKAN SPIRIT RAMADHAN DI LUAR BULAN RAMADHAN

0
767
- Advertisement -

PINISI.co.id- Bulan Ramadhan 1443 H telah pergi meninggalkan kita; bulan yang juga disebut sebagai bulan tarbiyah atau bulan pengajaran ini telah banyak mengajari kita mulai dari membiasakan beribadah lebih giat, membiasakan diri berpuasa, dan kebiasaan-kebiasaan lainnya. Pertanyaannya, apakah setelah Ramadhan kita akan terus mempertahankan kebiasaan-kebiasaan baik tersebut? Ataukah malah sebaliknya?

Dalam opening speechnya, dr. Zaenal Abidin, SH, MH, M.Sc, menyampaikan pada Seri Terakhir dari Lima Seri Webinar Ramadhan 1443H : “MENGHADIRKAN SPIRIT RAMADHAN DI LUAR BULAN RAMADHAN”.

“Sebagian dari umat Islam itu selalu merasa kehilangan atau ditinggal bulan penuh rahmat, ampunan dan pembebasan ini ketika bulan tersebut akan berakhir. Pada saat Tarawih malam terakhir misanyal, tak jarang kita menyaksikan jamaah meneteskan air mata, merasakan rindu yang dalam karena akan ditinggal sang kekasih yang belum tentu dapat bertemu kembali”
“Puasa adalah bukti dari kontinuitas ajaran agama-agama yang diturunkan Allah sebelum Islam yang dibawa Rasulullah Saw. Ditegaskan pula adanya sebuah fakta yang tak dapat diragukan bahwa puasa sangat bermanfaat bagi kesehatan manusia. Memperbaiki kesehatan mental dan fisik manusia. semoga segala kebiasaan baik kita baik pola hidup, pola makan, serta ibadah ritual dan sosial, selama Ramdhan dapat kita amalkan di luar Ramadhan.” Lanjut dokter yang merupakan Ketua Umum PB IDI 2012-2015 ini.

Sejalan dengan dr. Zaenal, narasumber  Dr. Taufan Maulamin, SE, Ak., MM mengungkapkan “Ketika bulan Ramadhan ada beberapa kewajiban yang harus kita tuntaskan, pertama haknya Al-qur’an itu dikhatamkan dua kali dalam setahun, artinya ketika kita dalam bulan ramadhan belum bisa mengkhatamkannya sampai ramadhan yang akan datang kita punya kewajiban untuk mengkhatamkannya sebanyak dua kali. Kedua Tadabbur, Ramadhan harusnya menjadikan kemampuan intelektual kita, cendikiawanan atau dalam Bahasa Al-qur’an disebut ulil albab itu harus terasah bahkan harus direset ulang dengan bacaan-bacaan Al-qur’an sehingga pikiran-pikiran yang mungkin tidak paralel dengan Al-qur’an pada ramadhan haruslah diselaraskan dengan nilai-nilai Al-Qur’an. Ramadhan akan menjadi bulan yang penuh dengan bacaan Al-Qur’an dan bagaimana proses-proses menyelaraskan nilai-nilai nya bagi kehidupan sehari-hari”.

“Momentum Ramadhan juga kiranya harus menjadi spirit perubahan pada bulan-bulan berikutnya. Kebiasaan-kebiasaan sepanjang ramadhan haruslah tetap di pertahankan pada bulan-bulan selain Ramadhan diantaranya membaca al-qur’an, Sholat berjamaah, Shodaqoh dan rasa empati kepada sesama. Sehingga ketika hal-hal ini tetap dipertahankan umat muslim akan mampu menjadi umat yang berkemajuan” Pungkasnya.

- Advertisement -

Menurut dr. Tirta Prawita Sari, SpGK, Pola makan adalah salah satu upaya menghindari berbagai macam penyakit kronis dan katastropik yang membutuhkan biaya banyak. Contohnya stroke, diabetes, penyakit jantung dan hipertensi. Padahal hal tersebut bisa dicegah dengan cara diet atau puasa. Karena dengan berpuasa kita melatih eating pattern/pola makan kita yang mana diet tersebut adalah salah satu jenis faktor resiko yang dapat dimodifikasi oleh kita dan memperkecil kemungkinan munculnya penyakit kronis pada seseorang.

“Orang dengan obesitas misalnya, mereka memiliki resiko lebih besar menderita penyakit kronis karena adanya hiperinsulinemia yang nantinya akan menyebabkan situasi yang tidak menguntungkan yaitu gangguan metabolisme glukosa dan beberapa gangguan metabolisme lain seperti, gangguan metabolisme Asam urat, gangguan profil lipid darah/dislipidemia, serta gangguan hemodinamik. Sehingga nantinya seseorang dengan obesitas itu rentan mengidap penyakit-penyakit kronik tersebut. Maka dari itu mencegah obesitas berarti mencegah terjadinya penyakit kronis”

Pada seri webinar yang pertama Dokter Spesialis Gizi Klinik di RS. Pondok Indah ini mengungkapkan bahwa Puasa adalah cara detoksifikasi tubuh yang murah dan mudah. Puasa dapat menyebabkan kadar glukosa darah mengalami penurunan, dan menyebabkan tubuh mengambil cadangan energi lain dalam bentuk lemak atau free fatty acid sebagai sumber energi dan itu baik sebagai upaya membersihkan atau detokfikasi tubuh.
Dalam Ramadhan kita diatur untuk berpuasa dalam 13-14 jam dan berbuka setelahnya, pola ini mirip dengan pola makan-puasa yang baik yaitu intermitten fasting.

“Ada beberapa contoh intermitten fasting. Seperti, Alternate day fasting yang mana puasa berselang seling seperti puasa Dawud. Bedanya saat hari puasa itu hanya boleh makan 500 kalori, dan hari berikutnya adalah feast day yang boleh dalam jumlah yang kita inginkan tanpa perlu memusingkan kalori, ” ucapnya.

Lebih lanjut dr. Tirta Prawita Sari, SpGK menjelaskan. “Ada juga pola The 5:2 diet yaitu, 5 hari tidak berpuasa, 2 hari berpuasa. Kalau dalam islam bisa kita aplikasikan pada puasa senin kamis, tapi dalam ketentuan ketika berbuka pada hari senin dan kamisnya itu intake kita hanya 500.1000 kalori, 5 hari lainnya feast day. Kenapa hanya 500-1000 kalori? Karena itu adalah jumlah kalori minimal yang kita butuhkan sehingga pekerjaan dasar tetap bisa kerjakan”

“Badan kita itu menyukai sesuai yang rutin. Karena ada pembiasaan maka harusnya setelah lebaran aktifitas puasa itu harus dikembalikan agar kita masih terbiasa dengan kebiasan puasa, terbiasa untuk pola makan yang sehat” Jelas dokter yang juga merupakan Ketua Yayasan Gema Sadar Gizi ini. (JL & FDH)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here