Tradisi Budaya Daerah Pengingat Jati Diri, Tidak Berarti Kembali Ke Masa Lampau

0
591
- Advertisement -

Kolom Fiam Mustamin

KATA tradisi dipahami sebagai suatu kebiasaan perilaku yang terjadi pada masa yang sudah lampau.

Keberadaan masa kini dan sekarang adalah kelanjutan dari masa lampau yang kemudian menuju ke masa akan datang.

Dan masa kini akan menjadi masa lampau, begitulah kehidupan siklus alam raya ini.

Setiap masa akan menciptakan peradabannya dalam kehidupan manusia. Kemudian peradaban masa lampau itu, apakah tidak memberi kontribusi terciptanya peradaban kehidupan masa kini ?

- Advertisement -

Tentu saja ada keterkaitan kesinambungannya dalam menerjemahkan suatu hal.
Seperti misalnya di masa lampau, zaman jahiliyah belum tercipta peradaban, manusia saling memangsa yang disebut sianre bale / siapa yang kuat memangsa yang lemah, belum tercipta peradaban yang mengatur kehidupan manusia.

Tentang hal ini kita bisa merujuk ke beberapa literatur dari zaman kuno pra-Islam, hijrah hingga masa kebangkitan.

Tapi kali ini, spesifik menyoroti budaya daerah di tanah Bugis Makassar.

Dalam kehidupan bercocok tanam jauh sebelum ada mekanisasi, dikenal adanya tradisi mulai dari membajak lahan/ sawah, maddoja bine / masure meong pala karella/ menyiapkan benih, menghambur benih, massisi, menanan, mappasili dan panen/ marengngala.

Semua tahapan itu dilakukan dengan ritualnya masing-masing, disebut dalam Lontara mattaneng taneng.

Demikian halnya dalam membangun rumah yang diawali dengan memilih jenis kayu sesuai peruntukannya, waktu mendirikan/ patettong bola menghadap kemana sampai menempati/ menre bola baru. Dalam pembuatannya ada ahlinya disebut panre bola.

Begitu juga dalam pelayaran perniagaan khususnya dengan perahu, ada tradisi memilih jenis kayu tertentu sesuai peruntukannya: limas, badan, tiang layar dan kemudi. Ada tukang ahlinya disebut panrita lopi, ada disebut dalam Lontara palopi lopi dan pallaung ruma.

Demikian dalam tata acara adat perkawinan/ipasiala dengan rumpun satu kerabat atau diluar itu, dengan kerabat wanita bangsawan dengan laki laki biasa yang bukan turunan bangsawan.

Prosesinya begitu panjang dimasa lampau, bisa berlangsung beberapa hari dari pra hingga nikah. Semua itu ada maknanya, yang saat ini tidak lagi mengikat, tergantung pada kesepakatan dan kemampuan.

Dalam pengungkapan tradisi-tradisi di atas dengan tahapan ritualnya, maknanya sebagai ungkapan memohon keberkahan, keselamatan dan kesyukuran kepada Dewata Seuwae/ Allah SWT Yang Esa.

Dan saat ini untuk pertanian cocok tanam dan pelayaran sudah menggunakan teknologi/ mekanisasi untuk mempercepat waktu pengolahan lahan dan hasil produksi.

Legolego Ciluwung 28 Desember 2023

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here