Isu Reshuffle Kabinet, di Balik Fakta Menteri dari Sulawesi Selatan (KKSS)

0
3187
- Advertisement -

Kolom Muchlis Patahna

Pada tahun 80-an di berbagai seminar sarasehan, temu ilmiah yang dilakukan di Sulawesi Selatan khususnya di Universitas Hasanuddin (Unhas) selalu mengemuka dan bersuara vokal mengapa SDM atau tokoh-tokoh dari Sulawesi Selatan tidak ada yang masuk kabinet pasca-Jenderal  M. Jusuf menjadi Menteri Perindustrian.

Diawali dengan diangkatnya M Jusuf menjadi Menteri Perindustrian tahun 1965, setelah berhasil menumpas pemberontakan Khahar Muzakkar, dan ketika itu M Jusuf selaku tampil sebagai pendukung utama Presiden Soeharto.

M.Jusuf tampil paling depan membela kebijakan-kebijakan dan sangat keras terhadap mahasiswa untuk menghalau segala gerakan yang melemahkan kekuasaan Soeharto. Dengan loyalitas dan kesetiaannya, akhirnya Presiden Soeharto mengangkat M. Jusuf menjadi Panglima ABRI.

Demikian pula BJ. Habibie diangkat oleh Presiden Soeharto menjadi Menteri Riset dan Teknologi pada 1978-1998, dan selanjutnya menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia.  Krisis moneter 1998 berujung Soeharto mundur sebagai Presiden Republik Indonesia dan menetapkan  Habibie sebagai Presiden ke-3 pada 1 Mei 1998 dan dijabat hingga 20 Oktober 1999.

- Advertisement -

Era Habibie tampil Ketua DPA A. Baramuli, Jaksa Agung Andi Galib dan  Menteri Penerangan Yunus Yosfiah dan Tanri Abeng sebagai Menteri BUMN, meneruskan jabatan yang diemban sejak Presiden Soeharto.

Sebelumnya Prof. Dr. Quraisy Shihab dipercaya memangku jabatan Menteri Agama RI dan berakhir karena Soeharto mundur sebagai Presiden.

Kepemimpinan berganti, dan giliran Kabinet Persatuan Indonesia yang di pimpin Abdurrahman Wahid (Gusdur), Muhammad Jusuf Kalla diangkat menjadi Menteri Perindustrian dan Perdagangan serta Kabulog masa bakti 1999-2000.

Selain itu ada Prof. Dr. Bahrudin Lopa diangkat jadi Jaksa Agung RI dalam kabinet Gusdur (setengah perjalanan dikarenakan meninggal dunia) dan Profesor Alwi Shihab sebagai Menteri Luar Negeri. Lalu Andi Erna Witoelar sebagai Menteri KLH dan Prof. Riyaas Rasyid sebagai Menteri PAN dan Prof. Basri Hasanuddin sebagai Menko Kesra.

Kabinet Gotong Royong yang dipimpim oleh Megawati Soekarno Putri, M Jusuf Kalla kembali dipanggil untuk jadi Menkokesra, kemudian menjadi Wakil Presiden ke-10 mendampingi SBY, dan Wakil Presiden ke-12 mendampingi Joko Widodo.

Seperti diketahui, Kabinet Gusdur (setengah perjalanan) karena Gusdur dilengserkan di tengah jalan dan diganti oleh Megawati.

Lalu Kabinet Indonesia bersatu yang dipimpin Susilo Bambang Yudhoyono mengangkat Profesor Hamid Awaludin sebagai Menteri Kehakiman dan HAM (ditengah perjalanan) Hamid Awaludin digantikan oleh Andi Mattalata sebagai Menteri Hukum HAM. Tak lupa   SBY mendapuk Andi Nafsiah Walinono sebagai Menteri Kesehatan.

Kemudian pada Kabinet Kerja Jokowi – JK, Andi Amran Sulaiman diangkat menjadi Menteri Pertanian (full satu periode). Setelahnya Kabinet Jokowi – Ma’ruf Amin, Idrus Marhan diangkat sebagai Mensos RI, (setengah jalan) karena kasus hukum.

Sempat pula Komjen Syafruddin menjabat Menteri PAN. Ini belum termasuk Wakil Menteri dari warga Sulawesi Selatan.

Khofifah Indar Parawangasa diangkat menjadi Menteri Sosial (di tengah jalan mundur) dikarenakan ia maju sebagai calon Gubernur Jawa timur dan terpilih menjadi Gubernur Jawa Timur.

Kini Prof Dr  Syahrul Yasin Limpo, satu-satunya tokoh Sulawesi Selatan yang dipercaya Jokowi sebagai Menteri Pertanian, pada kabinet Jokowi-Ma’ruf Amin.

Namun, setiap ada isu reshuffle kabinet, nama SYL selalu masuk berita akan diganti. Hingga hari ini, Dewan Kehormatan KKSS itu aman-aman saja, Hamdalah.

Melihat fakta bahwa 70% menteri dari Sulawesi Selatan hanya menjalani tugas sebagai menteri dengan bebagai alasan. Pertanyaannya adalah apakah ada korelasi dengan nilai-nilai budaya Sulawesi Selatan yaitu Taro ada Taro Gau (satunya kata dengan perbuatan), manca naa malempu, warani namagetteng.

Nilai-nilai luhur ini merupakan modal sosial dan budaya yang menjadi pijakan untuk berperilaku.

Nilai itu tetap relevan dengan segala zaman dan adaptif pada segala cuaca. Sebab jabatan adalah amanah dan pengabdian, kapan saja bisa  berakhir, dan sewaktu-waktu bisa diambil alih oleh si pemberi amanah.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here