Kolom Ruslan Ismail Mage
Sebuah perusahaan besar tetapi kecil yang sudah bediri kurang lebih setengah abad yang lalu menjadi menarik dan penting untuk dianalisa dalam konteks kekinian. Menarik, karena ada perusahaan sejenis yang berdiri jauh dibelakangnya tetapi bisa lebih maju. Penting, karena perusahaan tersebut dibutuhkan dalam memberi kontribusi pengembangan daerah tempatnya beroperasi.
Dikatakan perusahaan besar, karena hampir semua persyaratan menjadi perusahaan yang sukses di kelasnya dimiliki. Mulai dari beberapa gedung mewah bertingkat sampai sarana pendukung lainnya dimiliki. Lokasinya pun terbaik di antara pesaingnya karena semua akses menuju perusahaan dilewati semua angkutan kota. Sebaliknya dikatakan kecil karena tingkat produksi dan apresiasi pasar selalu kalah bersaing dengan kompetitornya.
Sebenarnya benang merahnya sebagai penyebab kegagalan recovery perusahaan sudah dipahami satu dasawarsa terakhir. Pimpinan perusahaan pun sudah melakukan terobosan dan inovasi dalam merebut pasar berpihak kepadanya, tetapi SDM karyawan yang dimiliki di lapangan kurang mampu menjabarkan kemauan pimpinan.
Seorang karyawan muda yang sudah hampir satu dasawrsa bergabung dan menjadi saksi kemunduran perusahaan suatu saat mengatakan, “Selama disini belum menemukan satu manajer yang memiliki konsep bagaimana pengembangan perusahaan. Hampir semuanya hanya memikirkan kepentingannya. Maju atau tidak perusahaan ini tidak peduli, yang penting jabatan mereka aman”.
Sebagai karyawan yang masih muda, ia memiliki idealisme untuk melihat perusahaan ini bangkit lagi. Salah satu solusi menurutnya adalah diadakan repososi jabatan kepemimpinan ditingkat manajer ke bawah, karena analisanya masih banyak karyawan lain yang punya konsep dan visi yang jelas dalam memajukan perusahaan.
Diskusi santai berbalut keluhan dengan sang karyawan muda idealis tersebut berlanjut sampai ke hal-hal mendesak yang harus dilakukan sekarang. Sebagai contoh, walaupun dari segi waktu sudah terlambat tetapi tetap harus dilakukan, yaitu bagaimana bergerak cepat merebut pasar kembali. Sesungguhnya inilah penyakit lama yang terus dipelihara dan dipupuk perusahaan, selalu terlambat membentuk tim promosi memperkenalkan produk ke pasar. Bagaimana bisa maju dan bersaing kalau selalu mengulang kebiasaan lama yang nyata-nyata kurang memberi efek kepada kemajuan perusahaan.
Sampai titik ini, saya menarik napas sambil menyandarkan diri di sofa. Kalimat terakhirnya di atas membuatku tiba-tiba teringat kata bijak fisikawan teoretis terkemuka dunia kelahiran Jerman, Albert Einstein yang mengatakan, “Ketidakwarasan itu adalah melakukan kebiasaan salah berulang-ulang dengan mengharapkan hasil berbeda”. Apakah mungkin inilah salah satu penyebab perusahaan besar tetapi tetap kecil daya saingnya di pasaran? Tanyaku membatin.
Lalu apa yang harus dilakukan untuk memberi kontribusi kebangkitan perusahaan? Sebagai karyawan biasa nampaknya hampir tidak ada yang bisa dilakukan selain membisu, karena ia tidak memiliki daya melihat ketidakwarasan. Begitulah ketidakwarasan Membuatku bisu.
Penulis, Akademisi, inspirator dan penggerak, penulis buku-buku motivasi