Jurnalisme Berkualitas Butuh Pemantau Media images

0
307
- Advertisement -

PINISI.co.id- Agar jurnalisme tetap berkualitas, dibutuhkan kontrol sosial dari publik kepada media dan wartawan. UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers Pasal 17 menyebutkan masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan menjamin hak memperoleh informasi yang diperlukan.

Untuk menjamin itu, pemantau media diharapkan memiliki kompetensi mumpuni sehingga kontrol sosial mampu berjalan dengan baik.

Hal itu mengemuka dalam diskusi publik Pemantauan Media dan Jurnalisme Berkualitas yang digelar Dewan Pers di Hotel Santika Premiere Surabaya, Kamis (9/3/2023).

Dalam sambutannya saat membuka acara, Ketua Dewan Pers, Dr. Ninik Rahayu, menegaskan bahwa pemantau media sangat penting untuk menghadirkan karya jurnalistik berkualitas. “Peran pemantau media penting agar pemberitaan media on the track, supaya tidak ditinggalkan publik,” tutur Ninik.

Ketika ekosistem pers menginginkan media yang profesional, menurut Ninik, pemantau media menjadi entitas yang diperlukan agar karya jurnalistik berkualitas dapat terus ditegakkan. Untuk itu, ia menyebutkan prosedur pemantauan media perlu dituangkan dalam pedoman Dewan Pers, terutama mengenai mekanisme kerja, standar keterampilan, sasaran pemantauan, dan struktur kelembagaan.

- Advertisement -

Ninik juga menekankan pentingnya perlindungan kepada para pemantau media. “Kalau mereka mengalami masalah juga dipikirkan. Pemantau media instrumennya apa? Kalau hasilnya berpotensi konflik dengan macam-macam pihak, apa perlindungan yang akan diberikan kepada pemantau? Jangan sampai pemantau media tidak mendapatkan perlindungan. Itu akan jadi backfire bagi kita,” jelasnya.

Ia bahkan menganalogikan pemantau media seperti pemantau pemilu yang memiliki akreditasi tersendiri. Karenanya, pemantau media sebagai sebuah entitas, tentu harus punya kompetensi.

Sementara itu, Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Dewan Pers, Yadi Hendiana, yang memberikan pemantik jalannya diskusi, mengatakan bahwa kalangan akademisi akan memiliki lebih banyak ruang dalam mendukung pemantauan media. Jika Dewan Pers, organisasi profesi pers, dan akademisi bekerja sama, dampak pemantauan media akan kuat.

“Pemantau media itu tidak hanya memantau media saja, tetapi juga perilaku jurnalisnya. Sebab, yang bisa diadukan ke Dewan Pers itu tidak hanya karyanya tetapi juga perilakunya,” tegas Yadi.

Sayangnya, jumlah pemantau media di Indonesia semakin berkurang.

Ketua Komisi Informasi dan Komunikasi Dewan Pers, Asmono Wikan menambahkan, lembaga pemantau media yang ada saat ini sangat minim aktivitasnya.

Ada beberapa faktor yang diduga menyebabkan berkurangnya pemantau media. Antara lain kebutuhan logistik finansial yang cukup besar, sulitnya menjaga konsistensi program pemantauan media, minimnya mitra media yang dapat dipantau, minimnya minat SDM peneliti pemantauan media, dan memantau media bukanlah kegiatan yang menarik bagi praktisi komunikasi.

“Padahal isu tentang pers bisa berkembang jika masyarakat ikut bergerak memantau,” katanya.

Diskusi yang digelar dengan para media, konstituten Dewan Pers, akademisi, korporasi, dan pemerintah itu berlangsung dinamis. Berbagai masukan dari para peserta kemudian dituangkan dalam delapan poin kesimpulan, yaitu:

Pemantau media tetap dibutuhkan bagi publik sesuai dengan Pasal 17 UU No 40/1999 tentang Pers.

Pemantauan media dilakukan untuk memastikan publik mendapatkan konten jurnalistik yang berkualitas.

Pemantauan media secara institusional dapat dilakukan oleh kampus maupun organisasi masyarakat independen yang memiliki infrastruktur dan sumber daya memadai untuk melakukan pemantauan media.

Publik secara perorangan memiliki hak konstitusional untuk ikut melakukan pemantauan media dengan memanfaatkan akses komunikasi yang disediakan oleh Dewan Pers.

Objek pemantauan lembaga pemantau media institusional tidak terbatas pada karya jurnalistik melainkan juga dimungkinkan pada proses produksi jurnalistik.

Hasil pemantauan media antara lain berupa publikasi (buku, laporan, dll) dapat digunakan oleh para pemangku kepentingan untuk memperkuat kualitas jurnalisme, sarana pembelajaran tentang jurnalisme, dan penguatan profesionalisme pers.

Dewan Pers setiap tahun diharapkan dapat menerbitkan
rekomendasi berdasarkan hasil pemantauan media kepada seluruh pemangku kepentingan.

Pengumuman hasil pemantauan media dapat dilakukan oleh lembaga pemantau media bersama Dewan Pers guna memberikan asas perlindungan terhadap lembaga pemantau media. (Syam)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here