Politik Dinasti Menuju Kehancuran Bangsa

0
699
- Advertisement -

Kolom Anwar Esfa

KECENDERUNGAN kekuasaan politik dinasti yang mengintervensi dan politisasi hukum, menjadi cikal bakal perpecahan antar anak bangsa Jawa dan luar Jawa.

Indikasi ke arah itu dapat diamati dari menguatnya konflik politik pilpres yang hanya mempertontonkan dua segmentasi yang merebut kekuasaan.

Kekuatan Politik Dinasti dan dan Kekuatan Politik Jawa

Manuver Jokowi terbukti dengan ikut Cawe cawe terhadap MK (Mahkamah Konstitusi) yang mengubah status menjadi MK (Mahkamah Keluarga) yang semakin memperkuat kecemburuan anak bangsa di luar Jawa, bahwa perjuangan kakek moyangnya bukan untuk kepentingan Jawa apalagi keluarga Jokowi saja.

- Advertisement -

Upaya kearah perpecahan itu karena apa yang dilakukan Jokowi  adalah pelanggaran berat terhadap konstitusi negara dan pembangkangan terhadap nilai dasar Pancasila, yang sila ketiga (Persatuan Indonesia) sudah tidak diindahkan dan melakukan pembangkangan terhadap jiwa Pancasila dan Konstitusi Negara Kesatuan.

Dalam konteks itulah yang menimbulkan kesadaran baru bagi anak bangsa di luar Jawa untuk mengambil sikap jelas bahwa Negara ini bukan hanya milik orang Jawa dan berpotensi akan membangkitkan sentimen etnis  mengusulkan referendum untuk membuat negara bagian, dengan alasan bahwa bangsa ini sudah terlalu lama sabar bahkan muak melihat perilaku pemimpin yang seakan akan menganggap Negara ini hanya dimiliki oleh keluarga lewat politik dinasti. 

Negara ini bukan hanya diperjuangkan oleh kakek moyang mereka saja.

Dalam perspektif di atas, sangat perlu dikritisi oleh segenap anak bangsa agar konflik berkepanjangan yang isunya hanya dagelan yang tak bermutu antara Megawati versus Jokowi.

Kemudian implikasinya antar sesama anak bangsa yang saling caci maki dan saling membenci, menyebabkan perpecahan yang mengarah pada disintegrasi bangsa, nauzubillah.

Oleh karena itu, jika para pejuang negeri saat ini masih ingin melihat NKRI utuh, maka sudahilah konflik pertengkaran kepentingan yang hanya mengejar kursi kekuasaan RI-1 dan kembalikan semua aturan main Pilpres itu pada jalur hukum yang sudah ditetapkan dan jangan memaksakan ambisi yang mengada ada yang hanya untuk meloloskan anak keturunannya menjadi sosok pemimpin negara, yang tidak memenuhi syarat formal dan informal menjadi Presiden.

Contoh syarat formal yang terpenuhi (gestur tubuh, wawasan dan pengalaman) dan syarat

Informal (moral obligasi yang sangat rendah dan kepercayaan publik yang tidak bisa dibohongi).

Ramalan politiknya kedepan bahwa

NKRI akan diintervensi oleh kekuatan kekuasaan oligarki predator global,  yang jika tidak ada kesadaran dari kalangan anak bangsa saat ini, maka akan terjadi penjajahan jilid II yang lebih menyengsarakan rakyat.

Diperparah lagi jika pelaksanaan Pemilu itu tidak berkualitas dan pendekatannya tidak manusiawi dengan pola-pola pragmatisme struktural dari elit hingga akar rumput. 

Semoga hal ini menjadi  kesadaran kita bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam memilih Pemimpin Bangsa yang amanah, aamiin.

Jakarta, 28 Oktober 2023

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here