Oleh Arfendi Arif
Ramadhan tahun ini datang dalam suasana yang jauh berbeda dengan tahun sebelumnya. Jika sebelumnya masyarakat dan bangsa kita ramai dan riuh dengan soal-soal politik dan masalah sosial yang kita hadapi, tahun ini Ramadhan kita temui di tengah mewabahnya virus corona (Covid-19) yang telah banyak menelan korban jiwa.
Bagi kita kaum muslimin ujian yang kita hadapi dengan virus asal China ini sungguh berat. Hingga pertengahan Mei ini laporan resmi nenyebutkan telah 1.089 orang yang meninggal dunia di negara kita. Sedangkan di tingkat dunia virus ini telah merenggut 280.718 orang nyawa manusia.
Virus corona juga menyebabkan kita pada Ramadhan tahun ini tidak bisa maksimal beribadah. Sebelum Ramadhan dan pada bulan Ramadhan ini sholat Jumat tidak diadakan. Hal yang sama sholat tarawih sebagian besar masjid juga ditiadakan. Kemungkinan shalat Iedul Fitri juga batal tahun ini. Semuanya, karena nematuhi himbauan untuk melakukan social distancing, menjaga jarak dan dilarang berkumpul untuk memutus berkembangnya virus corona.
Bagaimanakah kita menghadapi Ramadhan di tengah wabah yang belum ditemukan obatnya ini?
Ada baiknya kalau di bulan yang agung ini kita melakukan perenungan diri, introspeksi (muhasabah) mengenai makna dan hakikat Ramadhan.
Ramadhan
pada dasarnya bulan yang ingin mendekatkan diri kita kepada Allah. Membuhul
cinta kasih antara manusia sebagai makhluk dan Allah sebagai Khaliq.
Selama ini cinta kasih itu diceraikan oleh nafsu. Nafsu yang bersemayam dalam hati manusia cenderung pada kenikmatan lahiriah yang terkadang menjerumuskan manusia pada perbuatan dosa. Padahal dosa menjadi penghalang (hijab) masuknya rahmat dan kasih sayang Allah pada kita.
Bisa kita bayangkan jika hidup kita tidak mendapat rahmat Allah maka yang terjadi adalah kehidupan yang goncang, kekacauan, kegaduhan dan bencana, seperti yang terjadi saat ini.
Bisakah rahmat dan kasih sayang Allah itu kita dapatkan?
Cinta dan kasih sayang itu bisa kita dapatkan apabila kita mencintai Allah dan menjalankan syariat-Nya yang dibawa Nabi Muhammad. Menjalankan rukun Islam yang lima, berbuat amal shaleh merupakan manifestasi cinta dan iman kita kepada Allah.
Kemudian manifestasi cinta kepada Allah itu juga ditunjukkan pada cinta kita sesama manusia dan makhluk Allah lainnya. Tidaklah mungkin, jika kita mencintai Allah lalu kita membenci sesama manusia. Kata Haidar Al -Kufi, cinta pada Allah harus memotivasi manusia untuk selalu berbuat kebaikan.
Rahmat Allah di bulan Ramadhan bisa kita dapatkan kalau kita kembali ke fitrah atau kesucian hati dan batin. Hanya batin dan hati yang bersih mudah menerima rahmat Allah. Sedangkan manusia yang berdosa sulit menerima rahmat-Nya.
Menurut Imam al- Ghazali, manusia memiliki dua mata. Pertama, mata lahir atau bashar, kedua mata batin atau bashirah. Mata lahir hanya dapat melihat kenikmatan lahiriah ,sedangkan mata batin dapat melihat kenikmatan ukhrowi.
Pada bulan puasa ini kita ditraining untuk mempertajam mata batin kita,yaitu dengan cara menahan nafsu sehingga mata lahir kita atau bashar tertutupi. Dengan begitu diharapkan mata lahir yang cenderung pada kenikmatan ragawi atau fisik bisa dikendalikan.
Jadi salah satu hikmah Ramadhan adalah untuk memperbaiki akhlak. Akhlak berhadapan dengan Allah dan akhlak berhadapan dengan manusia.Akhlak berhadapan dengan Allah yaitu taat dan patuh mengerjakan suruhannya dan menghentikan larangannya.
Akhlak berhubungan dengan manusia, yaitu selama sebulan penuh kita menjalankan latihan menahan lapar dan haus serta nafsu seksuil, dengan tujuan kita mampu merasakan penderitaan yang dirasakan orang-orang yang berkekurangan. Kita dilatih menumbuhkan semangat empati untuk membantu orang lain yang hidupnya susah. Kita dibiasakan untuk bersikap pemurah,tidak bakhil dengan harta yang dimiliki.
Dengan berjiwa sosial orang yang berpuasa diharapkan dapat menemukan kebahagiaan melalui pengorbanan harta atau berderma pada orang lain yang membutuhkan pertolongan.
Jadi puasa
itu bermuara pada tujuan intinya yaitu menjadikan muslim mencapai predikat
taqwa (al- Baqarah ayat 183). Taqwa adalah pakaian orang beriman yang bahannya
dipintal dari sifat jujur, kesadaran, kasih sayang, pemaaf, pemurah, sabar dan
lain-lain yang dihasilkan dari ibadah puasa selama Ramadhan