PINISI.co.id- Meskipun Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa belum ada pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB), namun praktiknya di lapangan berbeda dari apa yang diucapkan. Justru terjadi pengabaian dan pembiaran sehingga para ahli mengkhawatirkan Indonesia terancam gagal mengatasi penularan wabah Covid-19 yang telah memakan korban 1.191 jiwa hingga Senin (18/5/20).
Simpang siur pelonggaran PSBB menunjukkan pemerintah gagal berkoordinasi. Implikasinya, prosedur pelonggaran PSBB tak beraturan dan masyarakat pun bingung dibuatnya.
Terkait inkonsistensi pemerintah dalam kebijakan PSBB, Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Umum Indonesia Abraham Andi Padlan Patarai, mendapat informasi dari koleganya di daerah bahwa masyarakat mulai mengabaikan PSBB. Ini bisa memicu banyak kasus baru, sementara tenaga kesehatan telah kelelahan secara mental.
Kebijakan pemerintah yang tumpang tindih, seperti pembukaan bandara Soekarno-Hatta dikhawatirkan akan mempercepat penyebaran Covid-19 di daerah padahal mutu layanan kesehatan di daerah terbatas. “Itu menyebabkan warga bingung dan mengabaikan PSBB,” kata Patarai.
Sebelumnya Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng M Faqih mengatakan angka kematian terkait Covid-19 lebih besar dari pada laporan resmi pemerintah. Kasus kematian lebih banyak terjadi pada kasus PDP yang hasil tes spesimennya belum keluar.
Dari catatan IDI, jumlah dokter yang meninggal akibat terpapar Covid-19 sebanyak 26 orang dan perawat 20 orang.
Tumpang Tindih
Analis ekonomi, A. Prasetyantoko mengingatkan bahwa pelonggaran hanya bisa dilakukan jika jumlah pasien terjangkit sudah mereda dan koordinasi sudah berhasil dilakukan sehingga masyarakat dijamin bisa menjalankan protokol kesehatan secara baik.
Epidemiolog Iqbal Elyazar menilai, Indonesia belum saatnya melonggarkan PSBB. “Belum ada indikator yang menunjukkan kasus di Indonesia menurun dan layak melonggarkan PSBB,” jelasnya.
Sementara itu WHO mengumumkan, wabah ini akan berlangsung lama sampai ditemukannya vaksin dan penerapannya secara efektif. Namun, ajakan berdamai dengan Covid-19 merupakan kekeliruan.
Peneliti dari Fakultas Psikologi UI Dicky Pelupessy mengemukakan, turunnya kepercayaan kepada pemerintah karena inkonsistensi dan komunikasi buruk yang akan menambah sikap abai pada risiko ini, seperti terlihat dengan pengabaian PSBB.
Jusuf Kalla dalam seminar webinar penanganan Covid-19, bersama Universitas Indonesia, Selasa (19/5/20), menegaskan bahwa masyarakat harus disipilin dan harus disertai sanksi bila melanggar. Juga dibutuhkan kepemimpinan yang tegas dan cepat. “Kita lihat saja, saat dilarang mudik, tapi bandara dibuka. Orang berkerumun. Lihat 10 hari mendatang, berapa kenaikan penularannya,” kata Kalla.
Tak heran jika muncul tagar #Indonesia Teserah yang menjadi trending topik di jagat media sosial.
[Lip, sumber: Kompas (19/5/20)]