Teori Konspirasi Virus Covid-19 Belum Dapat Dibuktikan. Wabah Sudah Ada Sejak 2.400 Tahun Lalu

0
1349
- Advertisement -

Terdapat kurang lebih 150 wabah yang telah tercatat di dunia dengan berbagai variasi jumlah kematiannya.

PINISI.co.id- Sebagian masyarakat percaya bahwa pemunculan virus korona baru adalah hasil konspirasi, lebih-lebih ketika Presiden AS Donald Trump menuding China ada di balik penciptaan Covid-19.

Namun, menurut peneliti virus dari Fakultas Kesehatan Universitas Hasanuddin dr. Rizalinda Syahril M.Sc., Ph.D, sejauh ini teori konspirasi terkait Covid-19 tidak bisa dibuktikan.

“Terkait teori konspirasi di mana Covid-19 disebut sebagai senjata biologis, dengan kemampuan manusia yang sudah cerdas sangat memungkinkan.  Tetapi pembuktian ke arah itu belum terbukti. Sehingga tidak bisa dikatakan sebagai konspirasi karena tidak ada atau belum ada bukti,” tegas Rizalinda.

Rizalinda menuturkan, asal mula virus tipe hewan, beradaptasi, hingga mampu menginfeksi manusia. Teori konspirasi tidak atau belum dapat dibuktikan.  “Virus baru tidak ada kekebalan silang dari tipe virus korona lainnya. Vaksin harus dikembangkan atau tunggu kekebalan dari infeksi alamiah,” katanya  menyimpulkan.

- Advertisement -

Hal itu disampaikan Rizalinda dalam diskusi daring Pasca PSBB dan Kehidupan Normal Baru, 28 Mei 2020. Diskusi terselenggara atas kerjasama Yayasan Gerakan Masyarakat Sadar Gizi, Komunitas Literasi Gizi (Koalizi), Literasi Sehat Indonesia (Lisan) dan Departemen Kesehatan BPP Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan. 

Ketua Departemen Kesehatan BPP KKSS dr. Zaenal Abidin, S.H., M.H., mengharapkan diskusi ini  untuk saling mengingatkan dan bisa bersabar serta menahan diri dalam berbagai hal, termasuk dalam menghadapi wabah Covid-19.

Diskusi  yang diikuti diikuti oleh ratusan peserta dari berbagai dari daerah dengan latar keilmuan yang berbeda ini dipandu Andi Mukramin Yusuf, S.Gizi, M.K.M., dari Komunitas Literasi Gizi dan dosen Universitas Al Azhar Jakarta, dr. Rizalinda Syahril, M.Sc., Ph.D., dr. Syahrizal Syarif, M.PH., Ph.D., Prof. Dr. Ridwan Amiruddin, S.K.M., M.Kes., dan Dr. dr. Andi Alfian Zainuddin, M.K.M.

Lebih jauh, menurut Rizalinda, sumber virus korona yang menginfeksi manusia sebenarnya asal mulanya diduga dari beberapa hewan yang aslinya dari kelelawar, karena adanya perubahan-perubahan pada susunan genetik akhirnya terjadi penyesuaian atau adaptasi dari protein yang dimiliki oleh virus sehingga mampu dikenali oleh resptor pada hewan mamalia termasuk manusia.

“Struktur virus Covid bentuknya bulat dilihat menggunakan mikroskop elektron, ada tonjolan di permukaan sehingga menyerupai mahkota atau bentuk matahari sehingga disebut virus korona,” jelas Rizalinda.

Kecepatan transmisi, papar Rizalinda, atau berapa orang yang bisa terinfeksi Covid-19 adalah 2-4 orang akan menjadi sakit karena satu orang yang terinfeksi. Adapun cara penularan dari orang ke orang lain melalui percikan, sputum seperti batuk, bersin, melalui airborne atau tindakan-tindakan yang menimbulkan aerosol, melalui kontak atau bersentuhan dengan cairan tubuh yang keluar melalui saluran nafas, melalui sentuhan permukaan yang sudah terkontaminasi, dan fecal oral di mana virus masuk ke mulut melalui benda, makanan, atau minuman yang sudah terkontaminasi tinja penderita Covid-19.  

“Penularan juga bisa melalui orang yang tanpa gejala, dan dari hewan peliharaan,” katanya seraya menambahkan, masa inkubasi dua sampai 11 hari, atau rata-rata 6 hari sejak terpapar Covid-19.”

Metode pencegahan transmisi Covid-19,  saran Rizalinda, sering mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir selama 20 detik atau menggunakan larutan berbasis alkohol dengan kadar minimal 60%. Hindari menyentuh mata, hidung dan mulut dengan tangan yang tidak dicuci, praktek etika batuk termasuk menghalangi ketika batuk dan bersin, hindari kontak dengan orang yang sakit, diam dirumah saja jika sedang  sakit, dan ketahui faktor risiko diri sendiri yaitu orang tua dengan penyakit lainnya seperti jantung, paru atau DM.

Dari Hulu ke Hilir

Sementara itu dr. Syahrizal Syarif, M.PH., Ph.D., mengemukakan terkait tren Covid-19 secara global bahwa manusia selama ini khawatir dengan adanya ancaman dunia yaitu perang nuklir dan pencemaran lingkungan, dan ternyata saat ini menyaksikan secara langsung wabah global Covid-19 sebagai ancaman nyata.

Menurut epidemiolog FKM UI ini, secara global adanya wabah sebenarnya sudah hadir sejak 2400 tahun lalu, data yang ada menunjukkan terdapat kurang lebih 150 wabah yang telah tercatat di dunia dengan berbagai variasi jumlah kematiannya.  

“Peristiwa wabah paling besar dikenal dengan istilah black death (pes) yang memakan korban paling banyak yang terjadi terutama di Eropa dan Timur Tengah. Adapun dari banyak infeksi virus masih ada yang belum tertangani misalmnya HIV,” jelas Syahrizal.

Saat ini, urai Syahrizal, dengan adanya pandemi Covid-19 kegiatan karantina menjadi ranah public health. Masyarakat internasional sudah mengalami kemajuan pesat dalam bidang kesehatan, terkait virology. “Hari ini kita bisa melihat Cina yang hanya butuh tiga hari  mempelajari spesial genetic Covi-19. Adapun tantangan WHO sebagai pengendali pandemi harus mengahadapi kenyataan pengendalian pada negara low dan middle income yaitu Afrika dan Amerika Latin yang datanya fluktuatif sama seperti Indonesia,” katanya.

Menurut dia, penanganan Covid-19 jika dipahami dengan baik,  berbagai pendekatan dapat dilakukan, salah satunya pendekatan yang dilakukan dengan penanganan pada tingkat hulu ke hilir. Pada hulu dimulai pada tingkat individu dan keluarga, kemudian ditengahi dengan hadirnya PSBB dan dihilir dapat dilakukan manajemen kasus dan kelompok berisiko (ODP, PDP, PTG) sehingga tidak terjadi beban besar dalam pelayanan kesehatan.

“Indonesia satu-satunya di Asean yang mengalami fluktuasi. Dapat dikatakan respon Indonesia termasuk lambat, strategi komunikasi kurang baik, regulasi yang simpang siur, sedangkan dari aspek peraturan sendiri yang digunakan yaitu Undang-undang Karantina, bencana alam, darurat sipil, darurat kesmas dan bencana nasional non-alam tanpa menyinggung sedikitpun tentang Undang-undang Wabah,” terangnya.

Menanggapi new normal, problem terbesar sebenarnya adalah menyambut aktivitas persekolahan, bagaimana protokoler yang tepat dan perlunya dukungan pskisosial anak yang selama ini mengalami stres di rumah dan adanya ketakutan masuk sekolah, bebas stigma, maka seharusnya pemerintah jangan hanya melihat aktivitas seperti di mal, MRT, tapi juga melihat kondisi pesantren, sekolah, pasar tradisional.

Terkait tatanan normalbarudengan herd imunity yang berkembang di masyarakat, dalam pandangan Syahrizal, tidak relevan untuk dihubungkan. Herd imunity hanya bisa dibangun dengan cara vaksinasi yang saat ini belum ada, kemudian herd imunity cocok untuk penyakit seperti campak atau rubella yang ketika terkena akan memberikan kekebalan permanen sedangkan Covid-19 tidak memberikan dapat kekebalan permanen. [Lip]

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here