Prof Salim Said, Kritikus Film Indonesia yang Tajam Analisisnya Tetap Hadir di Hadapan Kita

0
871
- Advertisement -

 

Catatan Fiam Mustamin

DUA hari sebelum kepulangannya, Sabtu 18 Mei 2024, guru besar yang lahir 10 November 1943 di Parepare Sulsel menyandang disiplin sebagai budayawan, seniman, jurnalis, akademisi, pakar politik dan militer.

Saya menghubungi Pak Zainal Bintang, budayawan dan wartawan senior sahabat dekat almarhum satu kampung.
Kami membicarakan kesan-kesan yang mendalam dengan pribadi dan pemikiran almarhum.

- Advertisement -

Di akhir tahun 1975, saya sering diajak Pak Zainal Bintang menemui almarhum di kediaman kostnya yang sarat dengan buku-buku di Matraman Jakarta TImur

Dari pertemuan itu saya larut menyimak diskusi perbincangan kedua tokoh senior itu yang membicarakan khususnya mengenai politik dan pemerintahan di Indonesia yang diekspresikan dalam tema perjuangan film Indonesia produksi tahun 1954.

Kritikus/ Pengamat Film

ERA tahun 1980 an itu, saya menyaksikan berbagai kegiatan kreatif kesenian dan kebudayaan di Taman Ismail Jakarta, khususnya pertunjukan teater dari Bengkel Teater Jogja, Teater Kecil, Teater Populer, Teater Mandiri dan Teater dari empat kota: Padang, Bandung, Surabaya dan Makassar.

Pemutaran dan diskusi film dari sutradara yang terpilih ( Usmar Ismail, Syumanjaya, Asrul Sani, Teguh Karya, Arifin C Noer, Wahyu Sihombing ).

Pemutaran dan diskusi film itu yang pembicaranya Salim Said sangat diminati oleh para sutradara, wartawan dan peminat film dari kampus.

Inspirator dengan Tulisan-Tulisannya

SEJAK mengenalnya, saya terus mengikuti apa yang almarhum tulis dalam buku-bukunya.

Dengan itu almarhum menjadi mentor yang handal dan sismatik menguraikan pikirannya yang mudah dipahami dalam lisan maupun tulisan.

Almarhum menjadi narasumber bersama Chris Wibisono pada Mubes Badan Koodinasi Sosial Budaya Pemuda Indonesia Timur yang mengurai Kesenjangan Pembangunan Indonesia TImur tertinggal 20 tahun dari Indonesia Barat ,1985.

Dari situ almarhum menyampaikan apresiasinya dengan gerakan pemuda itu.

Cendekiawan/ To Acca dari Sidenreng

ALMARHUM tergolong dalam genetis To Acca ( cendekiawan ) bersama KH Qurais Shihab dan Alwi Shihab pewaris Nene Malllomo dari Sidenreng.

Di masa bocah pra sekolah, saya sudah mengenal rupa ayahanda almarhum yang disapa dengan Tuan Sayed Said. Ayahandanya dekat dengan okkerabat Arung di Saoraja Watanlipue Tajuncu Soppeng yang sering datang membawa buku-buku agama.

Kemudian hari saya juga dekat Ali Said almarhum adik kandungnya.

Allahumma Ya Allah, semoga kebaikan dengan ilmu yang bermanfaat menjadi amal jariyah yang menjadi bekal penyuluh di alam kubur dan akhirat kelak aamiin ya rabbal alamin.

Legolego Ciliwung. 20 Mei 2024

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here