Peran Majelis Adat Memandu Memilih Pemimpin dalam Pilkada Serentak 2024

0
358
- Advertisement -

Kolom Fiam Mustamin

SIAPAKAH pemimpin yang dimaksud itu.
Adalah mereka kepala daerah pemerintahan Gubernur di tingkat wilayah Provinsi, Bupati di daerah Kabupaten dan Walikota di Kotamadya.

Lalu bagaimana para pemimpin itu dipilih ?

Dipilih melalui demokrasi politik dengan mekanisme pemilihan Kepala Daerah dari calon yang diusung oleh Partai Politik atau calon independen tanpa partai dengan persyaratan yang cukup ruwet.

Alternatif Lain

- Advertisement -

IDEALNYA untuk mendapatkan calon pemimpin yang amanah dengan kepemimpinannya seyogianya yang dapat mempresentasikan pencerminan periaku panutan, berintegritas, punya kecakapan/ kearifan dan keberanian/ awaraningengeng.

Unsur karakter itu dapat dipantau dari calon-calon pemimpin yang akan berkompetisi pada Pilkada.

Sebelum itu sebaiknya para calon dihadapkan kepada Majelis Komunitas Adat untuk dinilai tingkat kepatutan seseorang calon pemimpin untuk dipilih menjadi pemimpin yang dapat mengemban amanah jabatan kepemimpinannya.

Mereka perlu memiliki catatan rekord yang dapat direferensikan dan diapresiasi oleh masyarakat yang akan memilihnya.

Bilapun tidak menemukan calon yang layak yang diajukan partai, maka Majelis Adat dapat merekomendasikan kepada seseorang yang dinilai layak dan diajukan kepada partai.

Majelis komunitas sudah dipraktekkan sejak era kerajaan dengan demokrasi/ Assimaturuseng dari komunitas adat Matoa, Sulewatang, Padanreng, Gallarang, Bate Salapang di Gowa, Arung Saotanre/ Arung Patangkpulo di Wajo, Ade Pitu di Bone dan Arung Bila di Soppeng.

Raja/ pemimpin dipilih dengan persyaratan ketat dari kriteria yang disebutkan, tidak mutlak harus dari keturunan putra mahkota raja.

Pejabat setelah berkuasa melakukan tindakan tercelah dengan korupsi penyalah gunaan jabatan dan sebagainya.

Mereka itu seperti kehilangan akal sehatnya mengingkari sumpah jabatannya mengejar semua yang bisa dijadikan profit untuk menimbun kekayaan materi. Mereka tak ada takut takutnya seperti matirasa karena tindakannya berjamaah dan saling melindungi.

Lalu sampai kapan pembiaran seperti ini terus berlangsung dari waktu ke waktu dari pergantian kekuasaan yang dirasakan semakin menyengsarakan kehidupan rakyat anak cucu turunan bangsa ini.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here