PINISI.co.id- Kematian selalu menunggu, dan ketika tiba saatnya orang pun mengucapkan bela sungkawa dengan lantunan doa.
Lama tak ada kabarnya, A. Muin Achmad, telah berpulang selamanya, Rabu (13/11) kemarin karena sakit. Muin sudah cukup lama didera sakit. Usianya sekitar 85. Ia menyusul istrinya Sinta Muin, yang lebih dulu wafat pada 2016. Pasangan ini dikenal sebagai aktor dan aktris pada dekade 80-an.
Di lingkup KKSS, pria berkumis ini akrab disapa Daeng Muin. Dia pernah menangani Departemen Seni Budaya era Beddu Amang dan M.Taha, dan sebagai Ketua Lembaga Kesenian Sulawesi Selatan (LKSS) dalam periode yang sama. LKSS adalah badan otonom KKSS.
Sejak kepemimpinannya di LKSS, banyak digelar acara seminar budaya, pementasan kesenian berupa tari, musik dan teater di TIM dan TMII.
Selainnya, Daeng Muin juga adalah jurnalis dan fotografer majalah TEMPO.
Daeng Muin fasih mengobrol soal budaya Sulawesi Selatan, utamanya berkaitan dengan cerita dan pesan-pesan kehidupan leluhur. Ia piawai mengungkapkan hal-hal klasik misalnya Bugis zaman kuno masa prasejarah.
Dalam diskusi budaya di TIM bersama pemikir-pemikir garda depan Indonesia, Daeng Muin tak lupa memperkenalkan nilai-nilai budaya Bugis Makassar perihal demokrasi, hukum dan keadaban yang sudah ada jauh sebelum NKRI hadir.
Lebih dari itu, Daeng Muin bersama Andi Baso Amier yang menginisiasi pertemuan budaya Sulawesi Selatan di TIM pada 1986 dengan mengundang budayawan terkemuka dari Makassar seperti Mattulada, Baharuddin Lopa, Zaenal Abidin Farid, Hamid Abdullah, yang kemudian ia bukukan dalam SIRI, Kearifan Budaya Sulawesi Selatan, yang disunting olehnya.
Daeng Muin termasuk penginisasi dari Seminar internasional La Galigo yang diselenggarakan tahun 2002 di Tanete
Barru, daerah kelahiran We Colliq Pujie Arung Toa Pancana sebagai penutur sumber utama sureq La Galigo, atas kerjasama Pemerintah Daerah Barru, Bupati Andi Muhamnad Rum/Bau Rumpa dan Universitas Hasanuddin Makassar.
Semoga Allah memberi tempat terbaik terindah di sisi-Nya. (Alif)