Gerakan Koperasi untuk Menggerakkan Ekonomi Rakyat dan Melahirkan Saudagar

0
127
- Advertisement -

Kolom Arfendi Arif 

Pemerintah pada 21 Juli 2025 lalu telah meluncurkan sebanyak 80.081 Koperasi Desa dan Kelurahan Merah Putih (KDMP/KKMP). Peristiwa ini menjadi isyarat dimulainya gerakan nasional membangun ekonomi rakyat di seluruh desa dan kelurahan di seluruh Indonesia.
Koperasi adalah salah bentuk perekonomian Indonesia yang digagas berdasarkan nila-nilai yang hidup dalam masyarakat kita yang menonjolkan kebersamaan dan gotong royong. Juga usaha bersama yang pola kerjanya didasarkan pada semangat solidaritas, kemandirian dan swadaya.

Dalam UUD l945 Pasal 33 ayat 1 disebutkan bahwa “ Perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan”. Sebagai realisasi dari usaha bersama ini adalah dengan menggiatkan bentuk usaha koperasi.

Bentuk usaha koperasi dianggap sebagai cerminan dari budaya tradisional Indonesia yang menonjolkan semangat gotong royong, semangat kolektivisme, dan kebersamaan dalam tolong menolong. Karena itu ide dasar koperasi harus dilihat juga dari aspek “filosofi manusia dalam hidup berusaha”.

Seperti diuraikan bapak koperasi Indonesia Bung Hatta, sifat atau karakteristik koperasi adalah, pertama, rasa solidaritas. Rasa solidaritas kuat di pedesaan, namun lemah di perkotaan karena faktor masuknya budaya luar.

Kedua, menghargai individualita atau tahu harga diri. Tetapi individualita berbeda dengan individualisme. Individualisme mementingkan diri sendiri ketimbang masyarakat .

Ketiga, kemauan dan kepercayaan pada diri sendiri untuk bekerja dan berbuat demi kepentingan bersama.

Keempat, cinta kepada masyarakat yang kepentingannya harus didahulukan dari pada kepentingan diri sendiri dan golongan.

Kelima, memiliki tanggung jawab moral dan sosial. Kekuatan koperasi terletak pada sifat persekutuannya yang berdasarkan tolong menolong serta tanggung jawab bersama (Hatta, Gotong Royong dan Kooperasi, Suatu Verivikasi dari pada Kenyataannya, dalam Keyakinan dan Perjuangan, Buku Kenangan untuk Letnan Djendral Dr TB, Simatupang, BPK Gunung Mulia,1972 hal. 6 dan 312).

Lembaga ekonomi koperasi berbeda dengan perusahaan yang berbentuk perseroan dan lainnya, di mana faktor penyertaan saham atau modal sangat menentukan kebijakan perusahaan. Mereka yang punya saham besar akan dominan pengaruhnya menentukan kebijakan. Demikian juga pembagian keuntungan akan ditentukan oleh besar kecilnya kepemilikan saham.Pemilik saham juga sewaktu-waktu bisa menjual sahamnya dan terputus keanggotaannya.

Dalam koperasi semua anggota ikut bertanggung jawab, dasar kegiatan koperasi adalah kerjasama anggota, bukan penyertaan saham. Kegiatan koperasi didasarkan pada simpanan pokok sebagai uang pangkal. Kemudian ada iuran wajib yang tidak memberikan hak istimewa bagi anggota untuk menentukan kebijakan. Dalam rapat anggota semua mempunyai hak yang sama, tidak ada pengistimewaan.

Dalam pengembangan ekonomi koperasi dua hal harus mampu disinkronkan. Yaitu semangat solidaritas dan individualitas. Seperti ditulis Prijono Tjiptoherianto, selain rasa solidaritas kebersamaaan dan kekeluargaan yang merupakan sifat utama masyarakat Indonesia yang berciri agraris, koperasi juga membutuhkan adanya rasa individualita. Individualita yaitu kesadaran harga diri sendiri bertumpu pada kemampuan pribadi-pribadi dari anggota-anggota koperasi. Hanya anggota yang sadar akan harga dirinya dapat bertindak dan melakukan kegiatan yang menjurus pada usaha untuk mencapai dan membela kepentingan bersama. Dalam koperasi kedua-duanya harus mendapat tempat yang sama dan maju secara serentak.

Solidaritas sebagai pandangan hidup masyarakat yang telah ada sejak dahulu kala harus tetap dipertahankan, tetapi individualita juga harus diperkembangkan sebagai ciri dunia usaha yang mengarah pada kekuatan menghadapi persaingan ekonomis (Prijono Tjiptoherinato, Menggerakkan Sumberdaya Manusia Dalam Koperasi: Suatu Renungan, dalam Sri Edi Swasono, editor, Mencari Bentuk, Posisi, dan Realitas Koperasi di Dalam Orde Ekonomi Indonesia, UI Press, Jakarta l987 hal. 223-224).

Kemudian perlu dijelaskan bahwa istilah kekeluargaan dalam koperasi bukanlah yang dimaksud “ekonomi keluarga” atau dalam arti mementingkan keluarga. Tetapi yang dimaksud kerjasama antar manusia , dalam rangka menolong diri sendiri, memupuk solidaritas untuk kepentingan bersama (Sri Edi Swasono, ibid, 168).
Hatta menjelaskan juga soal asas kekeluargaan ini. Menurut mantan Wapres ini, tujuan koperasi Indonesia hendaknya merupakan suatu organisasi keluarga, di mana angota-anggotaranya bekerja sama dan tolong menolong dalam mencapai tujuan hidup bersama. Pengurus koperasi harus bersikap sebagai bapak keluarga yang bertugas menyusun kerjasama yang baik untuk keseluruhannya ( Hatta dalam Keyakinan dan Perjuangan, hal 309-310).
Sebagai aktivitas ekonomi yang tumbuh dari bawah koperasi ditantang untuk berkembang dengan kekuatan swadaya dan kemandiriannya. Karena itu swadaya bisa diartikan bekerja berdasarkan usaha sendiri adalah sesuatu kekuatan yang dinamis, bukan statis. Dalam perkembangannya koperasi memang harus berhadapan dengan lingkungan dan tantangan besar yang mungkin dihadapinya. Karena itu koperasi mesti selalu mengevaluasi kekuatannya dan pandai mencari solusi yang tepat untuk meraih tujuannya. Dan tujuan koperasi adalah menjadi kekuatan ekonomi yang disegani dan dapat mempengaruhi dan mengarahkan jalannnya ekonomi Indonesia.

Bagi bagawan ekonomi Sumitro Djojohadikusumo koperasi harus berani terjun dalam kegiatan-kegiatan usaha sebagaimana lazimnnya organisasi ekonomi lainnya, tetapi dengan tujuan yang berbeda, yaitu untuk kesejahteraan anggotanya.

Sumitro menyebutkan, tidak jarang terjadi keberhasilan koperasi diperuntukkan untuk mempertahankan eksistensi organisasi dari pada memberikan manfaat kepada para anggotanya. Pengurus juga agak terbelenggu dengan pemikiran lama untuk tidak mengembangkan usaha-usahanya di bidang lain , yang oleh sementara kalangan dianggap menyimpang dari cita-cita koperasi. Namun, itu bukankah hambatan mendasar, sebab tidak ada larangan bagi koperasi untuk mengerahkan modal dari sektor swasta atau memanfaatkan kemampuan permodalan swasta untuk kepentingan koperasi, tanpa mengorbankan sendi dasar koperasi.

Bahkan di negara maju dan negara berkembang koperasi telah memiliki saham-saham dalam perusahaan-perusahaan besar. Malah ada pemerintah yang mewajibkan perusahaan-perusahaan besar untuk menjual sahamnya kepada perkumpulan-perkumpulan koperasi (Sumitro Djojohadikusumo, Peranan Koperasi Pegawai Negeri Dalam Perekonomian Indonesia, dalam Koperasi di Dalam Orde Ekonomi Indonesia, editor Sri Edi Swasono, Jakarta, UI Press, 1987 hal. 288-289).

Koperasi sebagai ekonomi kerakyatan memang masih dikategorikan sebagai sektor ekonomi yang masih terkebelakang perkembangannya dibandingkan sektor ekonomi lainnya. Namun, bila melihat basic dasar usaha koperasi yang bersifat mandiri, berdikari dan berusaha tumbuh berdasarkan usaha sendiri dan kebersamaan serta solidaritasnya yang kuat, suatu hal yang sangat diharapkan kiranya koperasi mampu melihat bibit-bibit saudagar, pebisnis dan wirausahawan atau para entrepreneur.

Indonesia sebagai negara kepulauan, maritime, pertanian dan juga kaya dengan sumber daya alam juga tidak salah kalau memiliki banyak para saudagar dan pebisnis. Menurut para pengamat idealnya dalam sebuah negara untuk menjadi negara maju minimal 4 persen dari total penduduknya harus menjadi saudagar. Sementara rasio kewirausahaan Indonesia baru mencapai 3,47persen dari jumlah penduduk. Bandingkan dengan Malaysia dan Thailand yang rasio penduduknya sebagai wirausahawan yang sudah di atas 4 persen. Sementara Singapura yang jumlah penduduknya hanya 5 juta pengusahanya sudah mencapai angka 8,6 persen dari total penduduk. Dan, negara maju rata-rata para usahawanya berkisar 10-12 persen.

Negara yang umumnya tinggi prosentase penduduknya bergerak dalam bisnis rata –rata peekembangan kemajuannya cukup pesat. Di negara kita sekarang ini malah muncul fenomena yang tidak mendukung orang terjun ke dunia bisnis, sebab kebanyakan yang sukses dalam bisnis malah terjun ke dunia politik. Ini menyebabkan regenerasi pengusaha menjadi terhambat ,mundur dan mandeg.
Jika kita berharap koperasi mampu melahirkan para entrepreneur dan saudagar maka iklim dunia usaha harus kita ciptakan. Yaitu dengan memajukan koperasi untuk melahirkan para saudagar, yang konon artinya seperti kata Jusuf Kalla, mantan Wapres, saudagar itu manusia yang memiliki seribu akal, untuk meraih kemajuan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here