Kolom Bachtiar Adnan Kusuma
Tokoh Literasi Nasional, Penulis dan Motivator
Di sepanjang perjalanan penulis dari Makassar ke Bau-Bau, Kabupaten Buton Tengah, Kabupaten Buton lewat penerbangan udara Makassar-Bau-Bau PP, Bau-Bau ke Buton Tengah melalui Kapal Fery dan Bau-Bau ke Kabupaten Buton lewat darat, penulis menamatkan membaca buku karya Ki Ju Lee berjudul “The Dignity of Writing”, dan membaca dua buku karya Dr. Masrur Makmur berjudul” Fiqh Politik Muslim Bali, Dosa Kolektif karena Tak Punya Wakil” dan “ Menembus Batas Kelas, Inovasi Model Pembelajaran Daring”.
Buku The Dignity of Writing setebal 176 halaman yang diterbitkan Gramedia Pustaka Utama, 2023, Ki Ju Lee menempatkan setiap kata dalam tulisan memiliki makna dan martabat. Selain buku karya Ki Ju Lee, buku Fiqhi Politik Muslim Bali karya Masrur Makmur setebal 125 halaman dan buku Menembus Batas Kelas 135 halaman.
Di sepannjang perjalanan penulis didampingi istri tercinta, Ani Kaimuddin Mahmud, selain menjenguk cucu dan dua anak penulis yaitu dr. Dea dan dr. Mulan yang bertugas di salah satu puskesmas di Buton Tengah, juga menyempatkan diri berkunjung dan memberi insight literasi santri di depan ratusan santri dan tenaga pengajar di Ponpes Al-Ikhlas Kabupaten Buton yang didirikan Menteri Agama, Prof. Dr.K.H. Nasaruddin Umar, M.A.
Pertanyaannya, mengapa penulis berhenti menjadi jurnalis dan memilih jalan menjadi penulis buku? Kalimat awal pada halaman 24 tulisan Ki Ju Lee dalam bukunya, membuat penulis mengenang kembali tatkala memutuskan pensiun dari panggung jurnalis pada 1995, lalu memilih profesi menulis buku sebagai pilihan dengan mendirikan Yapensi [Yayasan Pencerahan Sulawesi] lembaga penerbitan yang penulis rintis di Makassar, lalu migrasi ke Ibukota Jakarta, pada 1995.
Dalam berbagai forum seminar nasional, diskusi dan bimbingan menulis buku, rerata penulis ditanya peserta, mengapa Anda berani memilih jalan literasi, jalan menulis buku sebagai pilihan hidup.
Maka, penulis menjawabnya selain ingin bebas, penulis menulis buku sebagai jalan pilihan dan hidup penulis.
Benarlah kata Ki Ju Lee, menjadi penulis buku agar bisa mengukur rekor, penulis hanya berenang di kolam persegi memiliki tali pembatas. Namun menjadi penulis adalah orang yang tidak berenang di kolam, melainkan di lautan luas.
Karena itu, memilih profesi menulis buku adalah pekerjaan bebas, bebas menjalani kehidupan, tidak formil, cara dan tujuannya telah ditentukan. Kalau Ki Ju Lee ditanya mengapa ingin menjadi penulis, karena ingin lahir kembali.
Profesi penulis buku adalah pekerjaan yang tidak semua orang lakukan, apalagi memilihnya. Selain tidak menjanjikan kata banyak orang, penulis buku prosesnya panjang, berliku, namun tidak sejurus dengan pendapatan yang diperolehnya dari menulis buku.
Hemat penulis, memilih jalan menulis buku sama halnya berani memilih hidup yang tidak menjanjikan materi, apalagi kesejahteraan.
Kendati penulis memilih profesi menulis buku, selain telah siap hidup apa adanya, juga menulis buku menanam kebaikan di dunia dan akhirat. Penting lagi bahwa setiap kata yang tersusun rapi memberikan makna kehidupan dalam sebuah tulisan.
Kekuatan kata dan kalimat dalam tulisan, sesungguhnya memberikan harapan dan keindahan untuk mengarungi kehidupan.
Penulis setuju Ki Ju Lee, “The Dignity of Writing” bahwa kata dan kalimat memiliki makna mendalam mengandung aroma yang lembut dan lestari. Kata dan kalimat bisa saja hilang dari penglihatan, tapi wangi tulisan meresap dalam pikiran dari pembacanya tetap abadi.
Menulislah untuk dikenang, menulislah untuk Abadi.