Tragedi Sihaporas: PT TPL Dituding Lakukan Kekerasan, GMKI dan GMNI Desak Negara Bertindak

0
45
- Advertisement -

PINISI.co.id- Tanah adat Sihaporas kembali bersimbah darah. Bentrokan pada Senin (22/9/2025) antara masyarakat adat dengan pihak yang diduga suruhan PT Toba Pulp Lestari (TPL) mengakibatkan puluhan korban luka, pengrusakan fasilitas warga, hingga trauma mendalam bagi perempuan dan anak-anak.

Beredar luas di media sosial foto dan video dugaan kekerasan tersebut. Sedikitnya 33 warga menjadi korban, termasuk 18 perempuan, seorang anak penyandang disabilitas, serta seorang mahasiswi IPB yang tengah melakukan penelitian. Enam unit sepeda motor, posko perjuangan masyarakat adat, lima gubuk tani, dan beberapa rumah warga juga dirusak dan dibakar.

Menurut informasi, ratusan orang yang diduga security, buruh harian lepas, dan preman bayaran PT TPL menyerbu wilayah adat Sihaporas (Buttu Pangaturan) dengan atribut seragam, helm, pentungan kayu, dan tameng. Jumlah mereka diperkirakan mencapai 150 orang.

Koordinator GMKI Wilayah I Sumut-NAD, Chrisye Sitorus, mengecam keras peristiwa ini. “Sangat miris melihat masyarakat kembali dianiaya. Negara harus hadir dan bertindak tegas menindak PT TPL. Saya mendesak Kapolda Sumut segera menangkap para pelaku,” tegasnya.

Chrisye juga menuntut Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Hanif Faisol Nurofiq mencabut izin PT TPL. Menurutnya, aktivitas perusahaan tersebut menyebabkan deforestasi, pencemaran air, hingga bencana ekologis.

“Kerusakan lingkungan akibat TPL bukan hanya menimpa masyarakat adat, tapi juga daerah sekitar, seperti di Kecamatan Sipahutar, Tapanuli Utara, di mana sumber air bersih Aek Nalas kini sering berlumpur akibat pembukaan hutan untuk eukaliptus,” ujarnya.

GMKI bersama elemen Cipayung Plus Sumut berencana menggelar aksi besar-besaran untuk mendesak pemerintah menutup PT TPL.

Nada serupa juga disuarakan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Sumut. Ketua DPD GMNI Sumut, Armando Sitompul, menyebut tragedi Sihaporas sebagai bukti kegagalan negara dalam melindungi rakyatnya. “Ini bukan lagi kelalaian, ini keberpihakan yang menjijikkan. Diamnya negara adalah bentuk persetujuan atas penindasan yang dilakukan PT TPL,” ujarnya lantang.

GMNI bahkan melayangkan ultimatum merah kepada Menteri HAM dan Ketua Komnas HAM. Mereka diberi waktu maksimal 3×24 jam untuk turun langsung ke Sihaporas, memastikan korban mendapat keadilan, dan menghentikan intimidasi.

Tiga tuntutan utama GMNI adalah hentikan seluruh aktivitas PT TPL di wilayah konflik dan cabut izin perusahaannya, tangkap dan adili pelaku kekerasan terhadap warga Sihaporas, dan hentikan kriminalisasi terhadap pejuang agraria dan akui hak masyarakat atas tanah adat.

Jika ultimatum ini diabaikan, GMNI bersama rakyat siap menggerakkan aksi lanjutan hingga ke Jakarta.
“Hidup rakyat Indonesia! GMNI jaya! Marhaen menang!” pungkas Armando Sitompul. (Rif)

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here