MBG dan Dinamika Politik

0
60
- Advertisement -

Kolom Muchlis Patahna
Ketua Dewan Pembina KKSS

Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) merupakan salah satu gagasan populis dan strategis yang dipaparkan oleh Presiden Republik Indonesia 2024–2029, Prabowo Subianto, sejak masa kampanye. Ide ini sederhana namun menyentuh hajat hidup orang banyak: pemenuhan kebutuhan pangan yang layak sekaligus peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM).

Sejak awal, MBG bukan hanya sekadar program sosial, tetapi juga merupakan kebijakan politik. Karena sifatnya yang masif dan menjangkau seluruh lapisan rakyat Indonesia. Program ini sudah pasti akan menghadapi berbagai dinamika, termasuk gesekan kepentingan maupun potensi sabotase. Dalam politik, program yang menyentuh langsung kepentingan rakyat selalu mengundang pro dan kontra.

Belakangan, muncul isu keracunan makanan dalam pelaksanaan MBG. Jika dilihat dari perspektif kesehatan masyarakat, kasus keracunan sangat mungkin terjadi akibat faktor teknis seperti, kontaminasi makanan oleh bakteri berbahaya, hygiene buruk dalam pengolahan makanan, misalnya peralatan kotor atau tangan tidak dicuci, hingga penyimpanan yang tidak tepat, sehingga makanan cepat basi atau terpapar bakteri.

Demikian pula kontaminasi silang antara makanan matang dengan bahan mentah, kurangnya kesadaran masyarakat terhadap standar keamanan pangan.

Semua faktor tersebut sejatinya dapat dicegah melalui penerapan standar keamanan pangan yang ketat: cuci tangan, masak makanan hingga matang sempurna, simpan di suhu yang benar, serta pisahkan peralatan untuk makanan mentah dan matang.

Namun, berbeda dengan konsumsi makanan di lembaga pemasyarakatan di mana ratusan ribu orang diberi makan setiap hari selama puluhan tahun tanpa isu keracunan serius, kasus MBG cepat sekali dipolitisasi. Mengapa? Karena MBG adalah program politik. Dengan kata lain, setiap persoalan kecil dalam implementasi akan dibungkus dengan nuansa politik, bahkan tidak menutup kemungkinan adanya unsur sabotase.

Maka, keberhasilan MBG sangat ditentukan oleh dua hal. Pertama, manajemen teknis yang profesional, agar standar keamanan pangan dijaga secara konsisten dan kedua, kesiapan menghadapi dinamika politik, termasuk fitnah, provokasi, atau isu yang digoreng pihak tertentu.

Program MBG adalah terobosan besar. Jika berhasil, ia bukan hanya memberi manfaat gizi bagi masyarakat, tetapi juga memperkuat legitimasi politik pemerintah. Sebaliknya, jika gagal dikelola dengan baik, ia bisa menjadi bumerang politik yang melemahkan kepercayaan publik.

Karena itu, MBG harus ditempatkan bukan semata-mata sebagai program karitatif, melainkan sebagai strategi kebangsaan dalam mencetak generasi Indonesia yang sehat, cerdas, dan tangguh menghadapi masa depan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here