Anak Serdadu Kampoeng di Pentas Elit Nasional
Kolom MUSLIMIN MAWI
Keteguhan, kerja keras dan pengabdian seorang Menteri Pertanian yang tak pernah berhenti di tengah jalan.
Pagi di Istana Negara selalu dimulai dengan protokol yang teratur, langkah-langkah pengawal, suara jam dinding yang berpadu dengan denting pena para ajudan, dan layar-layar besar yang menampilkan data-data nasional. Di tengah semua itu, hadir sosok yang tenang namun tegas, Andi Amran Sulaiman, Menteri Pertanian yang hari-harinya tak pernah lepas dari kerja keras dan tanggung jawab besar memastikan bangsa ini cukup makan, cukup harapan.
Bagi sebagian orang, Andi Amran adalah pejabat negara. Tetapi bagi dirinya sendiri, ia tetap anak seorang serdadu ber-pangkat rendah, lelaki yang tumbuh dalam didikan keras seorang ayah tentara, yang menanamkan satu hal sederhana namun mendalam, disiplin adalah bentuk tertinggi dari kasih sayang terhadap negeri.
Disiplin yang Menjadi Watak
Ketika banyak orang mengartikan jabatan sebagai puncak karier, bagi Andi Amran jabatan justru adalah ujian kejujuran dan konsistensi. Setiap hari di kementeriannya dimulai lebih awal dari jadwal resmi. Ia memeriksa laporan produksi, harga gabah dan proyeksi panen seperti seorang komandan memeriksa peta strategi. Tidak ada ruang bagi kelengahan.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, produksi beras nasional Januari–November 2025 mencapai 33,19 juta ton, meningkat 12,62 persen dibanding periode yang sama tahun 2024. Sebuah lonjakan signifikan, sekaligus capaian tertinggi dalam tujuh tahun terakhir. Di balik angka itu, ada disiplin dan keberanian mengambil keputusan strategis, mempercepat masa tanam, memperkuat cadangan benih dan menggerakkan mesin-mesin pertanian hingga ke pelosok.
Dalam rapat kerja bersama, ia pernah berkata dengan nada tenang namun tegas,
“Bapak dan Ibu, saya bukan ingin menyenangkan telinga siapa pun. Saya ingin memastikan rakyat kita makan dengan harga yang adil.”
Kata-kata itu bukan slogan, melainkan cermin dari watak anak serdadu, berani menghadapi kenyataan, tidak gemar membuat alasan dan selalu memikul tanggung jawab hingga tuntas.
Kerja Keras yang Rasional
Bagi Andi Amran, kerja keras bukan romantika. Ia adalah sistem berpikir.
Pertanian, baginya, bukan hanya urusan sawah dan cangkul, melainkan rantai panjang kebijakan, teknologi dan keadilan ekonomi. Di bawah kepemimpinannya, Kementerian Pertanian bergerak ke arah yang lebih modern dan terukur.
Sistem distribusi pupuk digital diperkuat, subsidi disalurkan dengan pendekatan data dan koordinasi dengan Badan Pangan Nasional dilakukan secara terpadu untuk menghindari gejolak harga.
Laporan BPS juga menunjukkan Nilai Tukar Petani (NTP) pada September 2025 mencapai 124,36, naik 0,63 persen dibanding Agustus 2025. Kenaikan ini bukan sekadar angka ekonomi, itu adalah tanda bahwa kesejahteraan petani benar-benar meningkat. Bahwa kebijakan tak lagi berhenti di meja rapat, tetapi menyentuh kehidupan nyata di desa-desa.
Swasembada di Ujung Jalan Panjang
Dan pada Kamis, 9 Oktober 2025, di hadapan para awak media dan jajaran kementerian, suara Andi Amran terdengar mantap namun penuh syukur:
“Alhamdulillah, hari ini Kamis 9 Oktober 2025, mudah-mudahan tidak ada aral melintang, dua bulan ke depan kurang lebih tiga bulan, Insya Allah Indonesia tidak impor lagi. Mudah-mudahan tidak ada iklim ekstrem, kita swasembada.”
Pernyataan itu bukan sekadar janji, tetapi hasil dari kerja panjang, dari keyakinan yang tumbuh di ladang dan sawah, dari keringat para petani yang setiap pagi menatap matahari dengan harapan baru.
Swasembada bukan hanya istilah teknokratis, melainkan sebuah kebangkitan martabat bangsa, bahwa negeri ini bisa berdiri di atas kaki sendiri
Kesetiaan pada Tugas
Sebagai anak serdadu, Andi Amran memahami arti kesetiaan. Kesetiaan bukan hanya kepada atasan, tapi kepada amanah yang diemban. Ia dikenal tak mudah berkompromi terhadap praktik yang melemahkan semangat kerja atau mencederai integritas. Ia tegas, kadang dianggap keras, tapi justru di situlah letak keadilannya. Dalam setiap keputusan, ia menimbang bukan dengan perasaan pribadi, tapi dengan kepentingan bangsa.
Suatu sore, usai rapat kabinet terbatas, ia berjalan sendirian di halaman Istana. Seorang ajudan mendekat dan bertanya pelan, “Pak, Anda tidak lelah menghadapi semua tekanan ini?”
Andi Amran hanya tersenyum.
“Saya anak tentara. Kami tidak pernah belajar menyerah. Kami hanya belajar menyelesaikan.”
Kalimat sederhana itu mencerminkan jati dirinya. Ia tidak dibentuk oleh pujian, tidak pula dilemahkan oleh kritik. Ia hidup dengan kompas moral yang tegas, selama rakyat membutuhkan, langkahnya tak akan berhenti.
Pemimpin di Antara Dua Dunia
Menjadi pejabat negara berarti hidup di antara dua dunia, birokrasi dan nurani.
Andi Amran berjalan di keduanya dengan keseimbangan yang jarang dimiliki banyak orang. Di satu sisi, ia mampu berbicara dengan data dan analisis ekonomi, di sisi lain, ia tak pernah kehilangan sentuhan kemanusiaan. Baginya, petani bukan sekadar angka dalam laporan, tapi manusia yang harus dihormati.
Ia sering mengatakan dalam forum internal kementerian.
“Kita bukan hanya bekerja untuk panen, kita bekerja untuk martabat bangsa.”
Dan mungkin di situlah kelebihan seorang anak serdadu yang kini berada di elite Istana, ia membawa disiplin militer, hati rakyat dan kecerdasan akademik dalam satu tubuh yang sama.
Dari Barak ke Ruang Istana
Perjalanan Andi Amran Sulaiman adalah kisah tentang transformasi, dari rumah sederhana anak seorang tentara di Bone, hingga ruang kabinet di Istana Negara. Namun yang berubah hanyalah tempat berpijak, bukan nilai yang dipegang.
Di balik jas resmi dan protokol kenegaraan, ia tetap menyimpan semangat anak kampung yang tak gentar menghadapi medan berat.
Karena bagi Andi Amran, kepemimpinan bukan tentang posisi, melainkan tentang siapa yang tetap bekerja ketika sorotan kamera sudah padam.
Sang anak serdadu kini berada di lingkaran Istana. Tapi di hatinya, ia masih mendengar suara ayahnya di barak, “Jangan berhenti sebelum tugasmu selesai.”
Eramas 2000, 11 Oktober 2025.
Penulis, Aktivis dan Pemerhati Organisasi