Kolom Achmad Pawennei
Sekjen BPP KKSS 1985–1995
Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) bukan sekadar organisasi paguyuban, melainkan rumah besar yang berakar pada nilai budaya, solidaritas, dan semangat merantau yang telah mengakar kuat sejak nenek moyang kita. Dalam Rakernas KKSS kali ini, saya ingin memberikan masukan terhadap arah dan prioritas program kerja Ketua Umum BPP KKSS agar lebih terarah dan berdampak nyata bagi seluruh warga KKSS di manapun berada.
Program prioritas Ketua Umum yang menekankan pendidikan yang berbudaya dan ekonomi yang bertumpu pada budaya patut mendapat dukungan penuh dari seluruh pimpinan dan pengurus KKSS, baik di pusat maupun di daerah, termasuk pilar-pilar KKSS. Namun demikian, saya menambahkan satu aspek penting, yaitu penguatan internal organisasi KKSS. Ketiganya adalah fondasi yang saling melengkapi—pendidikan mencerdaskan, ekonomi menyejahterakan, dan organisasi memperkokoh wadah persaudaraan.
Mengapa budaya menjadi titik tumpu? Karena budaya lah yang mempersatukan kita semua dalam rumah besar KKSS. Kita boleh memiliki banyak organisasi lain, tetapi hanya KKSS yang berlandaskan budaya Sulawesi Selatan terdiri dari Bugis, Makassar, Mandar, dan Toraja (Gismandarto) seperti yang telah digagas oleh almarhum Andi Baso Amir. Budaya dan kampung halaman menjadi perekat warga KKSS, sekaligus sumber inspirasi Ketua Umum dalam merumuskan program prioritas yang berakar pada identitas dan jati diri kita.
Bidang Pendidikan: Membangun Generasi Berkarakter dan Unggul
Pendidikan adalah kunci masa depan KKSS. Saya mengusulkan agar setiap BPW KKSS mendirikan sekolah unggulan di wilayahnya, dengan nama SD, SMP, SMA, hingga Universitas KKSS, yang dikelola melalui Yayasan KKSS. Langkah ini akan memperkuat eksistensi dan kontribusi KKSS dalam dunia pendidikan, sekaligus menjadi wahana pembinaan karakter berbasis budaya.
Selain itu, setiap BPW perlu mengirimkan daftar anak-anak KKSS berprestasi untuk mendapatkan beasiswa pendidikan di berbagai jenjang. Untuk menopang ini, Yayasan Pendidikan KKSS Pusat perlu segera dibentuk sebagai payung nasional, dengan cabang di setiap BPW. Yayasan ini juga bisa bersinergi dengan Yayasan Partisipasi Pembangunan Sulawesi Selatan (YPPSS) yang telah lebih dulu berdiri dan saya pimpin saat ini.
Bidang Ekonomi: Membangun Kemandirian dan Solidaritas Usaha
Dalam bidang ekonomi, KKSS perlu melahirkan gerakan kemandirian berbasis komunitas. Saya mengusulkan agar setiap BPW memiliki Pasar KKSS, yang menjadi pusat ekonomi warga dan wadah UMKM lokal.
Selain itu, pendirian BPR KKSS akan memberikan akses modal bagi pelaku usaha dengan prioritas bagi pemegang KTP KKSS, sehingga ekonomi internal tumbuh secara berkeadilan. Kita juga perlu menerbitkan Yellow Pages KKSS, direktori bisnis yang memungkinkan antarwarga KKSS saling mengenal dan bertransaksi secara internal.
Di wilayah yang memiliki potensi wisata, KKSS dapat mendirikan Kampung KKSS atau pusat budaya yang menjual produk khas Sulawesi Selatan, seperti pakaian adat, kuliner, kerajinan, hingga buku-buku budaya. Dilengkapi panggung seni budaya, kampung ini akan menjadi etalase hidup budaya Bugis, Makassar, Mandar, dan Toraja, serta sumber ekonomi kreatif baru bagi warga.
Bidang Organisasi: Menata Kelembagaan dan Kaderisasi
Sebagai organisasi besar, KKSS perlu terus memperkuat kelembagaan dan kaderisasi. Pertama, perlu ada penyesuaian AD/ART, sebab kini tidak hanya perantau yang menjadi warga KKSS, tetapi juga mereka yang tinggal di Sulawesi Selatan sendiri. Dengan demikian, KKSS benar-benar menjadi wadah seluruh orang Sulawesi Selatan, di manapun mereka berada.
Kedua, nomenklatur KKSS tetap relevan—Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan, bukan Kerukunan Keluarga Provinsi Sulawesi Selatan, karena sejak awal ia lahir dari kesadaran budaya Gismandarto, bukan administratif pemerintahan. Walau kini terdapat dua provinsi di Sulawesi Selatan, semangat kebersamaan budaya tetap satu.
Ketiga, bidang Organisasi, Kaderisasi, dan Keanggotaan (OKK) harus diisi oleh orang-orang yang bijaksana, memahami manajemen organisasi, dan berjiwa rekonsiliatif. Dalam organisasi besar seperti KKSS, perbedaan pendapat adalah hal wajar, namun hanya bisa diselesaikan secara arif melalui mekanisme AD/ART. Karena itu, pengurus OKK sebaiknya adalah mereka yang paham benar tentang dinamika sosial, nilai budaya, dan tata kelola organisasi modern.
Masukan ini semoga menjadi sumbang pikir untuk memperkuat arah Rakernas KKSS. Saya percaya bahwa pendidikan, ekonomi, dan budaya adalah tiga pilar utama yang akan membawa KKSS menjadi organisasi modern yang berakar pada tradisi, serta menjadi rumah bersama bagi seluruh warga Sulawesi Selatan di mana pun mereka berada.
Dengan menjadikan budaya sebagai napas gerak, pendidikan sebagai jalan, dan ekonomi sebagai penguat, KKSS akan terus tumbuh menjadi simbol solidaritas dan kemandirian yang membanggakan.
Penulis juga Ketua Dewan Pembina YPPSS 2025–2030 dan Pendiri & Owner PT. MBT Utama (1974)













