Dari Paguyuban ke Gerakan Sosial, Jalan Baru KKSS Menghadapi Perubahan Zaman

0
78
- Advertisement -

 

Kolom Dr. Salahuddin Yahya

Jejak Perantauan dan Kerentanan Baru
Di berbagai kota besar Indonesia hingga sudut-sudut perantauan di mancanegara, keberadaan warga Sulawesi Selatan selalu menghadirkan satu kesamaan yang tak berubah dari dulu sampai sekarang. Mereka datang dengan keberanian yang nyaris menjadi identitas, merantau dengan keyakinan bahwa laut kehidupan, betapapun bergelombang, selalu menawarkan harapan baru. Ungkapan pada lao teppada upe menjadi penanda realitas sosial bahwa perjalanan setiap perantau tidak pernah setara. Ada yang berlabuh dengan tenang, tetapi tidak sedikit pula yang harus menghadapi kerasnya hidup di kota asing tanpa jaringan perlindungan yang kuat.
Kerentanan semacam ini jarang muncul dalam narasi dominan mengenai perantauan. Yang sering mencuri perhatian adalah kisah sukses para pengusaha, profesional, atau tokoh publik yang mengalami mobilitas sosial cepat. Namun tersembunyi di balik kisah itu adalah kehidupan banyak perantau yang menjalani perjuangan sunyi, menghadapi ketidakpastian penghasilan, tekanan psikologis, dan keterbatasan modal sosial. Pada titik inilah organisasi diaspora seperti Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan menemukan relevansi terdalamnya. Bukan sekadar wadah nostalgia, tetapi ruang sosial yang seharusnya sanggup memastikan bahwa solidaritas tidak pernah padam.
Mukernas BPP KKSS 2025 di Makassar menjadi cermin bahwa organisasi ini perlu keluar dari pola lama yang seremonial dan lamban. Dunia bergerak cepat dan kebutuhan sosial warga diaspora makin kompleks. Struktur besar dan kegiatan yang hanya muncul ketika ada acara besar tidak lagi memadai untuk menjawab tantangan sosial yang nyata.

Era Cair dan Kebutuhan akan Jangkar Sosial
Dalam teori sosial kontemporer, Zygmunt Bauman menggambarkan modernitas hari ini sebagai kehidupan yang cair. Identitas, pekerjaan, relasi sosial, bahkan orientasi nilai berubah dengan ritme yang tak menentu. Situasi ini membuat individu cenderung kehilangan kepastian dan mencari tempat berpegangan. Dalam konteks tersebut, organisasi diaspora dapat menjadi jangkar sosial yang memberi rasa aman dan makna.
Namun peran itu tidak mungkin dijalankan jika KKSS bertahan sebagai paguyuban tradisional. Ikatan emosional berbasis asal daerah tidak cukup untuk menghadapi tantangan zaman yang ditandai oleh mobilitas tinggi, disrupsi pekerjaan, dan tekanan psikologis. Organisasi diaspora harus mampu membangun struktur yang adaptif, responsif, dan peka terhadap dinamika sosial yang lebih luas.
Di sinilah tuntutan transformasi organisasi menjadi nyata. KKSS harus menggeser orientasinya dari wadah silaturahmi menjadi gerakan sosial diaspora yang memiliki visi jangka panjang dan kapasitas kelembagaan yang profesional.

Stratifikasi Baru dalam Diaspora
Tantangan utama yang mengemuka dalam komunitas diaspora adalah ketimpangan sosial di antara anggotanya. Bagi mereka yang berada pada posisi sosial mapan, KKSS sering dipahami sebagai ruang jejaring dan silaturahmi. Namun bagi kelompok rentan seperti pekerja migran, buruh informal, pedagang kecil, sopir, atau mahasiswa perantau, organisasi ini bisa terasa jauh dari kebutuhan riil mereka.
Fenomena ini menunjukkan lahirnya stratifikasi baru dalam komunitas diaspora. Modal sosial tidak terdistribusi secara merata. Sebagian anggota menikmati jaringan kuat yang membuka kesempatan, sementara yang lain terperangkap dalam lingkungan sosial terbatas. Tanpa intervensi, jurang ini akan makin melebar dan mengancam kohesi sosial internal.
Dalam konteks ini, KKSS dituntut untuk menjembatani kesenjangan tersebut. Solidaritas harus bergerak dari yang sifatnya sentimental menjadi terorganisasi. Tidak cukup mengandalkan kepedulian spontan, melainkan membutuhkan desain kelembagaan yang memastikan bahwa bantuan, dukungan, dan akses sosial dapat menjangkau kelompok yang paling membutuhkan.

Solidaritas Terorganisasi di Era Jejaring
Manuel Castells menggambarkan masyarakat modern sebagai networked society, sebuah tatanan sosial yang kekuatannya bergantung pada kemampuan membangun jejaring informasi dan komunikasi. Kekohesifan tidak lagi ditentukan oleh tempat berkumpul secara fisik, tetapi oleh bagaimana organisasi mengelola aliran data dan informasi untuk menciptakan tindakan kolektif.
KKSS memiliki potensi luar biasa dalam konteks ini karena anggotanya tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia dan di luar negeri. Namun potensi itu hanya dapat dioptimalkan jika organisasi mampu mengelola jaringan tersebut secara sistematis. Ke depan, solidaritas harus dimaknai sebagai proses yang terencana, berbasis data, dan dijalankan lintas wilayah secara terkoordinasi.
Solidaritas terorganisasi inilah yang menjadi fondasi bagi KKSS untuk bertransformasi menjadi kekuatan sosial diaspora yang tidak hanya merespons keadaan, tetapi juga mampu melakukan intervensi preventif.

Data sebagai Fondasi Kerja Sosial
Salah satu lompatan besar yang perlu dilakukan KKSS adalah membangun sistem informasi sosial yang rapi dan terkelola. Tanpa data, organisasi diaspora akan terus terjebak dalam pola kerja yang reaktif dan sporadis. Padahal kerja sosial modern membutuhkan pemetaan kebutuhan sosial anggota secara menyeluruh.
Data bukan sekadar statistik, tetapi representasi atas kondisi riil warga perantau. Dengan data, KKSS dapat mengetahui berapa banyak anggotanya yang bekerja di sektor informal, berapa yang membutuhkan dukungan ekonomi atau psychosocial support, dan siapa saja yang dapat menjadi sumber daya untuk saling menguatkan. Data juga memungkinkan pemetaan potensi ekonomi, kapasitas pendidikan, hingga jejaring profesional yang dapat dimobilisasi.
Dengan data sebagai fondasi, program sosial dapat bergerak dari yang sifatnya karitatif menjadi transformatif. Bantuan tidak hanya menutup lubang kesulitan sesaat, tetapi membuka jalan bagi mobilitas sosial baru.

Nilai Budaya sebagai Energi Moral
Dalam perjalanan panjang peradaban Bugis-Makassar, nilai siri dan pacce telah menjadi sumber etika kolektif. Siri adalah kehormatan yang harus dijaga. Pacce adalah empati yang harus diwujudkan dalam tindakan. Dalam konteks modern, nilai ini bukan sekadar ingatan budaya, tetapi dapat menjadi energi moral yang menghidupkan kerja sosial.
Nilai budaya yang terinstitusionalisasi dalam sistem kerja organisasi akan memberikan arah moral bagi kebijakan sosial, memastikan bahwa intervensi yang dilakukan bukan sekadar prosedur administratif, melainkan aktivitas yang mengandung kehangatan komunitas. Nilai siri dan pacce memberi pijakan bagi KKSS untuk tetap humanis di tengah tuntutan profesionalisme organisasi modern.

Menuju Organisasi Diaspora Modern
Transformasi KKSS memerlukan keberanian untuk mereformasi cara kerja. Organisasi diaspora modern bergerak dengan prinsip keterbukaan, akurasi data, respons cepat, dan kolaborasi lintas aktor. Model seperti ini dapat dilihat pada diaspora India, Filipina, dan Turki yang berhasil mengembangkan organisasi perantau mereka sebagai kekuatan ekonomi dan sosial yang strategis.
KKSS memiliki modal budaya dan modal sosial yang kuat. Yang diperlukan adalah mengorganisasikan modal tersebut melalui tata kelola yang profesional. Keberhasilan organisasi tidak lagi diukur dari kemeriahan acara, tetapi dari sejauh mana organisasi mampu meningkatkan daya hidup anggotanya, membangun jejaring saling bantu, dan berkontribusi pada pembangunan di tanah asal.

Menatap Masa Depan Diaspora Sulawesi Selatan
Generasi muda diaspora tumbuh dalam lingkungan digital yang sangat berbeda dengan generasi sebelumnya. Aspirasi mereka lebih cair, mobilitas mereka lebih tinggi, dan cara mereka berkomunitas tidak lagi terikat pada ruang fisik. Organisasi diaspora yang ingin tetap relevan harus bersentuhan dengan realitas ini.
KKSS berada pada persimpangan sejarah. Pilihannya adalah bertahan sebagai paguyuban yang bergerak dalam ritme tradisional atau melangkah maju sebagai gerakan sosial diaspora yang modern. Pilihan kedua menuntut keberanian untuk berubah, tetapi membuka jalan bagi peran yang lebih besar dalam menghadapi dinamika zaman.
Jika transformasi kelembagaan ini dijalankan secara konsisten, KKSS akan mampu menjadi jangkar sosial yang mencegah anggotanya terhanyut oleh kerasnya kehidupan modern. Di tengah ketidakpastian zaman, setiap perantau membutuhkan rumah sosial yang melindungi dan memampukan. KKSS dapat menjadi rumah itu ketika ia menata diri menjadi organisasi diaspora modern yang berpihak pada warganya.
Perjalanan ini baru dimulai. Namun arah perubahan telah terlihat jelas. Dari paguyuban menuju gerakan sosial, KKSS memiliki peluang besar untuk menjadi kekuatan moral yang memampukan, bukan sekadar organisasi kultural yang mengenang masa lalu. Dan dalam dunia yang penuh ketidakpastian, transformasi semacam itu bukan hanya relevan, tetapi mendesak.

Penulis, Ketua Departemen Sosial BPP KKSS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here