PINISI.co.id- Sumber internal Kementerian Pertanian dan sejumlah pengamat media senior yang memilih anonim akhirnya angkat bicara soal akar serangan brutal majalah Tempo terhadap Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman sejak ia kembali menjabat.
“Faktanya, antara 2019–2023 Tempo pernah masukkan proposal kerja sama media berbayar ke Kementan. Nilainya ratusan juta hingga miliaran per tahun: iklan resmi, advertorial, liputan khusus, plus jaminan narasi positif dari APBN,” ujar sumber senior di lingkup Kementan.
“Begitu Pak Amran masuk lagi Oktober 2024, semua proposal itu langsung ditolak keras. Nol rupiah mengalir. Sejak hari itu, Tempo berubah wajah jadi mesin propaganda hitam,” tambahnya.
Selain itu, suara publik terdengar dari salah satu Pengamat media senior yang puluhan tahun berkecimpung di industri ini menegaskan cerita ini sudah lama berputar di kalangan praktisi. Kalau proposal miliaran ditendang, redaksi marah itu manusiawi. Tapi balas dendam lewat serangan pribadi dan sabotase kebijakan negara secara sistematis? Ini sudah bukan jurnalisme, ini pemerasan berjas dan berkantor redaksi.
Pengamat ini melanjutkan, yang paling mencolok setiap kebijakan yang jelas-jelas pro-petani selalu dikritik berlebihan, bahkan sampai dicari-cari celahnya seolah ingin membuktikan bahwa semua program pasti gagal. Sebagai contoh Pompanisasi gratis untuk ratusan ribu hektare sawah? Tempo bilang “boros anggaran, pompa bakal rusak tahun depan”. Pupuk subsidi ditambah alokasinya sampai 9,5 juta ton? Langsung ditulis “risiko penyelewengan tinggi”. Program food estate di lahan marginal yang berhasil tanam jagung dan singkong? Disebut “bencana ekologis” padahal lahan itu dulu terbengkalai pulan, kini panen. Bantuan benih unggul dan alsintan gratis ke kelompok tani? Diangkat jadi “pemborosan APBN demi pencitraan”.
“Semua yang berbau bantuan langsung ke petani kecil selalu dibabat habis-habisan,” kata sumber Kementan. “Padahal data produksi naik, harga gabah petani stabil di atas HPP, inflasi pangan terkendali. Tapi bagi Tempo, fakta itu seperti musuh.”
Sebagai informasi tambahan saat ini kata sumber ini, bukti serangan terencana yang paling nyaring adalah “Poles-poles Beras Busuk” (16 Mei 2025) – menuduh cadangan beras nasional cuma polesan beras jelek, padahal stok CBP tertinggi sepanjang sejarah dan impor turun drastis.
“Gegeran Pangan di Bawah Amran Sulaiman” menggambarkan pompanisasi dan optimalisasi lahan sebagai bencana, padahal produksi padi 2025 melonjak.
“Populisme Pertanian Amran Sulaiman” menyerang pribadi menteri dengan label populis, sengaja mengabaikan lonjakan produksi beras, jagung, bawang merah, dan cabai yang tekan harga pasar.
“Polanya selalu sama: potong data, buang konteks, tiup kekurangan kecil jadi kiamat, lalu kasih judul provokatif. Ini eksekusi karakter, bukan reportase,” tegas pengamat tadi.
Menurut informasi lain di internal Kementan, mereka menyebut tidak pernah bayar Tempo sepeser pun, dulu maupun sekarang. Semua kegiatan komunikasi transparan dan sesuai aturan. Tapi justru setelah ditolak total, serangan mereka makin ganas dan terpola.
Di akhir perbincangan, sang pengamat senior hanya menghela napas panjang, lalu berkata pelan: “Dulu Tempo sering mengklaim dirinya ‘penjaga demokrasi’. Sekarang, setiap kali ada program yang bikin petani senyum, pompa gratis, pupuk murah, benih bagus langsung jadi bahan baku fitnah. Seolah-olah petani kecil tidak boleh dapat bantuan kalau Tempo tidak dapat jatah proyek.
Menurutnya makin hari, publik semakin paham yang mereka jaga bukan demokrasi, tapi kantong redaksi,”Dan harga yang harus dibayar petani karena itu terlalu mahal.” (Man)













