Kontribusi Agronomi untuk Pendayagunaan Lahan Cetak Sawah Menuju Swasembada Pangan Berkelanjutan

0
58
- Advertisement -

PINISI.co.id- Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menjadikan swasembada pangan sebagai prioritas utama sejak awal masa jabatan. “Indonesia harus segera swasembada pangan dalam waktu sesingkat-singkatnya. Kita tidak boleh bergantung pada sumber pangan dari luar negeri,” tegas Presiden saat pelantikannya di Gedung Nusantara, 20 Oktober 2024.

Terkait hal itu, Menteri Pertanian Dr. Ir. Andi Amran Sulaeman, MP menegaskan bahwa swasembada pangan adalah fondasi ketahanan nasional. Pangan tidak semata komoditas ekonomi, tetapi instrumen strategis untuk memperkuat kedaulatan bangsa, mengurangi impor, serta mengangkat martabat petani. Karena itu, pencapaian swasembada memerlukan sinergi kebijakan, inovasi teknologi, dan optimalisasi lahan, termasuk pemanfaatan lahan hasil cetak sawah.

Akan halnya Wakil Menteri Pertanian, Dr. Sudaryono, B.Eng., MM., MBA, menambahkan bahwa pemerintah terus berupaya mewujudkan cita-cita Presiden. “Mari seluruh komponen bangsa bahu-membahu menjaga ketahanan pangan agar martabat bangsa tetap tegak,” ujarnya dalam forum diskusi grup di Gedung Display PRMP Perkebunan
Bogor, Rabu, 26 November 2025.

Tantangan dan Upaya Cetak Sawah

Lahan sawah merupakan basis produksi padi dan kunci keberhasilan swasembada. Namun, alih fungsi lahan, degradasi tanah, dan keterbatasan lahan subur menjadi tantangan serius. “Sawah adalah hasil kerja para petani terdahulu yang tekun dan terstruktur. Setiap generasi selayaknya mencetak sawah untuk diwariskan. Proses ini tidak instan, jangan mudah menyerah,” kata Prof. Dr. Budi Mulyanto, MSc, Ketua Kehormatan HITI sekaligus Rektor Universitas Nusa Bangsa.

Pada 2025, pemerintah menargetkan cetak sawah baru seluas 225.000 ha di 17 provinsi. Berdasarkan survei, investigasi, dan desain (SID) oleh perguruan tinggi, tersedia 206.999 ha (92%). Hingga 21 November 2025, realisasi fisik mencapai 21,38% atau 48.108 ha. Hambatan yang muncul meliputi kendala teknis lapangan, administrasi, sosial kelembagaan, dan konstruksi. “Pemerintah melakukan percepatan dengan menambah alat, tenaga, dan hari kerja, serta meminta masukan agronomi dari para ahli,” ujar Plt. Dirjen Lahan dan Irigasi Pertanian, Dr. Ir. Hermanto, MP.

Sementara itu optimalisasi lahan cetak sawah membutuhkan pendekatan agronomi yang komprehensif, mulai dari pemilihan varietas adaptif, pengelolaan tanah dan air, hingga sistem budidaya sesuai karakteristik agroekosistem.

Prof. Dr. Baba Barus, MSc (IPB University) menyampaikan bahwa di lapangan terdapat cetak sawah yang berhasil, kurang berhasil, dan yang gagal. “Yang berhasil harus direplikasi, sementara yang kurang berhasil dievaluasi dengan teknologi yang tepat.

Menurut Ketua Umum Peragi, Prof. Dr. Ir. Andi Muhammad Syakir, MS, mayoritas lahan cetak sawah berada di lahan suboptimal seperti rawa pasang surut, lebak, dan lahan kering marginal. Setiap jenis lahan memiliki kendala spesifik seperti kemasaman tanah, drainase buruk, atau retensi hara rendah. Teknologi agronomi adaptif—ameliorasi tanah, pemupukan berimbang, varietas toleran, serta pengelolaan air mikro menjadi kunci. “Tanpa intervensi agronomi yang tepat, lahan cetak sawah berpotensi terbengkalai,” kata Syakir.

Jejak Besar Menteri Pertanian

Selain mencetak sawah, Mentan Amran Sulaeman dinilai berhasil menorehkan 13 capaian besar yang mengubah peta pangan Indonesia. “Langkah berani Mentan telah memukul mundur praktik gelap yang merugikan petani dan merusak sistem pangan,” ujar Syakir.

Beberapa capaian tersebut antara lain harga pupuk subsidi turun hingga 20% dan akses dipermudah hanya dengan KTP, tidak ada impor beras medium sepanjang 2025, produksi beras nasional mencapai 34,77 juta ton, mendekati prediksi USDA dan NTP mencapai 124,33 pada Oktober 2025 serta pemberantasan mafia pupuk palsu senilai Rp3,2 triliun serta praktik curang minyak goreng dan beras oplosan.

Selain itu Kementan kembali meraih opini WTP, harga Pembelian Pemerintah untuk gabah naik dari Rp5.500 menjadi Rp6.500/kg, cadangan beras Bulog mencapai 4,2 juta ton, tertinggi sepanjang sejarah dan modernisasi pertanian melalui 385 ribu unit alsintan serta Program Pompanisasi Nasional yang menyelamatkan jutaan hektare sawah dari kekeringan akibat El Niño.

Sebagai bentuk apresiasi, Peragi menganugerahkan Agri Yudha Utama Peragi Award kepada Menteri Pertanian Amran Sulaeman dan Agri Taruna Utama Peragi Award kepada Wakil Menteri Pertanian Sudaryono.

Agri Yudha Utama diberikan kepada sosok pejuang ketahanan pangan dengan kepemimpinan visioner. Sementara Agri Taruna Utama diberikan kepada pemimpin muda yang dinilai membawa dinamika, inovasi, dan sinergi dalam transformasi pertanian, termasuk penguatan organisasi petani seperti HKTI.

Selain itu, acara FGD juga disertai penandatanganan Nota Kesepahaman antara Peragi, HKTI, dan KTNA untuk
a) sinergi program swasembada pangan,
b) peningkatan kapasitas SDM,
c) optimalisasi potensi sumber daya pertanian.

Peragi juga menandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Ditjen Lahan dan Irigasi Pertanian terkait pendampingan dan pengembangan profesi keagronomian. (Lif)

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here