PINISI.co.id- Meski sudah merdeka 75 tahun, Indonesia pada kenyataannya belum merdeka dari kerusakan alam dan bencana lingkungan.
Betapa tidak. Di dunia, kita dikenal sebagai penyumbang sampah plastik terbanyak setelah China, dan penyampah makanan terbesar setelah Arab Saudi.
Maka terasa istimewa dua buku yang ditulis dengan apik oleh Egy Massadiah, seniman dan jurnalis senior ini, perihal Kiprah Doni Monardo Menjaga Alam: Secangkir Kopi Pahit di Bawah Pohon dan Sepiring Sukun di Pinggir Kali. Keduanya terbit pada Mei tahun 2020 ini.
Dua judul ini saja kadung menggambarkan bagaimana penulis berupaya mendekatkan pembacanya dengan alam.
Sebetulnya, penulisnya sendiri adalah pecinta lingkungan dan sedikit banyak berinteraksi dengan sosok yang ditulisnya. Sama-sama di Gugus Tugas Penanganan Covid-19 di mana Letjen TNI Doni Monardo sebagai Ketuanya dan Egy menjadi staf dan, sebelumnya di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) – Doni sebagai Kepala BNPB.
Kedua buku ini disajikan dengan penuturan yang renyah, lancar, dan dihiasai sejumlah foto dengan warna yang mendukung narasi tentang bagaimana kiprah Doni yang mengajak kita mencintai lingkungan.
Mencintai lingkungan dimulai dari yang kecil-kecil; seperti Doni teladankan, semisal tidak menggunakan botol air kemasan dari plastik, atau senantiasa mengajak kita memilah sampah dari rumah, atau menanam sebuah pohon di mana kita tinggal.
Doni memang seorang jenderal yang hirau pada lingkungan. Tidak banyak orang seperti dirinya, di tengah kerusakan dan kehilangan hutan setiap hari yang mendera Indonesia; entah akibat konversi lahan, pembukaan lahan baru baik ilegal maupun tidak.
Begitulah, Doni lewat program ‘emas hijau’ dan ‘emas biru’ menggali sumber alam demi kemakmuran rakyat. Konsistensinya yang berpihak pada alam dan lingkungan ditunjukkan pada pola hdupnya sehari-hari. Dari yang remeh, memungut sampah, hingga kampanye hidup sehat dan memakan sumber karbohidrat lokal sehingga kita tidak melulu menjadi importir beras terbesar di dunia.
Kecintaan Doni terhadap alam ia selami sejak remaja sampai jadi perajurit dan lebih-lebih sekarang ni. Upayanya menggalakkan menanam pohon, ia awali dari lingkungan paling dekat, yaitu keluarga.
Karena itu dibutuhkan lebih banyak lagi Doni-Doni dan tentu juga Egy-Egy — yang begitu peduli terhadap lingkungan.
Tantangan Indonesia ke depannya, dihadapkan pada kerusakan lingkungan, ancaman bencana alam yang setiap tahun makin masif. Banjir, longsor, kebakaran hutan; sedikitnya dipengaruhi oleh kerusakan alam.
Ekonomi esktraktif, konversi lahan, perluasan tambang dan kelapa sawit, hingga program pembukaan sawah baru di lahan gambut, yang sekarang dirintis, meski selau gagal dari rezim ke rezim, adalah ancaman lingkungan.
Untuk itu, mulai saat ini, mari mencintai alam. Dimulai dari diri sendiri, sebagaimana pesan Doni untuk mencegah bencana yang lebih dahsyat: dengan menanam pohon. [Lip]