Kolom Ruslan Ismail Mage
Beberapa waktu lalu ketika memulai kuliah perdana, kurang lebih 150 orang mahasiswa keheranan dan saling berpandangan ketika saya memulai kuliah dengan mengatakan “kalau ingin sukses silahkan jual diri”. Belum berhenti keheranan mereka, saya langsung menjelaskan fenomena prostitusi online lewat media sosial dan prostitusi artis yang bertarif ratusan juta rupiah. Tidak sedikit diantara mereka mengkerutkan keningnya kurang merespon konsep jual diri, dan itu wajar karena konsep jual diri yang dipahami selama ini selalu berkonotasi negatif.
Bukan hanya 150 orang mahasiswa baru terkejut ketika saya menyuruhnya jual diri kalau ingin menjadi sukses atau kaya. Anda pun yang sedang membaca tulisan ini hampir bisa dipastikan konstruksi pemikirannya cenderung negatif memaknai konsep jual diri. Namun jangan keburu apriori terhadap konsep jual diri sebelum selesai membaca tulisan ini, karena apriori terhadap tulisan ini laksana membiarkan lampu penerangan jalan di kompleks perumahan Anda korsleting. Untuk mencari pembenaran, berikut penjelasannya.
Suatu hari saya menemani istri berbelanja di pasar tradisional untuk membeli kebutuhan dapur. Seperti biasanya kalau ingin membeli ikan, pasti ke langganannya walaupun di tempat lain bisa jadi lebih murah harganya. Begitu pula kalau membeli sayur-sayuran selalu setia pergi ke tempat langganannya. Namun ada yang berbeda kali ini. Ketika hendak membeli ikan, istri saya melewati tempat langganannya. Hal yang sama terjadi juga ketika ingin membeli sayur lebih memilih membeli di sebelah langganannya.
Melihat sikap istri yang mengabaikan langganannya selama ini, sudah pasti sebagai penulis menjadi menarik dan penting untuk diamati. Menjadi menarik karena pasti ada sesuatu penyebab perobahan sikap ini. Menjadi penting, karena bisa jadi perobahan perilaku ini mengandung nilai-nilai pembelajaran yang bisa dibagi kepada sahabat pembelajar.
Sesampai di rumah saya bertanya, kenapa tidak berbelanja lagi di tempat langganannya? Sesaat kemudian dijawab, saya malas berbelanja kalau bukan ibunya yang jualan. Tadi itu yang jualan anaknya, orangnya kaku dan bawaannya cemberut tidak pernah tersenyum apalagi menyapa pembelinya. Sementara di tempat penjual sayur yang jualan suaminya bukan ibunya. Suaminya itu orangnya kurang familiar dalam meladeni pembeli, bahkan terkadang kurang sopan dengan melempar belanjaan di depan kita.
Disinilah pentingnya memahmi konsep jual diri versi tulisan ini. Dari dua kasus di atas, nampak sekali perbedaan selisih harga kepribadian yang begitu jauh. Ibu penjual ikan dan ibu penjual sayur berhasil memikat hati pembelinya, karena pada dasarnya tidak sekadar hanya menjual ikan atau menjual sayur, tetapi lebih dari itu “sukses menjual dirinya” melalui senyumnya, keramatamahannya, dan kesantunannya menghargai pembeli dengan sopan. Sementara di sisi lain anak ibu penjual ikan dan suami ibu penjual sayur gagal menjual dirinya dengan penampilan yang kaku dan kurang bersahabat, sehingga dijauhi pembeli.
Sahabat pembelajar, pesan yang ingin disampaikan kalau ingin sukses maka juallah dirinya melalui senyum familiarnya yang santun, juallah dirinya melalui etika perilakunya yang sopan. Bukan menjual tubuh! Menjual diri dan menjual tubuh mempunyai selisih harga yang jauh. Senyumku yang ikhlas dan etikaku yang sopan adalah diriku, bukan tubuhku.
Kaitan dengan itu filosofi dagang orang Cina menarik dimaknai, “Jangan bermimpi menjadi pengusaha kalau malas tersenyum”. Singapura negara kecil tetapi menjadi madu yang dikerumuni orang-orang yang datang dari segala penjuru dunia membelanjakan uangnya ke negeri Lee Kuan Yew itu. Salah satu rahasia suksesnya karena setiap orang yang akan bekerja di sektor pelayanan publik di Singapura diharuskan mengikuti kursus tersenyum.
Jadi jangan pernah mengabaikan bahasa non-verbal kalau ingin sukses di bidang apapun yang ditekuni. Hal ini dipertegas oleh Eugane Enrich dan Gene R, Hawes dalam bukunya “Kharisma Sang Pembicara” yang mengatakan “Tubuh Anda berbicara sebelum bibir Anda”. Menurutnya sebelum bibir Anda bergerak mengucap suku kata pertama, inti sari Anda telah masuk ke dalam otak mereka. Jadi lebih 50% kesan pertama orang terhadap Anda adalah dari penilaian mereka terhadap cara Anda menatap dan bergerak.
Dalam ilmu manageman modern dijelaskan setiap orang harus bisa menjadi PR untuk dirinya sendiri. Harus mempromosikan dan menjual segala potensi yang dimilikinya kepada orang lain. Jadi ingin kaya dan sukses? Juallah dirinya, bukan menjual tubuhnya. (Salam damai tiada akhir).
Penulis : Akademisi, Inspirator dan Penggerak, Founder Sipil Institute Jakarta