Kolom Fiam Mustamin
JUMAT sore 11 September 2020 saya menerima kiriman paket pos sebuah buku novel; Surat-Surat Dari Sel Maut Robert Wolter Mongosidi (14 Pebruari 1925 – 5 September 1949) dari adik Yudhistira Sukatanya, Makassar.
Novel ini begitu menarik perhatian saya dengan beberapa hal antara lain saya sering mengutip kata-kata Wolter yang disapa Bote, nama kecil kesayangan keluarganya: Setia Hingga Terakhir Keyakinan.
Kata-kata itu adalah keyakinan jiwa Bote, yang dalam terminologi Bugis saya terjemahkan; iya ada iya gau/ satunya kata dengan perbuatan.
Kata-kata itu terselip dalam Bibel yang ikut dimakamkan bersama Bote setelah dieksekusi tembak mati.
Membaca novel ini seperti melibatkan suasana emosi/ batin apa yang sedang dialami oleh Bote dengan kaki terborgol rantai besi dalam ruangan sempit dan pengab di penjara rumah tahanan Kist Makasaar.
Dalam kondisi penyiksaan fisik sedemikian rupa kejamnya dalam kesadarannya Bote tetap teguh dalam keyakinan menulis surat-surat dan puisi di lembaran kertas serta coretan arang di tembok dinding selnya dengan kalimat pendek.
Semua itu dilakukan untuk menegaskan sikap perjuangan dan perlawanannya kepada penjajah untuk membela kemerdekaan.
Seperti salah satu suratnya : …Aku menceriterakan kepadamu… Sebagai wujud tanggungjawaku bagi masa depan kehidupan orang-orang yang aku kasihi generasi anak bangsa dan negaraku (isi tas dokumen surat-surat dan puisi Bote) yang diterima dari Opsir Yustisi kantor Raad Van Justitie Makassar Juliana Weg dibawa oleh Anton Tetencohan pesepeda kerabat Petrus Mongosidi, ayah kandung Bote.
Selain menulis surat-surat dan coretan di dinding sel,
Bote juga membaca buku-buku asing pengarang dunia; Karl Marx, Anton Pavlovich Chekhov, Fyodor Mikhailovich Destyoevsky, Karl Paul August Frederick Liebknecht yang dikirim dari gadis Milly, putri Dr Ratulangi serta buku filsafat dari wartawan M. Saleh Kamah.
Dari bacaannya itu dapat kita membacanya bahwa Bote di usianya yang masih muda sudah matang pemahamannya dengan apa yang diperjuangkannya
Perjuangan Bote dengan kawan-kawannya antara lain ; Lambert Supit, Abdurahman Saleh, Maramis, Emmy Saelan, Rauf, Akbar tak terpisahkan dengan teror dan pembantaian rakyat Sulawesi Selatan yang dikomandoi oleh R.P. Westerling dengan pasukan khusudls Depot Troepen (DST).
Operasi itu dilakukan empat gelombang: 11 s/d 16 Desember 1947 di Kampung Kalukuang, Mariso dan daerah lain sekitarnya.
Lalu 5 Maret 1947 melakukan operasi ke pelosok daerah dari Maros, Pangkajene, Sigeri, Tanete, Barru, Parepare, Polewali, Mandar sampai ke Sidenreng dan Rappang.
Penting diingat pada 28 Pebruari 1947, Bote tertangkap dan dipenjarakan dalam kamar ukuran 4 x 4 mater, 26 Maret 1949 Bote dijatuhi vonis mati dan 5 September 1949 Bote menjalani eksekusi tembak mati.
Apa Arti Pengorbanan
BEGITU besar upaya keluarga untuk mengusahakan pengampunan dengan grasi dari keluarga ayahandanya
Petrus Mongosidi.
Surat itu dari ayahnya itu: Kami hanya mengupayakan kebebasanmu, hanya Tuhan pembebasku. Ayahmu yang sangat menginginkan keselamatanmu, hanya Tuhan penyelamatku.
Jangan kecewakan ayahmu, Tidak! Keyakinanku Teguh. Hanya sekali ini permintaannya padamu.
Dr Soumokol, Menteri Kehakiman Negara Indonesia Timur mengabulkan pemindahan jenazah Bote ke
taman pemakamam umat Kristen di Pampang.
Saat penggalian jenazah terlihat masih mengalirkan darah segar dari lubang peluru di dada Bote.
Jenazah disemayamkan semalam di rumah dokter Towulia di jalan Goa Weg tepat depan jalan Sekolah Menengah Nasional, 6 September 1949.
Esoknya 7 September 1949 jenazah ditandu sepanjang 7 kilometer ke arah timur kota. Tak kurang dari 50.000 ribu pelayat yang mengiringi dan mengikuti upacara pemakaman untuk memberi penghormatan terakhir.
Peti jenazah diselimuti kain merah putih berukuran besar. Peristiwa sakral itu mengharukan yang mengiringi dengan linangan air mata, kita kehilangan Pahlawan Revolusi.
Bertumpuk karangan bunga di sepanjang jalan yang dilalui dan menyusul telegram dukacita atas gugurnya patriot sejati dengan keteguhan
Setia Hingga Terakhir Keyakinan
Merdeka atau Mati adakah berarti … Merdeka setelah Mati akankah berarti …
Pahlawan Revolusi Robert Wolter Mongosidi. Novel ini bergaya tutur naskah skenario film begitu detail dan teliti dalam penyebutan nama, waktu dan tempat yang dijelaskan dalam Glosarium 10 halaman dari 170 halaman isi dengan 28 surat surat yang merupakan sekuen/pembabakan di luar pengantar dan biodata penulisnya.
Beranda Inspirasi Ciliwung 13 September 2020