Haji Idris Laena, Anak Pulau yang Saya Kenal

0
1829
- Advertisement -

Kolom Fiam Mustamin

Tutur katanya santun dan menghormati
orang yang ditemui (mappakekebbi/mappakaraja).

Mewarisi; kejujuran (alempureng/ada tongeng), keteguhan sikap (agettengen), kearifan/kecerdasan (amaccang) dan keberanian (kewaranian dalam keyakinan kebenaran).

Ciri-ciri yang disebutkan dalam literatur Bugis (lontara) saya temukan pada diri beliau yang saat ini menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar di MPR RI.

Itulah yang mendorong saya untuk menuliskan seputaran apa saya ketetahui dengan anak pulau ini.

- Advertisement -

Begitu luasnya hal yang dapat menjadi inspirasi tentang beliau maka saya membatasi diri dengan apa yang saya ketahui.

Awal Mengenalnya

DI MASA kepengurusan KKSS era kepemimpinan H . Muhammad Taha beliau ini saya sapa saja dengan Punggawa, nama pimpinan/tokoh masyakarat pada jaman kejayaan etnis Bugis di Kesultanan Melayu Johor dan Riau di abad ke 18.

Puggawa ini menyediakan kantornya Laena Grup di hotel Kartika Chandra untuk kegiatan persiapan usaha penerbangan Selebes Air Line dan Pelayaran dari Hasil Pertemuan Saudagar Bugis Makassar.

Tiga hal yang akan saya uraikan yaitu ; pengunduran diri ketua BPD KKSS kota Bekasi, waris budaya dan harapan kedepan sebagai kader bangsa.

Mengundurkan diri sebagai Ketua Dewan Pengurus Daerah Kota Bekasi tertanggal 25 Agudtus 2020 dengan pertimbangan alasan tanggung jawabnya sebagai Ketua Fraksi Golkar yang membutuhkan konsentrasi waktu.

Pilihan ini sebagai bentuk tanggung jawabnya dalam partai untuk kepentingan yang lebih besar untuk perjuangan mencapai kesejahteraan rakyat. Partai yang dengan jelas mencantumkan tujuan itu dalam hehidupan berbangsa dan bernegara.

Kita bangga dan menghormati sikap Punggawa itu yang sekaligus menjadi cermin dalam kepemimpinan yang bertanggung jawab tidak sekedar sebuah nama jabatan/status .

Seperti kasus-kasus berhenti terpaksa dari jabatan politik karena tersangkut masalah hukum.

Dalam konteks paguyuban kekeluargaan tidaklah perlu berhenti, salah satu pengurus bisa dipih sebagai ketua pelaksana harian.

Ketua menjabat sampai akhir nasa bhakti dan keterkaitan fungsional tetap terpelihara. Sekurang kuangnya kurangnya saya masih bisa menyaksikan rapat-rapat pengurus di ruang yang saya senangi dengan ornanen dan perabotnya lazimnya sebuah ruang pada sebuah istana.

Pulau Kijang dan Indragiri

DUA nama itu telah saya baca di mata pelajaran sekokah dasar ditambah dengan cerita cerita orangtua. Ada apa dengan dua daerah itu ?

DUA daerah itu tujuan merantau orang orang Bugis yang meninggalkan kampung halamannya menghindari ganguan DI TII Kahar Muzakkar di tahun 1950 an.

Kami ke Iindragilir atas undangan bupati Rusli Zaenal yang ketika itu dalam rangka silaturahmi Warga KKSS menjelang Pilkada Guberbur Riau.

Berangkat ; Muhammad Taha. AM Fatwa. Ulla, Jumrana, Andi Hasan. M Arif dan saya.

Dari Indragiri kami bertiga mampir ke pulau Kijang di rumah salah seorang pengusaha herbal mengkudu.

Rumahya tidak jauh dari kediaman Haji Laena, orangtua Punggawa. Saya minta diantarkan ke rumah itu untuk menghayalkan bagaiman kehidupan Punggawa masa kecilnya di situ.

Kawasan pemukimam itu awalnya rawa rawa bakau yang saat ini berdiri bangunan rumah dan fasilitas umum yang permanen dan teratur penataannya.

Disepanjang perjalanan dari Kuala Tungkal ke laut lepas sampai berbelok ke muara sungai Indragiri saya
mengambil posisi berdiri untuk bisa
memandang laut lepas sampai memasuki areal muara sungai.

Terasa ada keheningan, jalan speedboat pun diperlambat, kita sedang berada di jalur/area yang kata orang tua jangan bersedagurau dan menegur apa yang dlihat bisa jadi itu buaya. ikan besar, monyet atau ular

Dari sisi kanan dan kiri sungai tumbuh rimbun pohon pohon bakau dan beraneka suara suara bunyi burung …. entah dari mana sumber bunyi itu tak nampak mata.

Dalam perjalanan menuju pulau Kijang kami singgah sholat Jumat di pemukiman yang didominasi komunitas Banjar. Di Kuala Enok, kampung Pung Hasan kami dijamu aneka rupa makanan khas Bugis lengkap dengan kepiting dan ikan sungai.

Beberapa saat sebelum merapat ke bandar Indragiri, saya larut dalam lamunan terlintas dengan kegigihan pekerja perjuangan orang orang Bugis untuk membangun daerah pemukimannya, membuka lahan pertanian, menghidupkan perdagagangan pasar untuk menunjang penghidupannya

Sesaat itu juga terlintas sejarah perjuangang orang orang Bugis, Opu Bersaudara yang menjadi bagian dari sejarah tanah Melayu. Mereka kawin mawin menjadi berkeluarga Bugis Melayu sebut misalnya Daeng Marewa mempersunnting Tengku Cik Ayu putri Tumenggung Riau. Raja Haji Ali Haji yang berketurunan Yang Dipertuan Muda Kesultanan Riau beberapa generasi.

Seperti halnya Dg Parani berjodoh dengan Tengku Komariah, Dg Tjalla mempersunting Tengku Manda dan Dg Manambung memperisterikanTenku Tipa.

Kembali ke sosok Punggawa yang dalam kepemimpinan di laut dengan sebutan Nahkoda.

Apa yang menjadi bayangan dari tulisan ini, semoga Anak Pulau yang Punggawa ini salah satu dari kader bangsa yang siap membawa melayarkan perahu berlayar mengarugi samudera sampai ke palau tujuan.

Salama Resopoa temmangingi naletei pammase aamiin

Beranda Inspirasi Ciliwung 23 September 2020.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here