Palu, Donggala, Lembasada: Menikmati Alam Pantai dan Pegunungan

0
1500
- Advertisement -

Kolom Fiam Mustamin

MENYEBUT saja tempat tempat itu sudah terasa aura lingkungan masyarakatnya, suasana alamnya dan aneka kuliner yang merangsang liur ingin segera mencicipinya.

Saya berbahagia di awal tahun 1990-an  dapat mengunjungi daerah tersebut beberapa kali begitu tiba hari libur.

Di kota Palu yang bentuk teluk pantai berpasir dapat menyaksikan matahari terbenam. Di pagi harinya dapat mandi berendam dan berenang di air asin untuk kesehatan badan. 

Tak jauh dari kota Palu arah ke pelabuhan Pantoloan, kampung nelayan Wani dapat membeli ikan-ikan segar dari nelayan yang baru pulang dari melaut.

- Advertisement -

Ikan-ikan itu dibakar ditempat lalu dicelupkan dalam air asem garam dan cabe kecil ( pasere bale)  dan dimakan bersama nasi ketan yang dibawa dari rumah. 

Lebih sensasional bila kita beredam dulu dalam keadaan basah menghadap  nengelilingi api unggun duduk makan bersama.

Ikan-ikan itu ditimbang dan dihitung per ember, bukan hitungan satuan seperti di pasar.

Ke kota tua Donggala

PERJALANAN ke Donggala menyusuri pantai lereng gunung ditempuh sekitar sejam.

Di sepanjang jalan itu kita nenemukan warung nasi ikan bakar dan Kaledo. Kaledo ini menjadi ikon kuliner yang banyak diminati orang Palu maupun dengan pendatang.

Tidak afdol rasanya jika ke Palu belum merasaksn sensasi rasa Kaledo. Konon katanya bahwa Kaledo adalah singkatan dari Kaki Lembu Donggala.

Panganan potongan tulang dan rusuk yang diramu sedemikian rupa dan dimakan bersama rebus ubi  kayu atau rebus jagung muda. Sensasinya bila mengisap lemak dari dalam rongga tulang itu.

Kota kecil Donggala dari lereng pebukitan dan pantai pelabuhan. Donggala dikenal sebagai salah satu pusat  perniagan saudagar tempo dulu. Lebih dulu dikenal dari Palu.

Di Donggala kita masih menjumpai keramaian di pasar yang menjual aneka hasil bumi dari pegunungan serta ikan laut.  Di pelabuhan itu juga masih ramai dengan kapal motor dan perahu pinisi pengangkut barang antarpulau.

Tokoh ulama KH Ali Yafie dan aktor Ray Sahetapi kelahiran dari kota niaga tua itu.

Dari Donggala menanjak dan menyusur pantai  dengan menyaksiksn perkampungan orang setempat (suku Kaili) terus ke area kaki perbukitan Bambarimi.

Dari jauh ke arah bukit-bukit itu kita dapat menyaksikan rimbunan pepohonan cengkeh yang bila masa panen tiba berdatangan sanak keluarga dari tanah Bugis ikut membantu memanen/ mengambil jasa panen. 

Pemilik kebun tidak mampu memanen sendiri sekian hektar dalam waktu yang terbatas. Cengkeh dipanen dengan menggunakan gala/ tangga bambu yang  minimal perlu dua orang, ada yang memanjat

sampai buah cengkeh dipilah untuk dikeringkan.

Buah cengkeh diliter untuk menentukan upah bagian yang memanen. Suasana panen dan memilah buah cengkeh ini juga mengasyikan dimana sang pemilik cengkeh menyediakan makanan dan kue khas Bugis.

Di daerah ini berdiam orang Bugis yang disebutnya dari Selatan yang dominan orang Soppeng dan Bone.

Suasana di kampung itu tak ubanya  di daerah Bugis yang berumah panggung, berbicara dan berlagu khas Bugis di pasar sepekan.  Saya sangat menyenangi suasana itu pergi ke  kuala/sungai untuk menangkap (massero) udang dan ikan kecil.

Dan di malam hari, pasar para warga asli tempatan turun dari pegunungan membawa barang jualannya berupa buah buahan dari hutan, madu, jagung muda atau ayam dan telornya. 

Di malam takbiran Lebaran puasa tak ubanya di kampung Bugis,  ada bunyi dari mercon bambu yang terdengar dari rumah-rumah di tengah perkebunan warga. 

Dan di hari raya Lebaran itu semua warga kampung ke masjid dengan pakaian terbaik mereka. Perempuan yang sudah hajah mengenakan pakaian hajah dengan aksesoris emasnya begitupun kaum lelakinya memakai sorban yang berliiit hitam dan aksoseris ala orang Arab.

Usai shalat Id, bersalam salamam dan saling mengunjungi tiap rumah.

Suasana itu saya rasakan berlebaran bersama komunitas Bugis di sebuah perkampungan kaki bukit yang jauh dari kota,  kemudian saya abadikan nama itu tempat perkampungan itu kepada putri sulungku Siti Nur Baseja ( Bambarimi Se  Ring Jakarta) 

Sebagai tanda syukurku dengan semua rahmatnya. Aamiin.

Beranda Inspirasi Cilwung

20 Oktober 2020

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here