Kolom Arfendi Arif
Setiap orang memiliki rasa bangga dengan kampung halamannya. Kebanggaan itu bukan saja karena ia lahir dan mengalami masa kanak-kanak dan remaja di tanah leluhurnya, namun kebangggan itu bisa juga melihat peran dan kiprah para tokoh dan orang-orang di dalamnya.
Kiprah dan peran yang membuat sebuah desa menjadi buah bibir generasi yang datang kemudian, antara lain, jika desa itu memiliki figur orang-orangnya menjadi pahlawan, memiliki tokoh pendidikan, ulama, sastrawan, dokter, saudagar, profesional, militer, politisi dan banyak lainnya.
Kebanggan itu bisa menjadi inspirasi dan ilham untuk memicu diri bagi generasi muda untuk mencapai prestasi gemilang. Anak-anak dan pemuda akan membayangkan dirinya seperti tokoh-tokoh yang menjadi idola baginya. Kemampuan untuk membayangkan dan obsesi untuk meniru peran tokoh-tokoh pujaannya ini oleh ahli psikologi disebut proses perantauan mental, yaitu sebuah sikap.positif yang mendorong untuk mencapai kemajuan meraih karir gemilang.
Desa Balingka yang terletak di pinggang Gunung Singgalang, yang masuk Kabupaten Agam, Kecamatan IV Koto, 11 kilo meter dari Bukitinggi, Sumatera Barat, adalah desa yang tidak terlalu luas. Sebuah desa kecil yang berbentuk kenegarian yang terdiri hanya tiga jorong, Subarang, Kotohilalang dan Pahambatan.
Pencaharian pokok penduduk Balingka hidup dari pertanian, sebagian pedagang dan prosentase yang sangat kecil bekerja di sektor formal, PNS dan profesional. Tetapi, cukup banyak warga ini yang menjadi perantau, baik di sekitar Sumatera Barat, provinsi Sumatera lainnya, maupun yang cukup jauh ke Pulau Jawa dan pulau lainnya.
Desa atau Nagari Balingka berdekatan dengan desa Koto Gadang, sebuah nagari yang menghasilkan banyak kaum terdidik dan intelektual serta penyumbang cukup banyak elit bangsa di awal kemerdekaan. Meskipun Balingka kalah populer dibanding Koto Gadang, Balingka pun memiliki beberapa figur yang berkontribusi dalam panggung politik nasional dan berperan di era perjuangan.
Peran dan kiprah tokoh Balingka bisa disebut memilih di sektor masyarakat, mereka bukanlah pegawai Belanda atau bekerja sebagai amtenar. Dan, Balingka bisa disebut daerah yang kuat pengaruh Islam dan orangnya taat menjalankan ibadah.
Karena itu streotipe tokoh Balingka adalah kebanyakan tokoh agama Islam dan ulama, dan kalau mereka aktif di partai politik pilihannya jelas partai Islam, kalau dalam organisasi umumnya Muhammadiyah.
Upaya untuk mendokumentasikan figur dan tokoh-tokoh Balingka sudah lama disadari. Namun, upaya kongkrit untuk hal itu tidak pernah dilakukan. Beberapa kesulitan, menjadi kendala seperti data dan bahan serta mereka yang punya waktu untuk.menulis. Jika sekarang buku ini hadir tentu mohon difahami jika ada kekurangan dan bolong-bolong di sana sini. Diharapkan pada edisi berikutnya akan dilakukan perbaikan dan penyempurnaan.
Tokoh yang ditulis dalam buku ini adalah mereka yang hidup dan lahir di tiga zaman. Mereka yang lahir sekitar tahun 1800, mengalami masa penjajahan Belanda dan Jepang ; mereka yang lahir di zaman Jepang dan mengalami masa kemerdekaan, dan mereka yang juga sempat mengalami masa Orde Baru, dan mereka yang masih sempat hidup di era reformasi, meski tidak lagi berkiprah dan telah purna bakti. Jadi yang dipaparkan riwayat hidupnya merupakan tokoh-tokoh yang sudah almarhum yang peran sejarahnya sudah selesai.
Dalam setiap masyarakat memang terdapat seseorang atau individu yang menonjol perannya. Mereka disebut sebagai minoritas creatif (creative minority). Mereka punya kemampuan yang lebih bisa karena faktor pendidikan, ketrampilan, keuletan dan kerja keras.
Tokoh Balingka yang ada dalam buku ini merupakan sosok-sosok pribadi yang punya integritas tinggi, yang memiliki jiwa pengabdian yang kuat buat masyarakat, dengan dasar dan dorongan iman kepada Allah. Tokoh- tokoh seperti Syekh Abdul Lathif Rasyidi, Syekh Daud Rasyidi, adalah ulama yang berdakwah di masyarakat, mencerahkan masyarakat dari pengaruh dan praktek agama yang dipengaruhi khurafat dan praktek menyimpang. Ia merupakan trio bersama H Idris Maruhun Kayo, seorang wali nagari pertama Balingka mensyiarkan Islam yang benar dan lurus.
Memang tokoh ulama adalah yang mayoritas dimiliki Balingka. Tokoh ulama ini ada yang intens, serius mengabdi di kampung halamannya Balingka. Mereka membimbing umat, memberikan pencerahan, menggerakkan pembangunan masjid. Nama-nama mereka memang tidak menasional, tetapi di Balingka mereka dihormati dan disegani. Sebutlah misalnya, Inyiak Abbas Kari Sutan, H.A.Malik Salik Kari Bandaro, dan seorang mubaligh wanita Rangkayo Rosma Syoe’ib dan lainnya.
Namun, ada juga ulama Balingka dengan talenta luas, artinya disamping ia dikenal di kampung halamannya, juga mobilitas dan perannya tidak semata dakwah, tetapi juga menyentuh bidang lain. Inyiak Daud Rasyidi, misalnya, dikenal sebagai murid Syekh Dr. Abdul Karim Amrullah (ayah Hamka). Dan, kiprahnya tidak hanya di kampung halaman, namun juga di luar Balingka. Ia mendirikan surau di Lapau Kayu Dama dan memiliki sekitar 300 murid. Syekh Daud Rasyidi juga pelopor mendirikan sekolah yang disebut Madrasah Taman Raya. Dan, ia juga pendiri Permi di Balingka, sebuah partai yang dikenal anti penjajah.
Putra Inyiak Daud Rasyidi yaitu HMD Daud Datuk Palimo juga tokoh yang dikenal.luas. Selain ulama ia juga aktifis politik Permi dan Masyumi, pernah jadi duta besar Indonesia untuk Irak dan pernah menjadi Ketua MUI Sumatera Barat. Datuk Palimo Kayo dikenal sebagai ulama yang konsekwen, punya tanggung jawab besar dalam menegakkan ajaran Islam.
Tokoh lain yang juga dikenal di Balingka adalah H.Buchori Tamam, yang ikut membina syiar dan ajaran Islam di kampung. Ia adalah menantu Inyiak Syekh Daud Rasyidi. Namun, keaktifitasannya yang tinggi di organisasi, terutama Masyumi dan berkenalan dengan tokoh-tokoh puncak partai berlambang bulan bintang tersebut ia ditarik ke Jakarta. Buchori sempat menjadi sekretaris jenderal Dewan Dakwah Islamitah Indonesia (DDII) dengan ketua umumnya Pak Natsir. Di kantor DDII jalan Kranat Raya 45 tersebut Buchori juga memimpin Majalah Media Dakwah.
Memang di Balingka, para tokohnya selain peduli pada dakwah, juga concern dengan kemajuan pendidikan. Hal ini misalnya dilakukan H. Djalaluddin Thaib Datuk Penghulu Basa. Ia, seorang yang menguasai pendidikan, dengan pengetahuan yang diperolehnya baik ketika ia di Makkah maupun melihat langsung di beberapa madrasah terkenal. Karena kecakapannya itu ia pernah diminta membantu mendirikan thawalib di Aceh. Djalaluddin Thaib yang kemudian menginiasi berdirinya Diniyah School di Balingka. Inilah sekolah moderen pertama di Balingka dan kedua di Minangkabau setelah diniyah school di Padang Panjang Dengan adanya diniyah school ini belajar agama bisa melalui sekolah, yang selama ini hanya melalui surau.
Djalaluddin Thaib seorang aktifis organisasi. Ia kemudian bergabung dengan Permi(Persatuan Muslim Indonesia), sebuah partai baru sebagai tranformasi dari organisasi thawalib. Dalam perkembangannya partai ini bersuara kritis dan lantang terhadap Belanda sehingga ia disingkirkan ke Digul (Irian, sekarang Papua). Dua tokoh Balingka lainnya yang ikut diasingkan adalah Muchtar Luthfie dan Ilyas Ya’cub. Muchtar Luthfie yang dikenal orator ulung, wafat di Makassar. Namanya diabadikan menjadi nama jalan dekat Masjid al Markaz al Islami, kota Makassar.
Melihat peran dan tokoh Balingka ini tidak terbatas hanya dalam dakwah dan politik, dalam bidang penting lainnya Balingka eksis juga di bidang saudagar, perguruan tinggi atau kampus, diplomat, budaya dan profesional.
Dalam bidang kewiraswastaan nama yang melagenda adalah Haji Tamin Sutan Marajo. Seorang pengusaha dengan bakat alamiah, tumbuh dari bawah hingga menjadi saudagar besar yang disegani. Meski hidup di era penjajahan, dan bersaing bukan hanya dengan pedagang pribumi dan Belanda, Haji Tamin bisa tampil menjadi pengusaha sukses.
Disamping itu haji Tamin juga sukses mengkader putera-puteranya mengikuti jejaknya menjadi pengusaha, yang masing masing punya perusahaan dan berkembang di antaranya di Sumatera Barat dan Sumatera Utara Di Jakarta industri tekstil Ratatek, sangat dikenal tahun 50-60 -an adalah milik puteranya, Rahman Tamin.
Putera-puteranya yang lain juga sukses di bidang pendidikan dan menjabat di berbagai instansi pemerintah dan swasta, di antaranya Mr.H.Djailin Tamin, diplomat di banyak negara dan duta besar untuk Syria.
Selain Haji Tamin warga Balingka juga punya H. Syamsir Hamid, seorang saudagar yang sukses berdagang Batik di Padang. Sebelumnya, Syamsir tinggal di Jakarta Jalan Pembangunan, kawasan kota. Syamsir Hamid figur yang dekat dengan warga Balingka. Ia berjasa dalam mewujudjan Gedung Balerong IKB sekarang yang ada di Karet Tengsin, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Balingka juga memiliki tokoh pendidikan yang perannya cukup bersejarah ikut terlibat mendirikan PTAIN (Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri) yang menjadi cikal bakal IAIN (sekarang UIN), yaitu Prof. Dr. Muchtar Yahya. Kelahiran Pahambatan 1907 ini adalah lulusan Mesir dan profesor pertama ahli tafsir di Indonesia. Ia mengabdi selama 60 tahun di dunia pendidikan. Sebagai dosen IAIN dan UGM di Jogja Prof. Dr.Muchtar Yahya bersama anak dan keluarganya bermukim di Jogja. Meninggal tahun 1996 dengan meninggalkan seorang isteri, sembilan anak dan 22 cucu.
Salah satu hal yang mengharukan kita adalah Balingka memiliki dua orang bidan yang pengabdiannya sangat luar biasa buat warga Balingka. Keduanya adalah Hj. Nurma Gani yang populer dipanggil One, dan kedua, Lisma Rasyid yang akrab dipanggil Inggih. Kedua bidan ini sangat dikenal di Balingka, dan sangat berjasa membantu ibu-ibu hamil dalam prises melahirkan. Dalam membantu masyarakat mereka tidak pernah mempersoalkan pembayaran, karena masyarakat memang rata-rata hidup sebagai petani yang hidup serba kekurangan.
Membaca pengalaman mereka melayani masyarakat sungguh mengharukan. Kadang mendatangi warga di ladang yang jauh penuh semak, kadang jalan gelap di malam hari karena listrik belum ada. Imbalan yang diterima hanya hasil ladang pertanian, bahkan ada yang kasbon, sampai anak keduanya lahir belum nampu membayar. Namun, keduanya melakukan dengan ikhlas dan tulus. Lisma Rasyid alias Inggih bahkan mengatakan, “Saya berniat jadi bidan karena ingin membantu warga kampung saya Balingka ,tidak berniat untuk bekerja di rumah sakit”, tuturnya.
Di bidang profesional Balingka memiliki H. Armas Rangkayo Sutan. Ia adalah orang Balingka pertama lulusan Universitas Indonesia (UI) Fakultas Ekonomi tahun 1961. Karirnya sebagai direksi di perusahaan swasta PT Indo Karya Group sebuah perusahaan yang bergerak di bidang otomotif, perakitan mobil, maskapai pelayaran dan asuransi. H. Armas juga punya usaha taksi dengan memiliki 10 buah unit armada. Ia bergabung dengan perusahaan Presiden Taksi.
Bagi warga Balingka di Jakarta H.Armas Rangkayo Sutan sangat berjasa karena ia lah motor penggerak IKB Jakarta. Sebelum ada gedung balerong IKB rumahnya menjadi pusat kegiatan. Pada masa kepemimpinan Armas berhasil diwujudkan membeli gedung balerong IKB yang terletak di Jalan Abdul Jalil Tanah Abang. H.Armas Rangkayo Sutan memimpin IKB dari 1971 sampai 1985.
Selain H.Armas Rangkayo Sutan tokoh profesional lain yang dimiliki Balingka adalah Ir.H. Suhaimi Yatim Dt.Rajo Bandaro. Inilah tokoh Balingka lulusan pertama Universitas Gajah Mada (UGM) yang meraih gelar insinyur. Ia belajar di universitas ternama di Jogja ini antara tahun 1955-1960.
Karir Ir.Suhaimi juga cukup mentereng karena ia berkarir di sebuah BUMN terkenal Waskita Karya. Suhaimi termasuk insinyur andalan di Waskita Karya dan banyak membangun proyek-proyek besar di beberapa daerah antara lain Jakarta, Pontianak, Semarang, Padang, Jogja,Solo,Kudus dan Tegal. Proyek yang digarapnya antara lain pelabuhan, gedung, hotel, irigasi, proyek air minum dan lainnya. Contoh proyek yang pernah ditanganinya adalah Hotel Ambarukmo di Jogja dan Semen Padang di Sumatera Barat.
Ir Suhaimi juga dekat dengan warga Balingka. Ia sempat nemimpin IKB yang waktu itu bernama Yayasan Surau dan Balairung Balingka 1992-1995.
Sebagai insinyur Suhaimi juga pernah berbuat untuk kampungnya Balingka, yaitu bersama masyarakat merenovasi Masjid Raya Pahambatan, membangun Musholla Al-Ittihad yang terletak antara Batutagak dan Kantor Nagari Balingka, dan memperbaiki Sekolah Taman Raya.
Menarik juga bahwa Balingka memiliki orang yang berkarir sebagai Bankir. Ia adalah Drs. H.Masnadi Nasaruddin St.Diateh. Ketua IKB 2003-2013 ini memulai karir sebagai karyawan Bank Dagang Negara(BDN), sekarang Bank Mandiri.
Pertama bertugas tahun 1973 di kantor BDN cabang Jalan Thamrin, selanjutnya karirnya meleset dengan menjadi wakil kepala cabang dan kepala cabang di cabang BDN,antara lain di Kupang ( NTT), Cimanggis,(Jawa Barat) ,Palembang, Makassar, Lampung, Padang, Gambir, (Jakarta), dan di Kantor Pusat BDN Jakarta. H. Masnadi meninggal 30 April 2015 ketika melaksanakan umroh bersama isterinya, Hj Enny Rasyidin.
Di bidang jurnalistik Balingka memiliki H.Nazif Basir. Ia adalah sosok yang sulit dicari bandingnya. Tidak hanya sebagai jurnalis, Nazif Basir juga seorang seniman di bidang tari atau koreografer.
Sebagai wartawan ia telah malang melintang di Jakarta dan Padang. Ia termasuk salah satu pendiri koran Singgalang. Nazif Basir seorang penulis cerpen yang handal, cerita bersambungnya yang akrab dengan masyarakat Minang sangat digemari pembaca.
Namun, nama besar Nazif Basir juga di bidang tari dan drama. Ia, misalnya, telah menulis dan menyutradarai 9 naskah drama dan menyutradarai 2 naskah klasik. Karya operatnya mencapai 25 judul; sandratari 4 judul, drama tari 2 judul dan konsep tari massal 2 judul. Salah satunya dipertunjukkan pada upacara pembukaan MTQ Nasional di Padang, Sumatera Barat, 23 Mei 1983. Nazif Basir bersama isterinya Elly Kasim juga telah berkeliling dunia tidak kurang dari 118 kota dan 35 negara di dunia mengadakan pertunjukan kesenian.
Balingka juga memiliki seorang sastrawan dan pengarang, Karim Halim. Awalnya, ia dikenal sebagai ahli tata bahasa. Puisi dan artikelnya dimuat di Majalah Adil di Solo, Panji Islam, Pedoman Masyarajat dan Pujangga Baru.
Karim Halim kenal baik dengan HB Yasin, sastrawan dan kritikus sastra di Balai Pustaka. Kemudian Karim Halim bekerja di Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jabatan terakhir Kepala Direktorat Pendidikan Masyarakat. Pensiun dalam usia 60 tahun dan kemudian bekerja di UNESCO sebagai tenaga ahli ditempatkan di Kabul,Afghanistan dan di Roma.
Tidak lengkap kiranya jika tidak disebutkan pula seniman kondang Balingka, yaitu Syahrul Tarun Yusuf. Meskipun hanya sebagai pengarang, namun lagunya dinyanyikan penyanyi terkenal Minang dan melagenda sampai sekarang. Tidak hanya digemari di Tanah Air, tetapi juga disukai masyarakat Malaysia.
Di bidang politik Balingka punya wali nagari yang karirnya melesat hingga menjadi anggota DPRD kabupaten dan provonsi. Ia adalah Muhammad Thamrin Datuk Penghulu Basa. Ia menjadi wali nagari selama dua periode, anggota DPRD kabupaten tiga periode, dan anggota DPRD tingkat provinsi satu periode.
Muhammad Thamrin juga adalah Ketua Golkar Kabupaten Agam, dan pernah juga sebagai Ketua DPRD Kabupaten Agam selama dua periode.
Itulah beberapa tokoh Balingka yang mewarnai sejarah Balingka, yang tidak mungkin disebutkan semuanya dan profilnya. Ada beberapa tokoh lain yang bisa kita baca dalam buku ini secara lebih luas dan lengkap.
Sejarah dan kehidupan para tokoh yang baik harus diambil hikmahnya dan pembelaran bagi generasi mendatang sebagai inspirasi untuk meraih kemajuan dan meningkatkan kualitas kehidupan. Mereka adalah tokoh inspiratif.
Bagi generasi baru Balingka yang barangkali tidak lagi mengetahui tanah leluhurnya, karena lahir di perantauan dan juga proses perkawinan yang sudah bercampur dengan suku lain, buku ini dapat memberikan gambaran dan mengenalkan pada kampung asalnya. Mari kita ajak keluarga kita untuk mengenal Balingka!***
Arfendi Arif, penggemar dan penulis buku. Tulisan ini pengantar untuk sebuah buku biografi sejarah tokoh.