Kolom Ruslan Ismail Mage
Tidak ada orang yang bisa memilih dilahirkan dalam keadaan bagaimana. Dengan kekuasan-Nya, Tuhan Yang Maha Kuasa hanya mengatakan “Kun Fayakun” maka jadilah aku bayi miskin, kemudian bertumbuh jadilah aku siswa miskin. Baju seragam sekolahku sudah berubah warna dicuci setiap hari, tapi tidak membuatku malu menuntut ilmu. Semakin bertumbuh hingga jadilah aku mahasiswa miskin. Sepatu kest satu-satunya sudah bolong tetapi semakin kenceng menghentak bumi pertiwi pergi menjemput mimpiku. Dunia materi tidak memberiku hiburan selain hanya kepedihan dan kesengsaraan, tetapi saya tidak pernah menyalahkan orang, apalagi menganggap Tuhan tidak mencintaiku.
Menyadari dunia materi tidak berpihak kepadaku, aku segera hijrah dari dunia materi menuju “the world of the mind” dengan membaca buku-buku pemimpin besar dunia. Disitulah aku bertemu dengan Bung Karno yang mengajarkanku nasionalisme, bertemu dengan Bung Hatta yang mengajarkanku ekonomi kerakyatan, bertemu dengan Mahatma Ghandi yang mengajarkanku memeluk kemanusiaan dan merangkul keadilan, bertemu dengan Bunda Theresa yang mengajarkanku menjadi pelayan kemanusiaan, bertemu dengan Thomas Alfa Edison yang mengajarkanku bersahabat dengan kegagalan, bertemu dengan Machiavelli yang mengajarkanku hitam putihnya politik, bertemu dengan Buya Hamka yang mengajarkanku menulis kajian-kajian spiritual menggunakan Ayat Suci Al-Quran dan Hadits Rasulullah SAW, bertemu dengan Pramoedya Ananta Toer yang mengajarkanku hidup dalam keabadian dengan menulis buku.
Meninggalkan dunia materi yang tidak bersahabat menuju the world of the mind adalah pemikiran Bung Karno yang menyampaikan pesan kepada anak-anak negeri, bahwa dalam kondisi apapun jangan pernah kehilangan semangat dan ide-ide pembaharuan. Kalau terlahir dalam ketidakmampuan ekonomi, ketidaksempurnaan fisik, dan ketidakberdayaan keluarga, jangan pernah kehilangan harapan, karena harapan adalah identitas kemanusiaan.
Tinggalkan dunia materi yang tidak berpihak kepada anda, lalu segera memasuki the world of the mind (pemikiran dunia) dengan membaca buku-buku biografi orang besar dunia. Ambil spirit dan energi positif yang terkandung dalam perjalanan hidupnya menjadi orang besar. Genggam api perjuangannya untuk membakar semangat anda dalam menggali seluruh potensinya.
Abraham Lincoln di masa kecilnya hingga bertumbuh remaja hidupnya memprihatinkan. Untuk membaca ia terpaksa ke tempat pembuangan sampah mencari koran dan buku-buku bekas. Kesetiannya berdamai dengan kenyataan hidupnya, dan tetap memupuk kegemarannya membaca buku-buku inspiratif mengantarnya menjadi presiden paling sempurna yang pernah dimiliki Amerika Serikat.
Sahabat pembelajar, pesan yang ingin disampaikan adalah “jika rupiah tidak mencintainya, maka cintailah hidupnya”. Jangan pernah sia-sikan hidupnya dengan terus bersahabat rasa pesisme. Singkirkan selimutnya dan bangkitlah dari tempat tidur untuk segera merubah mimpinya menjadi kenyataan. Segera memasuki the world of the mind dengan terus membaca buku-buku. Karena hanya dengan membaca anda bisa menabung sedikit demi sedikit kemampuannya. Hanya dengan membaca bukunya anda bisa bertemu dan berkenalan secara imajiner dengan pemikir besar dunia yang telah membuat sejarah dalam membangun peradaban.
Hidup ini pilihan, mau menjadi pemenang atau hanya mau menjadi tukang tepuk tangan atas kemenangan orang lain. Kalau hanya mau menjadi tukang tepuk tangan, abaikanlah membaca buku, tetapi kalau ingin menjadi pemenang, berkenalanlah dan ikuti pemikiran-pemikiran besar dunia lewat buku-bukunya, karena disitu tersaji energi dahsyat yang akan merubah mimpi indah menjadi kenyataan. Tidak sedikit data dan fakta menjelaskan, kebodohan dan kegagalan menata kehidupan, bukan karena kita miskin atau kalah berkali-kali dalam kompetisi, tetapi tidak memupuk dari awal kegemaran membaca buku. Sebagaimana Walt Disney mengatakan “ada lebih banyak harta di dalam buku daripada yang didapat perampok di Pulau Harta”.
Penulis : Akademisi, Penulis, Inspirator dan Penggerak, Founder Sipil Instutute