Investasi Miras Kontra dengan Pancasila

0
778
- Advertisement -

Kolom Dr. Sudirman, S. Pd., M. Si.

Izin investasi minuman keras (Miras) dibuka pemerintah. Hal ini tertuang di Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal, Beleid dari Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Dari sisi ekonomi perpres ini dianggap positif menghasilkan bagi negara. Sebagaimana Agus Pambagio (pengamat kebijakan publik) katakan, industri minuman keras ditetapkan sebagai daftar positif investasi yang dapat  menerangkan, aturan soal miras dapat meningkatkan wisatawan asing untuk datang ke Indonesia. Jadi perpres ini sudah sesuai dengan kearifan lokal.

Karena itu kebijakan pemerintah membuka pintu untuk investor baru baik lokal maupun asing untuk minuman beralkohol di empat provinsi yakni Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua, dinilai sudah tepat. Bahkan cuitan di twitter Ferdinand Hutafea, mengutas bahwa tidak ada satupun negara hancur karena memproduksi miras. Sementara pendapat lain menganggap perpres ini mengandung sisi negatif, bahkan Papua sangat menolak pemberlakuan aturan ini.

Polemik ini bergulir cepat khususnya di medsos. Selayaknya sebuah aturan yang lahir sudah dikaji aspek sosiologis, filosofinya terhadap masyarakat bukan hanya faktor ekonominya.

- Advertisement -

Olehnya itu embrio tulisan ini melihat dari aspek logis lewat kajian idiologi kita dalam kehidupan berbangsa, yaitu Pancasila sebagai falsafah hidup dengan mengkaji ulang lahirnya Pancasila.

Menurut Prof. Moh. Yamin, Pancasila ada dua macam arti yaitu : Panca artinya lima, Syila dengan satu i artinya batu sendi, alas atau dasar. Syiila dengan dua i artinya peraturan yang penting dan baik. Secara historis istilah Pancasila mula-mula dipergunakan oleh masyarakat India yang memeluk agama Budha. Pancasila berarti lima aturan (five moral principles) yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh para penganut biasa/awam agama Budha, yang dalam bahasa aslinya yaitu bahasa Pali.

Pancasila yang berisikan lima pantangan yang bunyinya menurut kamus ensiklopedia atau kamus Budhisme : Pertama, Panatipata veramani sikkhapadam samadiyami (Jangan mencabut nyawa setiap yang hidup), maksudnya dilarang membunuh; Kedua, Adinnadana veramani sikkhapadam samadiyami (Jangan mengambil barang yang tidak diberikan), maksudnya dilarang mencuri; Ketiga, Kameshu micchacara vermani sikkhapadam samadiyami (Janganlah berhubungan kelamin yang tidak sah dengan perempuan), maksudnya dilarang berzina; Keempat, Musawada veramani sikkhapadam samadiyami (Janganlah berkata palsu), maksudnya dilarang berdusta; Kelima, Sura merayamajja pamadattha veramani sikkhapadam samadiyami (Janganlah meminum minuman yang menghilangkan pikiran), maksudnya dilarang minum minuman keras.

Pancasila masuk dalam kasanah kesusastraan Jawa Kuno pada zaman Majapahit di bawah Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada. Istilah Pancasila terdapat dalam buku keropak Negara Kertagama yang berupa syair pujian ditulis oleh pujangga istana bernama Mpu Prapanca, selesai pada tahun 1365, yakni pada sarga 53 bait 2 yang berbunyi sebagai berikut : Yatnanhhegwani pancasyila kertasangska ranhi sakakakrama, artinya Raja menjalankan dengan setia kelima pantangan (pancasila) itu begitu pula upacara-upacara adat dan penobatan-penobatan.

Pada masa Majapahit istilah pancasila juga terdapat dalam buku Sutasoma karangan Mpu Tantular. Dalam buku Sutasoma ini istilah pancasila disamping mempunyai arti berbatu sendi yang lima (dalam bahasa Sangsekerta) juga mempunyai arti pelaksanaan kesusilaan yang lima, pancasila krama, yaitu: Pertama, Tidak boleh melakukan kekerasan; Kedua, Tidak boleh mencuri; Ketiga, Tidak boleh berjiwa dengki; Keempat, Tidak boleh berbohong; Kelima, Tidak boleh mabuk minum minuman keras.

Sesudah Majapahit runtuh dan Islam tersebar ke seluruh Indonesia maka sisa-sisa dari pengaruh ajaran moral Budha yaitu pancasila masih terdapat juga dan dikenal masyarakat Jawa sebagai lima larangan (pantangan, wewaler, pamali) dan isinya agak lain yaitu yang disebut ”Ma Lima” yaitu lima larangan yang dimulai dari kata ”ma”. Larangan tersebut adalah: Pertama, Mateni artinya membunuh; Kedua, Maleng artinya mencuri; Ketiga, Madon artinya berzina; Keempat, Madat artinya menghisap candu; Kelima, Maen artinya berjudi.

Dalam buku Memahami Pancasila (2019) karya Fais Yonas Bo’a dkk, Istilah Pancasila sudah ada sejak zaman Kerajaan Majapahit sekitar abad 14 lima (Pancasila Krama), yakni : 1. Tidak boleh melakukan kekerasan, 2. Tidak boleh mencuri, 3. Tidak boleh berjiwa dengki, 4. Tiidak boleh berlaku berbohong, 5. Tidak boleh meminum minuman keras yang memabukkan.

Artinya sejarah idiologi kita sangat jelas, TIDAK boleh miras yang memabukkan. Investasi miras, sebuah kemunduran dan bertentang dengan sendi sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Justru dengan polemik ini, kehadiran BPIP, ditunggu kajian dan petuahnya bukan menyoroti politik lewat banjir.

Menurut ustads Miftah, masih banyak usaha yang halal boleh di lakukan. Terakhir saya mau sampaikan Firman Allah, QS. Al-Ma’idah Ayat 90 Allah azzaah wajallah mengatakan “Sesungguhnya (minum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah merupakan perbuatan syaitan.”

Melalui ayat ini, Allah memerintahkan kaum mukmin untuk menjauhi perbuatan setan. Wahai orang-orang yang beriman kepada Allah, kitab-Nya, dan Rasul-Nya! Sesungguhnya minuman keras, apa pun jenisnya, sedikit atau banyak, memabukkan atau tidak memabukkan; berjudi, bagaimana pun bentuknya; berkurban untuk berhala, termasuk sesajen, sedekah laut, dan berbagai persembahan lainnya kepada makhluk halus; dan mengundi nasib dengan anak panah atau dengan cara apa saja sesuai dengan budaya setempat, adalah perbuatan keji karena bertentangan dengan akal sehat dan nurani serta berdampak buruk bagi kehidupan pribadi dan sosial; dan termasuk perbuatan setan yang diharamkan Allah. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu dalam kehidupan pribadi dan kehidupan sosial dengan peraturan yang tegas dan hukuman yang berat agar kamu beruntung dan sejahtera lahir batin dalam kehidupan dunia dan terhindar dari azab Allah di akhirat.

Tidak mencabut Peraturan Presiden tentang miras, berarti terjadi kontradiksi dengan revolusi mental, dan Pancasila itu sendiri. Semoga Badan Pembina Idiologi Pancasila (BPIP) Bersuara dan menentang pemberlakuan perpres No. 10 Tahun 2021.
Wallahu a’lam bish-shawabi 

Penulis : Dosen Filsafat Pancasila UPRI Makassar

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here