Oleh : Fiam Mustamin
Pengalaman hidup yang tak terlupakan di awal tahun 1970 an sebelum masuk Sekolah Menengah Lanjutan Atas penulis ikut seleksi School of Acting (SOA) Dewan Kesenian Makassar (DKM).
Dari situlah awalnya penulis mengenal sejumlah tokoh seniman dan budayawan ternama di kota Makassar.
Kepada siswa yang lolos sekeksi sekitar 2O orang diwajibkan menghubungi dan memperkenalkan diri semacam orientasi dengan seniman budayawan khususnya anggota DKM yang kala itu yang umumnya adalah dosen di perguruan tinggi: Universitas Hasanuddin (Unhas) dan Institut Keguruan Ilmu Pendidikan (IKIP).
Budayawan-budayawan ternama itu di antaranya Rahman Arge, Ketua DKM, teaterawan, esais, cerpenis penyair, juga menjabat Ketua Persatuan Wartawan Indonesia Cabang Makassar. Lalu ada Dr. Mattulada, antropolog budaya, Hengky Rondonuwu, penulis skenario film dan sutradara, Drs. Mangemba, dosen sastra, Indra Chandra, seni rupa, Husni Jamaluddin, Arsal Al Habsy, Jamaluddin Latief, penyair, Aspar Paturusi, penyair, novelis dan teaterawan. Selanjutnya Saleh Mallombasi teaterawan, Ichsan Saleh, penyair dan pemusik biola, Ali Walangadi, seni rupa, SA Yatimayu seni rupa. Anwar Ibrahim dan Ishak Ngelyaratan, kritikus seni.
Usai latihan olah tubuh karate dan persiapan pementasan penulis sering diajak oleh Kak Aspar naik becak ke rumahnya di ujung kota Mariso Sambungjawa jalan Cendrawasih. Penulis kenal betul rumah itu di belakang bangunan sebuah sekolah dasar, di rumah tidurnya satu rajang berkelambu.
Ada beberapa bulan pulang malam dan berangkat siang sekitar pukul 11.00 ke DKM, di Jalan Irian, di area pemukiman orang China dekat Pasar Sentral.
Kru Film Sanrego
Bila mengukur pengalaman dan pengetahuan rasa rasanya penulis belum sampai untuk menjadi kru film saat itu yang diamanatkan sebagai Asisten Art Director untuk properti dan kostum untuk sebuah film besar yang peradabannya masih di jaman lampau.
Kak Aspar terus memotivasi penulis untuk jabatan itu entah dari segi apanya Aspar berkeyakinan bila penulis bisa melakukan hal itu. Apakah dari pengamatannya di teater yang pernah penulis tangani sebagai properties dalam pementasan Jerit Tangis di Malam Buta, Di Pintu Alternatif dan Perang dan Pahlawan produksi Teater Makassar DKM.
Dari film Sanrego itu memberi pengalaman bernilai dari imu film selain sentuhan pergaulan dengan orang- orang film seperti sutradara Bay Isbahi, art director Danarto, para pemain senior Rachmat Hidayat, WD Mochtar, Wahid Chan, Hadisam Tahax, Golf Fred, Farida Arriani, Lucy Natalia, Norma Muchsin dari Jakarta selain senior dari Makassar sendiri serta kru kru lainnya.
Workshop Teater Bersama
Arifin C Noer, penulis skenario film Sanrego menyempatkan hadir di Makassar dan melakukan workshop teater bersama anak-anak teater Makassar DKM yang dipimpin oleh Aspar dengan judul improvisasi Lakekomai /mau ke mana kalian.
Dengan itu maka anak anak teater Makassar dapat menyerap konsep berteater dari Teater Kecil pimpinan Arifin C Noer.
Penulis adalah budayawan
Lif tunggu. ada foto dr lasmi.