Oleh Fiam Mustamin
Penulis bermaksud menjumpai sahabat Jenderal Tanribali Lamo, General Manager Taman Mini Indonesia Indah (TMII ) untuk berbagi dialog tentang peran TMII sebagai rumah peradaban Nusantara yang mengikat rasa kebangsaan yang beragam ras dan suku bangsa.
Di era 1980 dan 1990-an Badan Pengurus Pusat Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (BPP KKSS) dalam kepemimpinan Beddu Amang berkali-kali menjadi penyelenggara pergelaran seni dan budaya daerah dari beberapa kabupaten Sulawesi Selatan.
Kali ini Penulis bermaksud mengusulkan kiranya Luwu yang mengawali pergelaran di TMII dengan menampilkan episode naskah klasik Sawerigading Opunna Warek, putra mahkota Raja Luwu yang memperisterikan We Cudai bergelar Risompa Punnae Bola ri La Tanete, putri raja China yang mirip dengan We Tanriabeng, saudara kembar Sawerigading.
We Cudai Putri raja China di Istana La Tanete
Perjuangan pelayaran armada laut Sawerigading menuju negeri China degan perahu Wangkang dari kayu Walenreng yang diambil di Possi Tana (pusat bumi) tana Luwu.
Pelayaran ini menghadapi tantangan berat dengan keganasan alam dan bajak laut serta peperangan dengan tentara kerajaan China yang ke semuanya dapat ditaklukkan oleh laskar Sawerigading.
Raja dan laskar China yang kalah perang tidak dijadikan tawanan perang dan Raja China tetap boleh tinggal di istananya: La Tanete dengan prinsip bahwa orang Bugis Luwu tidak datang ke negeri China untuk berperang.
Kedatangannya ke negeri China untuk menjalin kekerabatan dan melamar putri raja We Cudai, wanita jelita yang tiada taranya untuk menjadi isterinya Sawerigading.
Dari perkawinan itu lahir I Lagaligo yang menjadi lagenda klasik.
Meskipun kalah perang, pada awalnya We Cudai tetap bersikukuh menolak lamaran Sawerigading yang diprovokasi oleh dayang-dayang We Cudai bahwa Sawerigading orangnya buruk muka yang tidak layak menjadi suami, pendamping We Cudai yang sangat dikagumi kecantikannya.
Sebagai gantinya, Raja China mengawinkan Sawerigading dengan We Cimpau di di istana Wallimongeng.
We Cimpau inilah yang merawat I Lagaligo sejak lahir sampai usia remaja yang tanpan penuh pesona.
Perkawinan Sawerigading dengan We Cudai dengan perjanjian bahwa Sawerigading hanya boleh menemui We Cudai di malam hari dan tanpa upacara pesta kebesaran kerajaan.
I Lagaligo diakui sebagai karya sastra/sureq/teks terpanjang dunia melebihi Mahabrata di India dan Homerus di Yunani.
Sureq I Lagaligo mendapat pengakuan sebagai Memory of The World, warisan sastra dunia dari Unesco, PBB, pada Juni tahun 2011.
Dari naskah lisan sureq I Galigo yang sebagian sudah dijadikan naskah tulisan dapat dikaji lebih mendalam menjadi referensi sastra dunia yang sebagai inspirator peradaban dalam kehidupan dan kepemimpinan bangsa
Penulis adalah budayawan