ADT, Pelopor Kuliner Moderen yang Doyan Membaca

0
912
- Advertisement -

PINISI.co.id- Siapa yang tak mengenal pengusaha kuliner kota Makassar, Founder Daeng Group? Ahmad Daeng Tonang (ADT), pengusaha kuliner coto yang meniti karier dari anak tangga terbawah, semula menekuni bisnis sembako di Pasar Pabaeng-Baeng dan pasar Daya, kemudian hijrah memusatkan diri mengelola bisnis kuliner coto di Makassar, Tarakan, Atambua dan Jakarta. Kini, Ahmad Daeng Tonang, mengelola bisnis kuliner moderen di bawah bendera Daeng Group yang memiliki beberapa cabang di kota Makassar.

Menariknya, ADT mengelola manajemen bisnis kuliner dengan pendekatan moderen hanya karena rajin membaca buku-buku secara otodidak. Dalam setiap melakukan usaha, ia selalu terinspirasi dari buku-buku yang dibacanya, kemudian hasil bacaannya diterapkan dalam dunia bisnis. Pengagum pendiri Ford Motor Company, Henri Ford ini menceritakan kisahnya yang hobi membaca buku-buku bisnis dan tokoh kepada Tokoh Literasi Sulawesi Selatan Bachtiar Adnan Kusuma. Bagi Tonang, apapun yang akan dilakukannya termasuk mencetuskan usaha dan menemukan resep makanan, ia selalu membaca buku. Sebab hanya dengan membaca buku,dirinya menemukan banyak inspirasi termasuk bagaimana mewujudkan mimpi-mimpinnya menjadikan kuliner lokal menjadi tuan di negerinya sendiri.

“Saya bersyukur karena boleh dibilang saya memelopori kuliner moderen termasuk coto Makassar. Di pikiran saya coto bukan lagi hanya mengandalkan pendekatan tradisional atau menjual coto di emperan atau di pinggir jalan. Coto moderen adalah menggunakan manajemen moderen dan pendekatan profesional. Coto haruslah hadir di restauran, pusat-pusat perbelanjaan yang dikelola moderen dengan para pelayanannya adalah anak-anak muda, bergaya millenial. Karena itu, penjual coto tidak bisa lagi bergaya kampung, atau penjual cotonya pakai sarung. “Saatnya pelayanannya harus bergaya funky,” kata Ahmad Daeng Tonang.

Menurut Tonang, sebagai pengusaha kuliner coto haruslah mengikuti perkembangan zaman moderen. Rumusan cara berpikir pengusaha kuliner haruslah memiliki wawasan yang luas dan selalu meningkatkan kualitas dirinya dengan membaca buku-buku.

“Saya bersyukur karena termasuk tipe yang suka membaca buku-buku termasuk menemukan resep-resep makanan saya temukan dari buku-buku yang saya baca. Sebagai contoh pisang goreng, delapan tahun lalu baru masuk istilah pisang nugget atau pisang coklat, sebenarnya jenis bahannya dari pisang tapi dengan kemampuan kemasan isinya adalah pisang goreng biasa, tapi dikemas dan lebih moderen, membuatnya lebih rasa moderen. Demikian pula stigma tentang coto, kata Tonang dulu coto adalah penambah darah, pada akhirnya saya juga hati-hati mengelola bisnis coto. Karena sebenarnya kuliner coto konsumennya yang idealnya adalah anak-anak muda yang berusia sampai 20 sampai 35 tahun. Saya menemukan konsumen coto usia di atas 35 tahun tidak terlalu banyak lagi menikmati coto dengan alasan karena coto mengandung kolestrol yang tinggi. Makanya, saya pernah mengakali dengan coto vegetarian yaitu coto pakai sayur dengan kuah air coto, namun air kuahnya mengandung kadar lemak yang tinggi. Saya juga menggagas coto ala bakso, dengan alasan coto bukan lawannya bakso, karena coto terbuat dari daging dan bakso terbuat dari terigu. Sekarang coto agar tidak berat kuahnya, perlu kemampaun kemasan yang lebih moderen,” ujarnya.

- Advertisement -

Dengan menawarkan konsep The Ghost Market adalah pasar hantu hubungannya dengan konsumen coto pernah ada, tapi akan hilang pasarnya dengan berbagai pertimbangan” cerita cucu dari Gallarang Tonang dari pulau Barranglompo ini.

Tonang kembali menekankan, perlunya kemasan lebih moderen dan memerhatikan kajian pasar coto agar bisa bertahan dengan konsumen yang lebih lama. Sebab menurut Tonang tidak ada orang yang bisa bertahan makan coto secara terus menerus, tergantung faktor usia. Karena itu, Tonang termasuk pengusaha kuliner yang berani melakukan lompatan jauh termasuk merubah image dan berani melakukan modernisasi bisnis kuliner ala moderen.

Menurut pria kelahiran Pabaeng-Baeng Makassar dan berasal dari Desa Sawakong Takalar ini, dirinya memakai manajemen moderen dalam mengelola kuliner coto yang dalam perkemabngannya teori manajemen selalu fokus pada pertumbuhan kegiatan usaha dan produktivitas untuk mencapai tujuan organisasi, berorientasi pada perhitungan yang bersifat ilmiah. Sebab dengan manajemen moderen ala bisnis kuliner telah berkembang dengan pertumbuhan sosial, ekonomi. Karena di pikiran Tonang hanya dengan manajemen moderen dalam mengelola bisnis kuliner coto membuka diri dan harus menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungannya.

“ Saya bersyukur karena dengan rajin membaca buku-buku bisnis dan kuliner sangat membantu diri saya terutama mengembangkan usaha dan menemukan ide-ide sekaligus inovasi baru pada bidang kuliner,” kunci Ahmad Daeng Tonang. (Van)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here