Kolom Hafid Abbas
Pada 6 Oktober 2021, Universitas Negeri Jakarta kembali mengukuhkan tiga orang Guru besarnya dari bidang Ilmu Ekonomi. Sri Indah Nikensari pada pidado pengukuhannya menyoroti Strategi Mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Melalui Perdagangan Internasional. Dikemukakan bahwa untuk mencapai tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) haruslah diletakkan di atas prinsip-prinsip universal, terintegrasi dan inklusif untuk meyakinkan bahwa tidak akan ada seorang pun warga negara yang tertinggal (“Noone Left Behind”).
SDGs yang memiliki begitu banyak tujuan dan sasaran dalam rangka melanjutkan upaya dan pencapaian Millennium Development Goals (MDGs) yang sudah berakhir akhir pada tahun 2015. Parameter-parameter dimaksud yakni: pencapaian indikator-indikator good-governance seperti perlawanan terhadap korupsi, perlawanan terhadap ketidakadilan; dan pencapaian delapan aspek MDGs (2015) yakni: Penghapusan kemiskinan; Pendidikan untuk semua; Persamaan gender; Perlawanan terhadap penyakit HIV/AIDS, malaria, dsb; Penurunan angka kematian anak; Peningkatan kesehatan ibu; Pelestarian lingkungan hidup, dan; Kerjasama global.
Dikemukakan oleh Nikensari bahwa sungguh satu tantangan besar yang dihadapi bangsa ini dalam menurunkan angka kemiskinan sesuai dengan target pencapaian SDGs. Bahkan dalam masa pandemi covid-19 selama hampir dua tahun terakhir, angka kemiskinan terlihat semakin meningkat.
Demikian juga peningkatan derajat kesehatan dan kesejahteraan, dan target penurunan angka kematian ibu melahirkan juga belum tercapai. Hal yang sama juga terlihat di indikator pendidikan yang bermutu, pekerjaan yang layak dan pertumbuhan ekonomi yang merata serta target-target lainnya terlihat belum terwujud.
Karenanya sungguh penting memperhatikan saran the United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) dalam agenda 2021, untuk mencapai tujuan lingkungan dan pembangunan dengan: mempromosikan pembangunan berkelanjutan melalui liberalisasi perdagangan; membuat perdagangan dan lingkungan saling mendukung; menyediakan sumber daya keuangan yang memadai untuk negara berkembang yang berurusan dengan hutang internasional; dan mendorong kebijakan makro ekonomi yang kondusif bagi lingkungan dan pembangunan.
Selanjutnya, Dewi Susita, pada orasi pengukuhan guru besarnya mengetengahkan Model Transformasi Perilaku Organisasi Menghadapi Tantangan Global. Tantangan itu dipicu oleh tiga komponen utama yang saling terintegrasi yaitu perdagangan, produksi multinasional dan keuangan internasional. Ketiga tantangan ini diperburuk perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, transportasi dan media. Karenanya, semua ini perlu dikelola melalui transformasi perilaku organisasi agar tidak menimbulkan gejolak-gejolak sosial yang sulit diatasi pada aspek ekonomi, sosial dan budaya serta aspek-aspek lainnya.
Selanjutnya Harya Kuncara pada pidato ilmiahnya berfokus pada Mewujudkan Kredibilitas Fiskal dalam Rangka Pemulihan Ekonomi. Diakui Harya bahwa kita perlu menghindari kebijakan fiscal yang disebutnya idiom ‘bandul jam’ antara aliran ekonomi kapitalis yang menghendaki peran minimum pemerintah di sisi kanan, berayun ke ekonomi komando yang memberi peran dominan bagi pemerintah di sisi kiri. Demikian pula, kegagalam peran sentralistik negara mendorong pemerintah menyerahkan kembali kegiatan ekonomi kepada mekanisme pasar. Sejarah membuktikan ayunan ‘bandul jam’ tersebut secara periodik terjadi berulang di banyak negara yang jika tidak dikelola dengan tepat seringkali membawa negara itu ke keadaan yang lebih buruk – moving from bad to worse.
Berpijak dari refleksi keilmuan dari ketiga guru besar Fakultas Ekonomi UNJ ini, pembangunan ekonomi terlihat mengalami disorientasi yang semakin memperlebar kesejangan sosial ekonomi masyarakat. Pembangunan ekonomi haruslah berpijak pada amanah konstitusi yang hendak memajukan
kesejahteraan umum dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan; Cabangcabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh negara; Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat; dan Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional (Pasal 33 UUD 1945).
Untuk mengoreksi pembangunan ekonomi yang terbelah dan memperkecil kesenjangan sosial ekonomi yang amat ekstrim, Perguruan Tinggi (PT) haruslah hadir dengan parameter pembangunan ekonomi yang berbasis pengetahuan
(knowledge-based economy/KBE). Misi ini sesuai dengan amanat konstitusi, “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan tekhnologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia” (Pasal 31 Ayat 5).
Karenanya, PT haruslah menjadi alat pemersatu bangsa karena menghasilkan sumber daya insani unggul yang menguasai ilmu dan teknologi dan menghasilkan karya-karya
inovatif bagi pemajuan peradaban modern dan pemuliaan kemanusiaan. PT dengan KBE-nya berpijak pada empat pilar sebagaimana yang dikembangkan oleh World Bank dan ADB (2014), yakni: pertama, opimalisasi pemanfaatan ICT (information and communication technology). UNJ misalnya, dengan Program Studi Ekonomi Digital yang dimiliki di Fakultas Ekonomi dapat melayani masyarakat luas membuka toko-toko online, melatih warga desa memasarkan produk pertaniannya lewat online, dsb.
Kedua, PT memberi bekal pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa dan masyarakat luas untuk berwirausaha. Keterampilan produktif di bidang pertanian, peternakan, perikanan, industri rumah tangga, UMKM, industri, jasa, dsb, adalah modal untuk membebaskan diri dan masyarakat dari kemiskinan dan keterbelakangan.
Ketiga, PT dengan penelitian dan temuan-temuan inovatifnya dapat memberi dampak besar bagi kemajuan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat. Prodi Penmas UPI
Bandung, misalnya, membina desa Cihampelas Kecamatan Cililin, Bandung Barat menjadi desa vokasi Eceng Gondok yang memanfaatkan gulma tanaman yang liar ini menjadi sepatu, tas, tikar, kursi, meja dan berbagai produk lainnya yang bernilai ekonomi tinggi. Jika saja ke 4593 PT di Indonesia baik negeri atau swasta dengan 8,5 juta mahasiswanya hadir dengan produk-produk inovatifnya di desa, tentu kesenjangan sosial
yang amat ekstrim itu dapat diatasi.
Terakhir, PT dapat memobilisasi terwujudnya iklim berusaha yang kondusif dengan memberdayakan masyarakat sesuai potensi ekonomi lokalnya mewujudkan unit-unit
usaha milik rakyat. Pengalaman di Bangladesh dengan menghadirkan Yunus Center di beberapa universitasnya dapat mengangkat kualitas hidup masyarakat miskinnya dan telah mengantarkan Muhammad Yunus mendapatkan Hadiah Nobel Perdamaian pada 2002.
Semoga kelak dengan pusat keunggulan KBE di UNJ atau di perguruan tinggi manapun di tanah air, negeri ini dapat segera terbebas dari corak ekonomi yang terbelah dengan kesenjangan sosial yang amat ekstrim yang dapat mengancam sendi-sendi ketahanan bangsa di hari esok.
Penulis, Ketua Senat UNJ dan Dewan Pakar KKSS