Asa Pendidikan, Buku dan Penulis

0
1091
- Advertisement -

Oleh Bachtiar Adnan Kusuma

Saya dan kita semua bersyukur karena di tengah merebaknya Covid-19, hari ini tepat 2 Mei 2020 kita memperingati hari pendidikan nasional dan hari buku 17 Mei 2020 mendatang, Undang-Undang Sistem Perbukuan Nasional telah disyahkan DPR tiga tahun  lalu. Sebelumnya, Asosiasi Penulis Profesional Indonesia resmi berdiri dan deklaratornya tokoh-tokoh nasional Prof Jimly Assidiqie, Dr Mohammad Jafar Hafsah, Bambang Trim, Sem Haesy, Adrinal Tanjung, Bachtiar Adnan Kusuma, dan lainnya di ujung 2016 lalu di Gedung Kementerisn Pendidikan Nasional di Jakarta. Akhirnya, bisnis buku akan kembali berjaya setelah melewati masa ujian berat pada awal 2020 ini.

Penulis berkesempatan mengikuti persidangan antar bangsa dan anugerah buku Malaysia beberapa tahun lalu di PWTC Kuala Lumpur, 1-6 Februari 2012 melihat langsung bagaimana prospek majunya industri buku di Malaysia. Sebuah pertemuan masyarakat perbukuan dunia, menunjukkan bahwa Malaysia dari 28 juta jiwa penduduknya, rupanya negara serumpun Indonesia ini mampu menerbitkan 16 ribu judul buku baru pertahun. 

Mengapa industri buku di Malaysia maju? Selain raja di Malaysia turun membangkitkan dan menumbuhkan tradisi membaca masyarakat, juga raja menjadi contoh yang baik dalam membiasakan masyarakat Malaysia membaca. Sementara pemerintah dan masyarakatnya bersatu menggelorakan kampanye Satu Malaysia untuk membaca, di samping negara memberikan subsidi bagi setiap penerbitan buku terbaik. Inilah yang menempatkan penulis pengarang mendapatkan tempat khusus dari negara dengan memberikan penghargaan lewat Anugerah buku negara Malaysia setiap tahun.

Indonesia dengan jumlah penduduk empat terbesar di dunia, belumlah memberikan tempat yang layak bagi penulis, pengarang, penerbit seperti di Malaysia. Para penulis, penerbit di Indonesia masih saja asyik berjuang dan berjalan sendiri agar bisa bertahan hidup sebagai penulis dan pekerja industri kreatif di tanah air. Begitu penulis belum berjaya di tanah airnya sendiri!

- Advertisement -

Benarlah, Samuel Johnson pada 1776 salah seorang penulis besar berkata tak seorangpun, selain si bebal, kecuali menulis demi uang. Ia ingin mempertegas bahwa seorang menulis itu begitu tak menyenangkan  sehingga uang yang mestinya mendorong seseorang untuk keluar dari kesusahan itu? Atau sebuah peringatan bahwa pekerjaan menulis  hanya menghasilkan sedikit uang? Atau Samuel meramalkan masa depan  yang suram bagi status ekonomi sebagian besar  penulis, pengarang, penerbit belumlah menjanjikan?

Apapun kata Samuel  adalah memberikan inspirasi bahwa dunia tulis menulis dapat memberikan kita lebih dari satu macam  imbalan dan inilah yang menjadi pelecut bagi setiap penulis untuk menekuni profesi sebagai seorang penulis yang handal.

Karena itu, apapun kata dunia, memilih profesi menulis buku memerlukan semangat yang besar dan rasa bangga yang tinggi. Hanya dengan semangat yang besar menjadikan profesi penulis dan pengarang bisa menjadi sebuah kebanggaan di tengah masyarakat. Penulis dan pengarang bukan hanya mengejar  profit, tapi penting adalah profesi penulis memiliki tujuan mulia yaitu mencerdaskan masyarakat Indonesia. Bukankah dengan karya-karya tulisan yang dihasilkan penulis membuat masyarakat kita semakin pintar?

Penulis, Sekjend Asosiasi Penulis Profesional Indonesia

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here