Kolom Zaenal Abidin
Kayla adalah anak perempuan saya. Usianya baru menginjak 6 tahun. Ia sangat senang berdandan dan bermain bersama teman sebayanya, baik anak yang ada di komplek Griya Madani I maupun anak dari luar komplek yang sengaja masuk untuk bermain. Karena Kayla anak perempuan maka ia sering mengajakak teman perempuan sebayanya berdandan atau main masak-masakan. Itu jika ia bermain di dalam rumah. Di luar rumah lain lagi, mereka sering berlarian atau main lompat tali, atau yang lainnya. Sesekali ia bersepeda bersama teman-temanya.
Di Kota Bekasi, sejak (16/3), sekolah diliburkan, aktivitas di luar rumah dibatasi. Ternyata mal dan taman kota ikut di tutup. Relatif kami lebih banyak tinggal di rumah. Tidak bisa ke mana-mana seperti sebelumnya. Masalah baru ahirnya muncul, terutama bagi anak kami Kayla. Memang pada mulanya ia masih bisa menikmati berada di rumah. Namun, setelah berjalannya waktu, corona sudah satu minggu sejak diumumkan bahwa ada warga Indonesia yang positif, Kayla pun sudah mulai mengeluh. “Bosan terus di rumah,” katanya. Saya yakin anak-anak yang lain pun merasakan hal yang sama. Untungnya Kayla sudah banyak mendengar kabar bahwa sejak adanya corona, mal dan taman kota pada ditutup. Jadi meski pun bosan di rumah ia tidak merengek untuk dibawa main ke mal atau ke taman.
Karena saya tidak tega melihat Kayla mengeluh dan bosan, akhirnya berundinglah dengan istri untuk mencari jalan keluarnya. Solusi pertama yang terpikir dibenak kami adalah Kayla naik sepeda, secara beramai-ramai teman sebayanya keliling komplek Griya Madani I. Mengapa naik sepeda? Karena Kayla dan semua teman-temannya sudah punya sepeda. Dan jika ia naik sepeda bersama-sama berarti mereka bisa jalan beriringan dan tetap menjaga jarak. Semoga menyenangkan. Kami tak lupa wanti-wanti, agar Kayla menghindari berkumpul, selalu jaga jarak, harus pakai masker, dan rajin cuci tangan.
Persolan baru yang kami hadapi adalah soal masker. Kayla belum punya masker. Jangankan Kyala, bundanya saja yang berpraktik di salah satu rumah sakit di bilangan Jakarta Selatan, persediaannya tinggal sepuluh lembar. Akibatnya, kami keliling mencari masker. Pertama ke toko swalayan, semua menjawab, “habis.” Selanjutnya, kami mengunjungi beberapa apotek dan menanyakan masker, jawabannya, “kosong.” Lalu ada petugas apotek yang sarankan agar mencoba pesan online, biasanya kalau via online ada pak, katanya menyakinkan. Mulailah kami bertanya-tanya, ada apa kok semua pada kosong? Saya akhirnya hubungi beberapa kenalan yang biasanya menjual alat kesehatan termasuk masker, mereka juga mengatakan habis. Memang masih ada di gudang tapi sudah dipesan oleh salah satu rumah sakit beberapa bulan lalu.
Akhirnya, kami tidak bisa memperoleh masker. Pikiran kami beralih ke soal cuci tangan, handsanitizer. Setidaknya hari itu kami harus mendapatkan sesuatu untuk menjaga diri dari virus corona. Sebetulnya bila kami berada di rumah tentu tidak ada masalah sebab bisa mencuci tangan pakai air dan sabun. Tapi bagaimana bila kami bepergian, berada di lauar rumah? Kembali kami masuk ke toko swalayan untuk mencari handsanitizer. Mba, Mas, “ada handsanitizer?”, tanya saya. Semua yang kami datangi menjawab, “kosong.”
Memasuki hari ke sepuluh berada di rumah. Untungnya bunda Kayla punya teman yang baik hati, besedia berbagi masker dan handsnitizer persediaanya. Karena sudah ada masker, artinya Kayla sudah bisa ke luar bersepeda. Kabar baiknya, rupanya teman sebayanya, baik perempuan maupun yang laki-laki juga sudah punya masker, diusahakan oleh orang tua masing-masing. Tinggal bagaimana mengingatkan Kayla dan teman-temanya mengenai bahaya virus corona. Ternyata mereka sudah pada tahu dari orang tuanya atau kakaknya atau melalui layar TV. Ada juga yang lihat di HP orang tuanya. Artinya bahaya corona sudah selesai, anak-anak sudah cukup paham. Berikutnya, bagaimana mengajari cara praktis pencegahan penularan visus corona. Kayla dan teman-temanya harus dilatih disiplin memakai masker setiap mau keluar rumah, rajin cuci tangan, tidak menyentuh mata/hidung/mata sebelum cuci tangan, menjaga jarak ketika bersama dengan teman-temannya, tidak berkerumun, dan seterusnya.
Soal cuci tangan tentu tidak terlalu sulit menjelaskan sebab setiap saat Kayla sudah sering cuci tangan. Berbeda dengan memakai masker. Belum lagi, masker sering membuat pemakainya kurang nyaman karena tidak bisa bernapas leluasa seperti bila tidak memakai masker. Disiplin memakai masker memang butuh penjelasan yang cukup lama. Alhamdulillah, walau menjelaskannya cukup lama, namun keharusan memakai masker bila sedang berada di luar rumah dapat dipahami dan diterima dengan baik. Saya pun belum tahu apakah Kayla dan temannya sudah tahu cuci tangan yang benar.
Di komplek kami Griya Madani I, lumayan banyak anak-anak baik yang sebaya Kayala maupun yang sudah lebih senior, SD, SMP dan SMA. Namun, semuanya akrab. Bahwa sekali-sekali ada kurang cocok, biasalah. Namanya juga anak-anak. Yang betul-betul sebaya dengan Kayla, ada namanya kakak Azka, kakak Najla, kakak Syarah, adik Kenan, dan adik Achi. Ada lagi bernama Mas Yahya, kakak dari kakak Syarah. Cuma Mas Yahya ini hanya sekali-sekali bergabung dengan grup Kayla. Mungkin dianya yang kurang nyaman bersama anak yang sangat yunior. Karena itu Mas Yahya lebih banyak bersama dengan kakak-kakak yang sudah lebih besar.
Setelah musim corona sebagian besar warga Griya Madani I memanfaatkan waktu di luar rumahnya (pagi atau sore) untuk beraktivitas fisik, olah raga, berjemur, atau membereskan halaman. Anak-anak pun demikian. Aktivitas yang paling banyak dilakukan anak-anak adalah naik sepeda. Sekali-sekali ada yang main bola atau bulu tangkis.
Biasanya, jam 08.00 sudah ada satu-dua anak yang ke luar rumah. Sambil mengayuh sepeda keliling komplek, mereka pun berteriak memanggil. ”Kaylaa.., ada pula yang teriak kakak Kayla, dan ada lagi adik Kayla..” Yang memanggil adik Kayla adalah kakak Azka. Sedang, yang menyebut kakak Kayla adalah adik Kenan dan adik Achi. Kakak Azka dan adik Kenan biasanya lebih dahulu keluar rumah. Kayla baru keluar rumah pada jam 09.00, setelah air putih dan susunya habis diminum.
Begitu pula saat sore hari, Azka dan Kenan sering lebih dahulu keluar. Jam 16.00 Azka dan Kenan sudah keliling dan memanggil. Kayla dan Achi biasanya keluar jam 16.30. Pada sore hari mereka naik sepeda sampai jam 17.30 atau kadang 17.45. Sementara pagi hari mereka sampai jam 10.00 atau 10.30. Setelah itu, Kayla dan teman-temannya cuci tangan lalu masuk ke dalam rumah masing-masing.
Pada sore hari, awal munculnya berita tentang virus corona, sambil naik sepeda, tiba-tiba Kayla dan teman-temannya serempak menyanyi, “Corona tiba; Corona tiba, Tiba-tiba corona; Tiba-tiba corona…” Kalimat ini diulang terus sambil bersepeda. Nah, kemarin sore, saat saya rapikan tanamnya di depan rumah, saya dengar lagi Kayla berkata kepada temannya, “nanti kalau Ramadhan kita nyanyi Ramadhan, yuk!”. Langsung pada nyanyi, “Ramadhan tiba; Ramadhan tiba; Tiba-tiba Ramadhan; Tiba-tiba Ramadhan.” Saya jadi teringat dengan lagu corona mereka sebulan lalu. Tentu lagu Ramdhan ini menandakan bahwa bulan Ramadhan akan segera datang. Kayla dan kawan-kawan pasti terinspirasi dengan lagu dan tayangan iklan yang sering muncul setiap menjelang Ramadhan.
Kayla dan temanya masih menyanyi Ramadhan, tiba-tiba muncul Mas Yahya dari arah berlawanan. Dia panggil satu-persatu yunionya untuk kumpul lalu disuguhi cerita tentang lockdown. Mas Yahya tak ubahnya seorang pengamat corona di layar TV, yang fasih menjelaskan soal lockdown dan dampaknya. Mas Yahya juga menanya kepada yuniornya satu-persatu, “sudah pada beli sembako, belum?” Nanti mau lockdown, jadi kalian harus beli beras, telur, minyak, ya gitu dech. Sepertinya Mas Yahya masih ingin bercerita panjang soal lockdown dan pembelian sembako, tapi Pak Hendra Yusuf (Kayla sering memanggilnya Opa Azka) sudah menyuruh mereka jalan terus. “Jangan kumpul, jaga jarak,” teriak Pak Hendra. Saya juga kurang tahu setelah wacana lockdown berganti judul judul menjadi social distancing dan karantina wilayah, sampai pembatasan sosial beskala besar (PSBB), apakah Mas Yahya masih aktif mengikuti perkembanganya. Sebab, belum terdengar kabar Mas Yahya mengumpulkan lagi juniornya untuk mendapatkan penjelasan atas semua judul-judul itu.
Achi yang sudah bisa naik sepeda
Beberapa hari awal musim corona memang Achi terlihat agak kasihan sebab hanya bisa berlarian di belakang kakak-kakaknya yang sudah pintar naik sepeda. Memang sebelum musim corona, Kayla sering membonceng Achi. Kebetulan sepeda yang punya tempat boncengan. Di rumah, Kyala sering bilang ke bundanya, “kasihan melihat Achi yang belum bisa naik sepeda. Achi cuma bisa lari di belakang kami.” Pasalnya utamaya karena anak-anak pada jaga jarak. Kakak Azka yang boleh dikatan sebagai senior di kelompok sebaya telah mengeluarkan ultimatum, “jaga jarak, satu meter”. Artinya, memang tidak boleh lagi ada boncengan. Diperkuat lagi dengan berita bahwa ojek pun sudah dilarang membawa boncengan.
Tiga hari lalu, belum begitu lama Kayla mengayuh sepedanya di pagi hari, Achi menyusul keluar dari rumahnya dan menanyakan kakak Kayla. Kebetulan saya sedang di depan rumah. Saya jawab, “Kyala naik sepeda ke arah rumah kakak Azka.” Achi segera menyusul ke rumah kakak Azka. Di sana ada Kayla dan Pak Hendra (Opa Azka), tentu saja kakak Azka juga ada di sana. . Tidak lama kemudian, Kayla berjalan bersama Achi. Saya tanya, “kenapa pulang nak?” Dijawabnya, “ tidak pulang ayah, Kayla mau ambilkan sepeda Achi”. Untuk apa? kata saya. “Opa Azka mau betulin sepeda Achi,” jawab Kayla lagi.
Ditemani Achi, diambilnya sepeda Achi lalu dideret sampai menuju ke rumah kakak Azka, di mana Opa Azka sudah siap dengan perkakas. Karena sudah hampir zuhur maka Opa Azka bilang, “Achi pulang saja dulu, Opa mau istirahat. In syaa Allah besok pagi sepedanya bisa di pakai.” Semua bubar, pulang ke rumah masing-masing. Kayla jalan berbarengan dengan Achi. Sesampai di depan rumah, Kayla mengajak Achi cuci tangan sebeblum masing-masing masuk ke rumah.
Keesokan harinya, pagi-pagi Achi sudah keluar dan menuju ke rumah kakak Azaka. Di sana sudah ada Kayla dan kakak Azka menunggu sepeda Achi yang sebentar lagi selesai diperbaiki. Menyusl adik Kenan, kakak Najla dan kakak Syarah. Setelah sepeda Achi beres, Kayla lari ke arah saya yang sedang menyapu dedaunan. Kayla menyampaikan bahwa sepeda Achi sudah bagus, bisa dipakai lagi. Kayla lalu berbisik, “Ayah- ayah -ayah, Opa Azka hebat ya, bisa bikin bengkel sepeda.” Sambil ketawa, saya katakan, “Jangankan perbaiki sepeda nak, mobil pun bisa dibikin Opa Azka.” Kayla tampak kaget dengan omongan saya. Tapi apa yang saya katakan itu tidak salah, sebab memang Pak Hendra pernah bekerja di salah satu perusahan pabrik mobil milik orang Jepang.
Setelah sepeda Achi bagus, ia tampak sekali bersungguh-sungguh agar bisa naik sepeda sendiri. Awalnya Kayla dan teman-temanya secara bergantian mengajari, memegangi sepeda Achi. Sampai akhirnya Achi bisa bawa sepeda sendiri. Semua yang menyaksikan Achi bisa menggayung sepeda, bersorak senang gembira. Kini Achi, benar-benar sudah resmi menjadi anggota grup sepeda musim corona Griya Madani I.
Kayla yang disiplin pakai masker dan cuci tangan
Kayla disiplin memakai masker. Ia selalu mengingatkan teman-temannya agar memakai masker sebelum keluar rumah, mengayuh sepeda. Kayla tak segan-segan menyuruh pulang ambil maskes kepada temanya yang tidak pakai masker. Yang terdengar paling sering diingatkan agar memakai masker adalah adik Achi. Mungkin karena adik Achi paling yunior, jadi sering lupa pakai masker. Atau boleh juga karena Achi adalah yuniornya di sekolah TK. Azzahra dan rumah pun berada di depan rumah Kayla. Jadi tidak ada beban untuk mengingatkannya. Begitu pula soal cuci tangan, Kayla disiplin dan mampu mencuci tangan dengan benar serta rajin mengingatkan temannya agar cuci tangan.
Supaya anak-anak atau orang dewasa dapat membiasakan diri cuci tangan, Pak Hendra telah lebih dahulu membuat tempat cuci tangan di depan rumahnya sekaligus menyediakan sabun cair. Saya pun menyusul dan juga menyediakan sambun cair. Setidaknya di Griya Madani I ada dua tempat cuci tangan yang bisa dipakai anak-anak setelah bermain atau ketika mau minum atau makan sesuatu. Menarik soal cuci tangan ini, sebab saya merasa belum pernah mengajari Kalya cara mencuci tangan yang benar. Sementara Kayla sudah bisa melakukannya sambil menjelaskan urutan dan lamanya. Karena itu, saya tanya, siapa yang mengajari cuci tangan, nak Kayla? Dijawab, bunda. Alhamdulillah, berarti agenda mendasar dalam pendidikan hidup sehat telah berlangsung di rumah kami .
Kayla makin senang berbagi
Selama musim corona, tentu aktivitas Kayla bukan hanya bersepeda. Sebab ada juga PR dari sekolah yang harus ia kerjakan. Pada malam hari, seperti hari-hari sebelumnya setelah makan malam, ia diberi hak selama satu jam untuk membuka HP dan menonton film anak-anak. Setelah itu ia belajar membaca atau mengulang bacaan Qur’annya, yang selama musim corona juga ikut libur. Alhamdulillahnya, Kayla sudah mulai lancar membaca buku cerita pendek yang kami telah sediakan.
Soal berbagi, sebetulnya Kayla memang senang berbagi. Namun, terlihat makin mengerti mengapa perlu berbagi setelah membaca buku cerita “Si Obit Yang Sangat Pelit”. Kata Kayla, mulanya sih Obit memang sangat pelit, tidak mau berbagi cokelat kepada temanya, namun setelah digigit semut, Obit mulai senang berbagi. Ceritanya, suatu waktu si Obit kecapean bermain, terus ia tertidur di lapangan. Obit baru bangun setelah cokelat di saku celananya dikemuni semut. Mendengar teriakan Obit karena kesakitan digigit semut, berdatanganlah temannya untuk menolong. Obit, sungguh sangat sangat malu atas peristiwa itu. Ia malu menjadi anak pelit, yang tidak mau berbagi cokelatnya kepada temannya. Karena itu, Obit mengambil semua cokelat di rumahnya lalu membagi kepada teman-temannya. Setelahnya, perasaan Obit menjadi bahagia dan cokelatnya pun terasa semakin lezat.
Kemarin Kamis (16/4) pagi, Kayla kembali ingin berbagi kepada teman-temanya. Ia tiba-tiba membuka lemari tempat ia biasa menyimpan kue. Ia membawa beberpa cokelat yang ada di lemari. Kebetulan Kayla lewat di depan saya, terus saya tanya cokelat sebanyak itu mau dibawa kemana, Kayla? Sambil menyiapkan maskernya dan meletakkan cokelat di keranjang sepeda, ia menjawab enteng, “Kayla mau kasih ke teman-teman Kayla, ayah.” Setelah itu Kayla mengeluarkan sepedanya. Saya intip melalui jendela, rupanya teman-temanya sudah menunggu di depan rumah.
Melihat ada sesuatu di keranjang sepeda Kayla, kakak Najla bertanya, “Apa itu Kay?” Kayla menjawab sambil menawarkan, “ini cokelat.” Mau? Semua serentak jawab, “mau.” “Cuci tangan dulu di sana.” ucap Kayla sebelum menyerahkan cokelat ke pada temannya. Teman-temannya pun antri cuci tangan kemudian menikmati permen coklat yang menjadi bagiannya. Mereka riang gembira menikmati cekelat sambil bersepeda memutari komplek.
Sore harinya, kebetulan Kayla membawa serta si Otan, boneka orang utan yang berada di boncengan sepedanya. Rupanya saat itu, teman-temannya secara bergantian memegangi si Otan. Kayla hawatir si Otan kena corona. Menurut Kayla si Otan harus ikut mandi agar tidak tertular corona. Karena itu, bundanya mengajak Kayla ke tempat mesin cuci sambil membawa si Otan. Tentu maksudnya untuk dicuci. Saat Kayla memasukkan si Otan ke dalam mesin cuci, ia melihatnya terputar-putar. Kayla langsung menangis. Saya tanya kenapa menangis, nak? Kayla jawab, “Kayla sedih karena Otan pasti pusing terputar-putar di dalam mesin cuci.”
Karena merasa agak lucu atas tangisan Kayla, kami se-isi rumah tertawa. Ternyata ketawa kami membuat Kayla makin sedih. Ada lagi pekerjaan baru untuk bunda Kayla. Sebab Kayla selalu butuh suatu penjelasan atas suatu kejadian. Bunda Kayla lalu berusaha menjelaskan bahwa si Otan itu hanyalah boneka yang tidak mungkin pusing dan juga tidak mungkin sakit corona. Namun yang namanya Kayla, selalu baru bisa menerima penjelasan kita bila kira-kira masuk akalnya. Cukup lama ia menangis sebab menganggap bahwa si Otan bakal pusing dan bisa kena corona.
Setelah mendapatkan bujukan dan penjelasan baru mengerti dan mau menerima kenyataan bahwa memang si Otan hanyalah boneka. Dari jarak kurang lebih sepuluh meter tedengar pula suara bundanya berjanji, “Nanti setelah badan si Otan bersih kita ambil dan keringkan pakai hair dryer, terus dikasih pewangi biar harum.” Kayla pun berhenti menangis. Semua proses yang dijanjikan selesai, si Otan dipasangi baju, senanglah hati Kayla. Kayla menggendong si Otan sambil tersenyum. Menjelang ia tidur, digendonglah si Otan ke kamar dan dipeluknya sambil tidur.
Berbagi dapat menjadi obat dan penolak bala corona
Jujur saja saya mendapatkan banyak sekali tips dari sejawat dokter, dan teman-teman lain yang sumbernya entah dari mana. Misalnya, mencuci tangan dengan benar, tetap berada di rumah, selalu pakai masker bila terpaksa harus ke luar rumah, dan seterusnya. Namun, ada satu-dua pesan yang menambahkan gar membiasakan bersedekah. Ada pula yang menulis selalu berbagi. Akibat dari pesan yang di luar dari yang biasa ini, saya kembali teringat dengan cerita anak saya Kayla tentang Si Obit dan bagaimana Kayla mulai dapat memahami arti berbagi. Karena itu, saya berusaha mencari dasar rujukannya secara teologis dan filosofi berbagi ini.
Tentu saja karena saya seorang yang beragama Islam dan di rumah saya yang tersedia d hanyalah referensi yang terkait dengan Islam maka saya mencarinya. Alhamdulillah, saya ketemu satu judul buku yang ditulis oleh Dr. Jamal Muhammad Az-Zaki. Judulnya, “Kian Sehat Tanpa Obat.” Di dalam buku tersebut terdapat pembahasan tentang zakat dan sedekah. Pada Bab tentang zakat dan sedekah penulisnya mengemukakan satu Hadits Nabi Saw, yang diriwayatkan oleh Abi Umamah. Hadits tersebut, artinya kurang lebih seperti ini: “Obatilah orang-orang sakit di antara kalian dengan sedekah.”
Selanjutnya, penulisnya juga mengutip pendapat Imam Ibnu Qayyim yang mengatakan, “Sedekah menghasilkan efek yang luar biasa dalam menolak bala dan musibah.” Berkat sedekah, lanjut Imam Ibnu Qayyim, Allah akan menjauhkan segala macam bala dari yang menunaikannya. Perkara ini sudah dimaklumi dan diakui oleh semua kalangan di muka bumi ini, karena mereka sudah mencobanya. Ia juga berkata, “Inilah obat yang bisa menyembuhkan beberapa penyakit yang belum ditemukan oleh para ahli pengobatan. Dikatakan pula bahwa zakat memperkuat daya tahan tubuh. Perasaan bahagia yang muncul setelah melakukan perbuatan membantu orang miskin dan yang membutuhkan, manfaatnya akan terlihat pada sistem kekebalan tubuh. Karena kekebalan tubuh manusia memang berhubungan erat dengan stabilitas mentalnya.
Berkaitan dengan daya tahan tubuh ini, kebetulan bundanya Kayla, dr. Tirta Prawita Sari, MSc, SpGK telah mengulasnya pada diskusi virtual awal pekan ini, yang mengambil tema, “Membangkitkan Solidaris di Tengah Kesulitan.” Menurut bundanya Kayla, daya tahan tubuh untuk melawan virus corona dan penyakit lainnya dapat diperkuat dengan giizi seimbang. Namun demikian, daya tahan tubuh itu bukan soal gizi saja. Ada faktor triger lain yang juga mempengaruhi. Seperti stres, kebiasaan merokok, polusi, infeksi, obesitas, dan lain-lain.
Tentu saja do’a dan harapan saya semoga kebiasaan baik barupa prilaku hidup sehat yang sedang dipraktikan anak saya Kayla dan teman-teman dapat kebiasaan yang berkenambungan, sekali pun wabah corona sudah lenyap dari bumi Indonesia. Demikian pula tentang kebiasaan berbaginya, semoga dapat dijadikan suatu yang menyenangkan dan membahagiakan serta dapat menghidarkannya dari segala macam bala, penyakit yang berdampak buruk bagi dirinya dan bagi seluruh umat manusia. Secara khusus bala corona sekarang sedang melanda negerinya, Indonesia. Aamiin YRA.
Griya Madani I, 17 April 2020
(Penulis adalah ayahnya Kayla, tinggal di Griya Madani I, Jati Asih Kota Bekasi)