PINISI.co.id- Kamis, 28 Januari 2016, di jagat virtual, tepatnya pada WhatsApp Group (WAG), Bachtiar Adnan Kusuma (BAK) terpilih untuk berbagi. Sekretaris Jenderal Asosiasi Penulis Profesinal Indonesia itu kalau untuk urusan berbagi, pasti tidak jauh-jauh dari tema tentang literasi. Hari itu, ratusan penghuni WAG Rumah Penulis Indonesia, bersiap merasakan keseruan penulis ratusan buku untuk bercerita tentang awal, hingga puncak kariernya. Bagaimana kisahnya?
Titik Tolak
Napoleon Hill, seorang penulis terkenal Amerika pernah bilang, ”Bukan tulisan pada Nisan Anda, tapi catatan perbuatan Andalah yang bisa mengabadikan nama Anda setelah Anda meninggal”. Inilah yang memberikan inspirasi awal, mengapa saya memilih profesi sebagai penulis buku. Ingin sekali bisa meletakkan artefak-artefak sejarah dalam hidup ini. Paling tidak menggoreskan sebaik karya untuk anak-anak dan cucu kelak. Pesan mahaguru saya, almarhum K.H.Abdurrahman Arroisi, menegaskan “Takkan engkau dikenang sejarah jika engkau tak menulis, maka menulislah dan buatlah sejarah”.
Bermula di masa SD, Allah telah menunjukkan talenta dan bakat-bakat suka membaca, berdiskusi dan selalu tampil memimpin dan berdebat sampai ke SMP Negeri 10 Makassar dan Sekolah Menengah Pekerjaan Sosial Negeri Ujungpandang dan Fisipol Unhas tepatnya di jurusan Ilmu Komunikasi dan Fakultas Dakwah IAIN Alauddin, jurusan Penyiaran dan Penerangan Agama Islam.
Mulai menitih karier sebagai penulis lepas di Majalah Panjimas, Amanah, Kartini, Estafet, Tabloid Jumat. Semua itu saya kerjakan saat masih berstatus sebagai siswa SMA. Terus berlanjut sampai kuliah di Unhas. Dari kumpulan honor hasil menulis inilah saya tabung untuk membeli buku, membeli pakaian dan membayar SPP. Untungnya saya langganan beasiswa sejak di SMPSN menerima beasiswa Supersemar dan di Unhas menerima beasiswa PPA.
Apa yang saya raih hari ini, sejatinya bukan hasil usaha sendiri. Banyak tangan-tangan lain yang Allah kirimkan untuk ikut menjamah kesuksesan seseorang. Maka kepada mereka selalu terkirim terima kasih dan tulus doa.
Dua tokoh perempuan yang sangat berperan dalam peletakan pondasi saya menjadi penulis buku adalah, Ibuku Almarhum Hj. Baeduri Dg Ngimi, dan istriku, Ani Kaimuddin. Hj Baeduri Dg Ngimi adalah perempuan tangguh, penyabar dan memilih hidup berdagang kelontongan dari sejak muda hingga akhir hidupnya, pada 25 Agustus 2013. Ibuku meninggalkan kami untuk selama-lamanya. Hj Baeduri inilah yang mengajarkan kesabaran dan ketaatan beribadah. Hiduplah apa adanya, kemiskinan dan kerja keras. Ibuku, meletakkan dasar-dasar yang kuat bagaimana menghadapi hidup ini dengan kerja keras, mengejar pendidikan di atas alas kejujuran.
Menjalani hidup tanpa suami dan hanya berdagang kelontongan, ibu berhasil mengantarkan anak-anaknya menjadi pribadi taat yang tak pernah melupakan jasa orang tua. Kini selesai sudah bakti di dunia. Masanya sekarang, selalu mengirimkan doa di setiap sujud amal-anaknya. Juga Alfatiha tak pernah terlewat untuk ibuku Hj. Baeduri, Sang pembuka jalan bagi kami.
Kedua, istri saya yang bukan hanya sebagai pengawal dan penjaga bagi anak-anak, tapi ia juga pembakar semangat, pendamping dan pendorong dalam melakukan kerja-kerja kreatif. Perempuan Bugis asal Buol Toli-Toli dan Palanro Barru ini, pertamakali dipertemukan saat saya menjadi Koordinator KKN Unhas Angkatan 48 pada 1995 di Ponpes DDI Mangkoso.
Disinilah awal mula merajut cinta bersamanya. Alhamdulillah, dia santri yang amat disiplin dan bersedia menjadi pendamping dari Penulis yang waktu itu hidupnya pas-pasan. Ani Kaimuddin, kelahiran Buol Toli-Toli, 17 Mei 1976. Hari lahirnya bertepatan dengan Hari Buku Nasional, sekaligus hari berdirinya Perusahaan Penerbitan kami, Yapensi Jakarta.
Menulis Buku Tokoh Nasional dan Lokal
Jujur saya akui, dari banyak tulisan yang pernah saya buat, di media nasional dan lokal, saya sangat menikmati jika menulis profil tokoh. Mengapa? Selain menulis tokoh, saya belajar dan menggali kisah sukses dari sang tokoh. Rupanya saya memantik pelajaran yang amat luar biasa dari tokoh yang saya tulis, saya belajar bahwa tak ada orang yang sukses tanpa bermula dari sebuah perjuangan panjang, berliku, sempil dan penuh suka dan duka. Nah, tokoh-tokoh yang saya tulis bermula di majalah dan koran harian, selain membangun relasi sosial, peluang bisnis juga bernilai profit.
Buku yang merangkum tokoh Sulsel yang sukses di Nusantara adalah kumpulan tulisan saya di Majalah Panjimas, Amanah, Estafet dan Tabloid Jumat dibukukan kurang lebih 200 orang tokoh—-penulis Alif we Onggang, Achmad TR, Aprial Hasfah, BAK tentang Sejumlah Orang Sulawesi Selatan. Saya pun kemudian berhenti menjadi wartawan dan berhenti mengajar sebagai dosen Ilmu Komunikasi di Fakultas Dakwah IAIN Aluddin, pengajar mata kuliah Kewirausahaan di IPWI, Sentra Pendidikan Bisnis, STMIK TEKSOS, dan Kepsek SMK Gunungsari Makassar. Saya mencoba babak karier yang baru. Dan selalu tidak pernah jauh dari buku. Saya mendirikan perusahaan penerbitan buku. Buku pertama yang kami terbitkan adalah Saudagar Bugis Makassar, buku ini diterbitkan atas biaya dari tokoh-tokoh yang terangkum dalam buku tersebut.
Sang Pemberani Dari Letta
Disinilah 1995, saya bertemu dengan Wakil Ketua Komnas HAM yang juga pemilik perusahaan Poleko Group, Dr H.A.A. Baramuli, S.H. Baramuli menantang saya agar hijrah ke Jakarta.” Kamu cocok berkiprah di Jakarta, dan kalau mau, kamu ikut saya. Saya kasih pekerjaan”. Gayung bersambut, saya ke Jakarta atas biaya A.A. Baramuli, saya diberi ongkos tiket nilainya Rp11 jt.
Setiba di Jakarta, saya menemui beliau di Jl Imam Bonjol 51 Jakpus dan meminta saya agar mencari kontrakan rumah lalu diberi modal kerja Rp 100 jt dengan menulis bukunya. Jaringan Baramuli sebagai tokoh Nasional yang juga orang tua angkat saya, membuka jaringan bertemu dengan tokoh tokoh nasional: Akbar Tanjung, Sarwata, Fadel Muhammad, Jusuf Kalla dan seluruh Gubernur di KTI atas memo Dr.H.A.A. Baramuli. S.H.
Buku pertama Baramuli yang saya tulis berjudul “ 70 Tahun Baramuli Pantang Menyerah”, saya tulis dan terbitkan 10.000 Exemplar dan diluncurkan di Sangrilla Hotel. Dihadiri tokoh-tokoh Nasional termasuk Presiden BJ. Habibie. Buku ini pula yang mengantar saya berkelana di Kawasan Timur Indonesia; Manado, Kendari, Palu dan Makassar atas biaya Baramuli. Sembari menulis Baramuli, saya juga menulis buku Nurdin Halid, Ketua Umum PSSI, dengan cetak 15.000 exemplar. Berapa royalti yang saya terima dari menulis kedua buku tersebut?
Saat menulis buku Baramuli, saya belum berpengalaman tentang cetakan, maka kedua buku itu, Baramuli dan Nurdin Halid, saya hanya mendapatkan Rp 2 juta dari bagian cetakan. Padahal saya memasukkan dana kurang lebih Rp 250 jt di bagian percetakan Gramedia Palmerah. Angka proyek buku yang cukup besar untuk ukuran saat itu. Pengalaman inilah membuat saya bertekad mendirikan percetakan dengan berkongsi bersama teman-teman.
Saya bersyukur karena dari hasil royalti kedua buku itu, saya membeli 1 unit rumah di Makassar dan 1 unit mobil butut Mazda MR 2000 seharga Rp 25 jt di Jakarta. Atas kedekatan emosional yang saya bangun dengan Baramuli, akhirnya saya bisa menulis buku-buku Letjen TNI Andi Muhammad Ghalib,S.H.M.H. dan sejumlah tokoh tokoh nasional lainnya.
Lalu, apa kita saya menjaring tokoh Nsional?
Jujur saya termasuk orang yang enggan menawarkan proposal pada sang tokoh yang akan ditulis bukunya. Saya hanya mengirimkan kliping koran kompas dan media lainnya sebagai bukti, benarkah saya menulis buku? Kemudahan lainnya, selain punya karya dan nama, juga saya aktif melakukan promosi di media cetak nasional dan lokal. Misalnya saja : Kompas, Media Indonesia, Republika dan lainnya. Selain aktif mengelola usaha penerbitan buku, saya juga aktif menjadi motivator minat baca Nasional
Untuk memudahkan penulisan buku, saya telah membentuk Tim kreatif, Tim penulis ada di Solo, Jakarta, Palu, dan Makassar. Semua proses kreatif berpusat di Jakarta dan Solo. Saat ini saya hanya memimpin pasukan utama. Selebihnya urusan percetakan istri saya yang kerjakan. Produksi dan editing semua telah berjalan apik karena sistem sudah berjalan dengan baik.
Bermodal pengalaman sebagai pemasar iklan media cetak, pernah juga menjadi bagian pemasaran di motorola dan membuka biro iklan, memudahkan saya menjaring pasar. Kuncinya, pandai merawat nama baik dan merawat hubungan pada semua tokoh-tokoh dan relasi bisnis.
Sebagai ketua komite di SMP Negeri 6 dan Sekretaris Komite SMA 17, saya juga ketua Forum Komite Sekolah Makassar. Biasa diundang menjadi pembicara parenting dan memilih aktif di berbagai organisasi sosial dan kemasyarakatan.
Di ujung tulisan ini ingin rasanya memperkenalkan keluarga kecil. Pendukung dan sumber energi dalam berkarya. Allah kirimkan wanita tangguh, Ani Kaimuddin. Darinya lahir anak-anak ceria: Dea Ambarwati Kusuma (dr), Ria Atmaranti Kusuma(Psikologi UNM), Safwan Ariyadi Kusuma (Kelas III MAN 1) dan Farhan Alfarisi Kusuma (Kelas 2 SDN). Anak sulung kami, Dea Ambarwati, telah menikah dengan rekan satu profesinya yaitu dr. Mulafarsyah. Dan dari pernikahan itu Allah telah mengamanahkan cucu untuk kami; Zakira Talita Delafarsyah.
Akhirnya, bila tiba masa berjumpa jangan bicara apa-apa mari bersama, mengayun langkah menjemput cinta yang tak pernah punah. Terima kasih atas semua dukungannya, dan sekali lagi aku bangga memilih menjadi Penulis sebagai jalan hidupku. (Mal)