Beban Ganda Program Kesehatan dan Peran Organisasi Profesi

0
183
- Advertisement -

Menyambut HUT IDI ke-74, 24 Oktober 2024

Kolom Zaenal Abidin

Presiden RI, H. Prabowo Subianto Djojohadikusumo dalam pidato perdananya (20 Oktober 2024), dengan sangat tegas mengatakan keperpihakannya kepada rakyat Indonesia. Beliau tidak secara lantang mengatakan, pemerintah seharusnya melayani rakyat, bukan rakyat yang melayani pemerintah. Rakyat Indonesia masih banyak yang miskin, kesulitan bersekolah, kurang gizi, tidak bisa bekerja dan seterunya. Memang miskin, sulit bersekolah, kurang gizi, dan tidak bisa bekerja itu erat kaitannya dengan sehat dan sakitnya rakyat.

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa di Indonesia ini masih mengalami banyak masalah kesehatan rakyat yang belum terselesaikan. Hingga akhir 2022, sektor kesehatan Indonesia mengalami dua “beban tiga kali lipat”, yaitu: beban tiga kali lipat masalah penyakit yang dikenal triple burden disease dan beban tiga kali lipat masalah gizi yang dikenal triple burden of malnutrition.

Triple burden disease meliputi: adanya penyakit Infeksi New Emerging, Re-Emerging, penyakit tidak menular (PTM) yang cenderung meningkat setiap tahunnya, termasuk pula gangguan jiwa. Sedang triple burden of malnutrition, meliputi: kekurangan gizi, kelebihan berat badan, dan kekurangan zat gizi mikro.

- Advertisement -

Untuk masalah penyakit, masih ada tiga penyakit yang membuat nama Indonesia terkenal di dunia. Ketiga penyakit itu: skabies yang menjadi Indonesia peringkat pertama dunia; tuberkulose (TB) yang menjadikan peringkat kedua dunia; dan kusta menjadikan peringkat ketiga dunia. Sebagian dari dua “beban tiga kali lipat” masalah kesehatan di atas telah tertuang di dalam Rencana Pembangungan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

Di luar penyakit tersebut, Indonesia juga masih merupakan gudangnya bencana, yang bila terjadi dapat menimbulkan penyakit dan kematian. Belakangan, “Anak berkebutuhan khusus dan penyandang disabilitas” pun masuk ke dalam UU No.17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Penyandang disabilitas ini pun merupakan bagian dari misi keempat Prabowo ketika berkampanye sebagai Calon Presiden. Sehingganya wajib menjadi perhatian, agar dapat memperoleh hak dasar kesehatannya secara aman, layak, berkeadilan, dan tanpa diskriminasi.

Beban Ganda Program Pembangunan Kesehatan

Dalam Asta Cita 4, Presiden Prabowo pernah berjanji akan memperkuat pembangunan kesehatan. Demikian pula di dalam 17 program prioritasnya, pada program ketujuh, beliau berjanji akan menjamin tersedianya pelayanan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia. Beliau juga menjanjikan, semua pasien mendapatkan pelayanan yang terbaik di rumah sakit. Di dalam sistem kesehatan janji-janji tersbut lebih dikenal sebagai upaya pelayanan perorangan (UKP) atau pelayanan medis.

Selanjutnya, terdapat pula janji atau program yang merupakan upaya pelayanan kesehatan masyarakat (UKM). Wilayah UKM ini jangan dikira bukan urusan kesehatan, sehingga menteri kesehatan tidak merasa berkepentingan untuk memerhatikannya. Misalnya, yang tertuang pada program prioritas 1 terkait swasembada pangan dan air.

Keduanya merupakan kebutuhan pokok masyarakat untuk hidup dan sehat.
Pun program kesehatan dapat ditemukan pada program 10 terkait perlindungan hak perempuan, anak, serta penyandang disabilitas. Program ini tentu juga sangat terkait dengan kesehatan sebagai hak asai manusia (HAM). Untuk diketahui persoalan pelayanan kesehatan kepada perempuan, anak, penyandang disabilitias dan berkebutuhan khusus, sangat urgen dan masih membutuhkan perhatian khusus dari pemerintah.
Juga dapat ditemukan pada program 11 terkait menjamin kelestarian lingkungan. Tanpa lingkungan hidup yang lestari maka manusia pun tidak akan dapat hidup sehat dan sejahtera. Sebaliknya, setiap terjadi perusakan dan pencemaran lingkungan pasti berakibat terjadinya kesakitan dan kematian rakyat.

Demikian halnya pada program 13 terkait menjamin rumah murah dan sanitasi masyarakat desa dan rakyat yang membutuhkan. Sebetulnya bukan hanya masyarakatpedesan yang perlu dijamin perumahan dan sanitasinya, masyarakat perkotaan pun demikian. Apalagi masyarakat kumuh perkotaan. Perumahan dan satitasi sangat penting dalam bidang kesehatan, sebab keduanya merupakan kebutuhan dasar kesehatan rakyat.

Selanjutnya, berita www.liputan6.com/health, 20 Oktober 2024, berjudul, “Mengingat Kembali Janji Prabowo di Sektor Kesehatan Ketika Sah Jadi Presiden ke-8 Indonesia.” Disebutkan, saat berkampanye, Prabowo antara lain menjanjikan: membangun rumah sakit modern di setiap kabupaten dan kota; serta membangun puskesmas modern di setiap desa.

Juga berjanji untuk mengatasi kekurangan dokter dengan menambah jumlah fakultas kedokteran, dari yang saat ini 92 menjadi 300. Walau untuk poin ini penulis sendiri tidak begitu sepakat karena berbagai pertimbangan. Dan lagi pula, program mengatasi kekurangan dokter dengan menambah jumlah fakultas kedokteran lebih tepat menjadi ranah bidang pendidikan nasional ketimbang kesehatan. Sebab, bukankah fakultas dan pendidikan kedokteran itu adalah bagian dari pendidikan tinggi.

Berikutnya, program makan siang gratis untuk anak dan ibu hamil dan pemeriksaan kesehatan gratis untuk 52 juta penduduk. Semua yang penulis sebutkan tersebut merupakan janji Presiden Prabowo ketika berkampanye, yang tentunya akan dituangkan ke dalam Rencana Pembangungan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) untuk lima tahun pemerintahannya.

Selain yang dijanjikannya saat kampanye, Presiden Prabowo pun tidak boleh melupakan program kesehatan dalam RPJMN (2020-2024) yang dinilai Bapak Suharso Monoarfa (Menteri Bappenas) terancam tidak mencapai target 2024. Juga masih ada dua “beban ganda tiga kali lipat” masalah penyakit dan masalah gizi yang penulis telah kemukakan di awal tulisan ini. Mengapa tidak boleh dilupakan? Sebab, semuanya menyangkut kebutuhan dan hak dasar kesehatan rakyat Indonesia. Bila kebutuhan dan hak dasar kesehatan tersebut gagal ditangani tentu akan menjadi penghalang berat untuk pencapaian Indonesia Emas 2045 mendatang.

RPJMN 2020-2024 yang Gagal Mencapai Target

RPJMN Kesehatan 2020-2024 merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Presiden hasil Pemilu 2019-2024 di bidang kesehatan. Berikut ini penulis ingin mengemukakan pernyataan Suharso Monoarfa, sebagaimana yang diberitakan www.katadata.co.id, 5 Juni 2023, lalu. Menurut Suharso Monoarfa, “Sembilan dari sepuluh target pembangunan kesehatan pada era Jokowi terancam gagal. Hanya satu target pembangunan di bidang kesehatan yang sudah tercapai yakni tingkat obesitas penduduk dewasa yang sudah turun hingga 21,8%.“ .

Dari sembilan yang masih jauh dari target yang harus tercapai pada tahun 2024 adalah sebagai berikut: (a) Imunisasi dasar lengkap bayi, pada tahun lalu tercapai 63,17% dari target tahun depan sebesar 90%; (b) Presentasi stunting balita atau bertubuh pendek sudah tercapai 21,6% dari target bisa turun hingga 14%. Untuk mencapai angka itu, setidaknya perlu menurunkan rata-rata 3,8% pada tahun ini dan tahun depan.

Selanjutnya, (c) Persentase wasting balita atau yang bertubuh kurus pada tahun lalu sebesar 7,7% dari target bisa turun hingga 7% tahun depan; (d) Insiden tuberkulosis sudah turun mencapai 354 per 100 ribu pen- duduk, tetapi masih jauh dari target tahun depan 297 per 100 ribu; (e) Eliminasi malaria sudah mencakup 372 kota, tetapi masih belum mencapai target 405 kabupaten atau kota; (f) Eliminasi kusta mencakup 403 kabupaten atau kota, dari target di 514 kabupaten atau kota.

Berikut, (g) Angka merokok pada anak tercapai 9,1% dari target turun hingga 8,7%; (h) Fasilitas kesehatan tingkat pertama atau FKTP terakreditasi sudah mencapai 56,4% tetapi masih jauh dari target 100%; (i) Sebanyak 56,07% puskesmas sudah memiliki tenaga kesehatan sesuai standar, tetapi masih jauh dari target 83% puskesmas. Hanya satu target pembangunan di bidang kesehatan yang sudah tercapai, yakni tingkat obesitas penduduk dewasa yang sudah turun hingga 21,8%.

Peran Organisasi Profesi Kesehatan

Lalu, apa yang dapat diperankan organisasi profesi kesehatan? Organisasi profesi kesehatan memang bukan organ birokrasi pemerintah. Bukan pula institusi bisnis. Mereka adalah insan-insan profesional yang menggabungkan diri berdasarkan kesamaan disiplin keilmuan. Karena keilmuannya sangat spesifik maka perannya tidak mungkin dapat digantikan.

Organisasi profesi kesehatan bersifat independen dalam memelihara ilmunya, mendidik dan mengembangkan kompetensi anggotanya. Juga independen dalam menyusun standar profesi, standar pendidikan profesi, dan standar pelayanan profesinya sendiri tanpa digaji dan dibayar. Sekali pun kemudian pemerintalah yang mensahkan standar-standar tersebut.

Juga independen dalam membuat kode etik profesi dan menggunakanya untuk mengawasi dan menilai perilaku anggotanya dalam memberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Standar-standar tersebut dibutuhkan agar pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat tetap berkualitas, sesuai standar, dan tidak melanggar etika profesi. Mengapa mereka harus menyusun standar-standar itu sendiri? Karena, hanya kelompok profesilah yang tahu tentang profesinya, sehinga hanya mereka pula yang tahu menyusun standartnya.

Orang atau kelompok orang yang berada di luar profesi tidak tahu sehingganya mereka tidak akan pula mampu membuatnya. Sekali pun orang tersebut seorang menteri kesehatan atau ketua konsil kesehatan atau kepala dinas kesehatan, ia tidak boleh mengintervensi atau “cawe-cawe” dalam penyusunan standar-standar tersebut. Bila pemerintah cawe-cawe dalam penyusunan standar-standar tersebut maka dapat dipastikan bahwa pemerintah tidak memahami hakikat profesi dan itu sangat membahayakan profesi serta merugikan masyarakat.

Peran organisasi profesi dapat dilakukan secara langsung melalui pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan penyusunan standar-standar maupun tidak langsung melalui peran advokasi. Dalam peran advokasi organisasi profesi dapat memberi masukan dan mengingatkan pemerintah agar melengkapi standar pelayanan kesehatan yang hingga kini belum dibuat atau belum disahkan. Atau mengingatkan agar pemerintah mengani perlunya segera merevisi standar yang sudah usang.

Organisasi profesi pun dapat mengadvokasi pemerintah agar dalam memberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat tetap berkualitas dan sesuai standar, meski dana yang tersedia tidak tak terbatas. Karena dana tidak tak terbatas itu pula sehingga organisasi profesi perlu selalu mengingatkan pemerintah agar fokus dan berpijak kepada masalah kesehatan utama yang dialami oleh masyarakat. Tidak boros belanja untuk sesuatu yang tidak dibutuhkan masyarakat.

Fokus pada program dan janji kampanye Presiden dan fokus kepada dua “beban dua kali lipat masalah kesehatan”. Juga fokus kepada tiga penyakit yang menempatkan Indonesia pada rangking satu, dua, tiga di dunia serta fokus kepada RPMN 2020-2024 yang targetnya belum tercapai. Juga mengingatkan agar pemerintah memberi perhatian serius kepada kelompok masyarakat yang berkebutuhan khsusus dan penyandang disabiltas. Untuk diketahui, pelayanan kesehatan kapada kelompok masyarakat yang berkebutuhan khsusus dan penyandang disabiltas ini merupakan masalah lama namun rasa baru.

Organisasi profesi juga dapat mengingatkan pemerintah untuk mengutamakan upaya promosi dan pencegahan dibanding menunggu masyarakat sakit baru mau dilayani dengan upaya kuratif (mengobati dan merawat setelah jatuh sakit). Apalagi bila pelayanan kuratif itu berbiaya tinggi, yang dapat membebani Jaminan Sosial Kesehatan atau JKN, yang juga dananya tidak tak terbatas.

Catatan Akhir

Beban ganda pembangunan kesehatan Presiden Prabowo, tentu mengharuskan kementerian yang mengurusi kesehatan bekerja keras. Selain bekerja keras ia juga harus lebih fokus menjalankan program dan janji kampanye Presiden dalam menyehatkan rakyat Indonesia. Apalagi bila alokasi dananya tidak tak terbatas.

Dengan beban ganda yang berat tersebut, tentu pemerintah tidak mampu melaksanakan sendirian. Sekuat apa pun pemerintah dengan segala birokrasi yang dimiliki pasti tidak akan mampu melayani kesehatan rakyat sendirian. Karena itu, organisasi profesi kesehatan dengan keilmuan dan kompetensi spesifik yang dimiliki perlu diajak untuk terlibat. Organisasi profesi dapat terlibat melalu pelayanan langsung maupun melalui peran advokasi, guna memberi masukan dan mengingatkan pemerintah.

Dalam menjalankan peran advokasi, boleh jadi pemerintah yang mengurus bidang kesehatan tidak diterima atau tidak setuju pendapat organisasi profesi. Namun, penulis yakin ketidak setujuan itu tidak akan membuat pemerintah marah dan memusuhi organisasi profesi. Mengapa penulis yakin? Sebab, bila pemerintah memusuhi organisasi profesi, siapa lagi yang akan membantunya mengurus beban ganda program pembanguan kesehatan yang sangat berat itu? Dan lagi pula, setelah penulis menyimak pidato perdana Presiden Prabowo, kesan saya beliau sangat kolaboratif, akomodatif, terbuka, dan demokratis.

Jika Presiden saja sangat kolaboratif, akomodatif, terbuka, dan demokrasis menerima masukan atau pendapat, sekali pun mungkin berbeda dengan pandangannya, tentu pembantunya pun seharusnya demikian. Tidak semestinya menteri bertindak sebaliknya, berbuat semena-mena terhadap organisasi profesi. Semoga pidato perdana Presiden Prabowo tersebut dapat menjadi semangat dan harapan baru bagi organisasi profesi kesehatan di Indonesia, seperti IDI, PDGI, PPNI, IBI, IAI, dan lainnya untuk berpartisipasi dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045. Wallahu a’lam bishawab.

Penulis adalah Ketua Umum PB Ikatan Doter Indonesia, periode 2012-2015

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here