Kolom Ruslan Ismail Mage
Hampir semua orang sepakat menunggu adalah pekerjaan paling menjenuhkan. Terlebih menunggu nomor antrian yang relatif panjang. Saya jadi teringat pada guru-guru di Australia yang lebih prihatin sama anak didiknya kalau tidak bisa antri, dibandingkan dengan nilainya rendah. Karena begitu banyak pelajaran kehidupan yang bisa didapat dari tertib mengantri. Paling tidak melatih kesabaran diri menyambut bulan suci ramadhan yang semakin dekat rasanya memeluk jiwa.
Karena itu sambil menunggu nomor antrian di Bank BTN jalan Margoda Depok, saya manfaatkan waktu menulis pengalaman inspiratif saya satu jam sebelumnya ketika mampir Bank BTN Cimanggis untuk meminta bukti pelunasan KPR BTN. Dari sinilah tulisan inspiratif ini berawal.
Selasa 6-4-21 jelang siang matahari bersinar terik mengiringi kendaraanku sampai di parkiran bank BTN Cimanggis. Saya harus menunggu kurang lebih 10 menit untuk menghadap ke costumer service kerena ada satu orang nasabah yang diladeni. Tiba giliran saya, sebuah sapaan familiar dengan senyum ramah memanggil, ada yang bisa kami bantu bapak, tanya costumer service ramah.
Setelah mendengar maksud dan melihat berkas saya, kesimpulannya data yang
saya butuhkan tidak bisa didapat karena karyawan yang bertugas di bagian pelayanan KPR lagi cuti, sehingga diarahkan pergi ke kantor BTN Margonda. Manusiawa kalau kecewa karena tidak sesuai yang diharapkan, tapi cara custemer service melayani membuatku merasa fres dan lega saja. Kalau costumer service ramah melayani nasabah itu sudah biasa dan sudah menjadi tuntutan kantor tempat bekerja.
Namun yang menarik dari Mbak Nurul Putri Utami, sang costumer service yang saya temui ini adalah berusaha membantu menunjukkan jalan walaupun itu tidak harus dia lakukan. Karena itu saya menyebutnya Mbak Nurul bukan sekadar costumer service, tetapi juga sekaligus “navigator” yang menunjukan arah perjalan ke depan hingga mencapai tujuan.
Betapa tidak, setelah selesai menjelaskan dengan baik tugas utamanya kalau data yang saya butuh tidak bisa didapatkan, bagi saya itu sudah cukup dan melegahkan pelayanannya. Yang menarik adalah narasi bahasanya yang mengatakan, “maaf bapak, berkaitan dengan suasana pandemi ini, maka sebelum bapak jalan ke kantor BTN Margonda, saya telepon dulu tanya apakah nomor antrian masih bisa didapat, mengingat ada pembatasan nomor antrian.”
Sesaat kemudian, Mbak Nurul mengatakan “oh iya bapak, silahkan jalan nomor antrian masih ada, nanti temui aja Pak Sumardi satpam di kantor BTN Margonda.” Bagi saya ini pelayanan ekstra yang biasa saya sebut “pelayanan jiwa” dalam setiap forum saya berkaitan dengan pelayanan publik, karena bisa saja langsung meminta saya ke BTN Margonda tanpa harus mengecek posisi nomor antrian sama satpam di sana.
Mbak Nurul Putri Utami, adalah sosok custumer service sekaligus navigator yang maksimal menunjukkan arah jalan ke depan bagi nasabah. Sebelum berpamitan, saya mengatakan mbak Nurul hari ini telah memberi pelajaran bagi kehidupan, bahwa “siapapun yang dilayani, layani jiwanya bukan fisiknya.” Melayani jiwa berarti melayani kemanusiaan paling hakiki dalam kehidupan tanpa membedakan. Sementara melayani fisik berarti melayani berdasarkan atribut yang melekat pada diri seseorang, disitulah keangkuhan dalam melayani bisa muncul. Terimakasih Nurul Putri Utami, lima menit bersamamu engkau telah mengajarakan kepada seluruh costumer service bagaimana cara melayani jiwa bukan fisik.
Penulis : Akademisi, Inspisator dan Penggerak, Founder Sipil Institute Jakarta