Oleh Fiam Mustamin
Potensi pariwisata alam pegunungan, hamparan persawahan, pesisir pantai berpasir putih, kepulauan dan situs situs peradaban masa lampau dapat menjadi tujuan perjalanan (destinasi wisata) di Provinsi Sulawesi Selatan.
Perjalanan darat dapat menempuh jalur ke Utara dimulai dari Makassar sebagai kota tua, bandar pelabuhan Makassar dari zaman Pertugis, peninggalan benteng Somba Opu, benteng Rotterdam, makam wali; Pangeran Diponegoro, Datuk ri Bandang serta Maulana Syech Yusuf, Sultan Hasanuddin dan Arung Palakka di Gowa.
Dari Gowa ke Malino gunung Bawakaraeng dan ke Tamalatea tempat turunnya To Manurung muasal raja-raja Gowa, ke Cikoang Takalar yang setiap tahun menyelenggarakan ritual Maulid Lompoa (besar). Kemudian ke butta toa Sinjai terus ke daerah Kajang dengan Ammatoa kepala sukunya di Bulukumba yang tetap memelihara peradaban alam leluhurnya yang tak terpengaruh dengan peradaban modern.
Di Bulukumba ini juga dikenal dengan kearifannya sebagai Panrita Lopi (pembuat perahu pinisi) temurun yang bisa dilayarkan menembus lautan Samudera. Di butta toa Bulukumba ini bermakam penyebar agama Islam di tanah Bugis : Datu ri Tiro.
Menyeberang ke pulau Selayar (Tana Doang) bertahta turunan kerabat raja Gowa. Di Selayar terkenal dengan keindahan habitat lautnya Takaboberate.
Dari Bulukumba melintasi wilayah pegunungan ke Sinjai dan terus ke Bone dengan menyaksikan pemandangan perjalanan dengan aneka ragam tanaman di sekitarnya.
Mendaki ke Bulu Dua
Perjalanan ke jalur Selatan biasanya menuju Tana Toraja. Ke Bulu Dua melalui Maros, Pangkajene Kepulauan/Pangkep dan Pekkae Barru menyaksikan areal persawahan, tambak ikan dan pegunungan.
Di sepanjang poros jalan itu berjejer rumah-rumah panggung diselingi ruko restoran yang menghidangkan ikan segar kepiting dan cumi-cumi. Ada juga berjejer jualan panganan kue khas dange yang masih hangat.
Membanggakan di sepanjang jalan itu berdiri megah masjid dengan menaranya yang menjulang tinggi. Bangunan masjid itu terbaik dari bangunan rumah penduduk yang konon dibangun swadaya oleh warga setempat perantauan (warga KKSS).
Di hari Jumat pagi kita menyaksikan penduduk Bulu Dua berdatangan ke pasar di desa Cennae. Pasar itu letaknya berdekatan dengan pinggir jalan raya. Di hari pasar itu masih ada dokar/ bendi dan kuda (patteke) yang ditambatkan.
Kuda-kuda patteke itu dipastikan mengangkut hasil bumi dari hutan seperti; gula merah, kemiri, keluwak, pangi, jagung, kacang putih, madu, tuak manis serta sayur-sayuran yang ditanam di kebun lahan pegunungan.
Terkadang bisa menemukan beras merah yang di tumbuk tangan/ bukan diolah pabrik yang rasanya wangi dan pulen.
Pasar sepekan di pegunungan itu memenuhi kebutuhan warga sekitar Bulu Dua Soppeng dan Pekkae Barru.
Seperti sudah menjadi kesepakatan sebelum waktu sholat Jumat pasar itu sudah sepi dan masing-masing pulang untuk shalat berjamaah Jumat di kampungnya.
Penulis adalah pemerhati pariwisata