Kolom Jacob Ereste
Keberanian bangsa Indonesia tampaknya sungguh luar biasa dibanding bangsa-bangsa lain di dunia. Setidaknya mengenai hal-hal yang menakutkan bagi negara berkembang adalah terjadinya brain drain (human capital flight) fenomena melacitnya para kaum intelektual, periset, ilmuwan, atau peneliti dari negerinya sendiri ke negara-negara lain yang lebih maju. (Duniadosen.Com, Irukawa Elisa, March 14, 2017).
Perginya aset intelektual ini disebabkan akibat minimnya peluang dan keterbatasan negara memberikan wadah, kesempatan dan peluang. Dari hasil pengamatan terhadap pelaku brain drain pada umumnya adalah peneliti muda yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Mulai dari insinyur, akademisi, ahli teknologi informasi, ahli komputer hingga ahli astronomi. Akibatnya, negara asal jelas akan sangat banyak mengalami kerugian. Karena semua penemuan yang ditemukan oleh warga negara asal seperti Indonesia yang tengah menghadapi barain drain bisa kehilangan banyak hak paten yang mereka hasilkan kemudian menjadi milik negeri lain itu yang menampung mereka sebagai pelarian kaum intelektual Indonesia.
Ancaman dari brain drain yang berujung pada pilihan sikap pelarian sejumlah kaum intelektual Indonesia yang menjadi ancaman itu jelas akan membuat kemunduran bagi bangsa dan negara juah terpuruk di belakang. Sementara negara lain terus melesat merobek langit, menggamit beragam manfaat dari pelarian anak bangsa Indonesia yang meninggalkan negerinya, karena merasa tidak memiliki tempat di kampung halaman sendiri. Tdentu akibatnya akan menjadi sangat ironis Ketika sejumlah hak paten yang m ereka hasilkan harus kita bayar dari hasilnya dari publikasi yang ditemukan oleh anak bangsa kita itu, lantaran telah menjadi hak paten negara orang lain.
Alih-alih hendak mengkhayalkan pemerintah mau membiaya hidup para penulis – terutama para sastrawan seperi di sejumlah negeri maju dan lebih beradab – sehingga menempatkan karya tulis dan karya ilmiah sebagai kekeyaan intelektual anak bangsa yang patut dihargai. Irukawa Elisa juga mencatat pada tahun 2016, LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) pernah berupaya untuk meningkatkan jiwa peneliti muda Indonesia, dan menargetkan doktor dan profesor lebih banyak dari tahun sebelumnya. DPP KNPI bersama PB HMI dan PPI pada tahun 2009 juga pernah membentuk Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional, di Den Haag. Harapannya, agar para anak bangsa Indonesia dapat terkover dan tetap memperoleh perlindungan dari pengelola negerinya sendiri, sekaligus dapat memberi kontribusi positif untuk membanguna bangsa Indonesia dalam arti laus, tak sebatas fisik atau hal-hal yang berujud material semata.
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang sedang heboh dibicarakan kaum intelektual Indonesia, merespon upaya pemepatan sejumlah Lembaga riset masuk dalam satu lembaga pemerintah nonkementerian yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden Indonesia melalui menteri yang membidangi urusan pemerintahan di bidang riset dan teknologi.
BRAIN pertama kali dibentuk oleh Presiden Joko Widodo melalui Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2019 yang melekat kepada Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) sehingga Menteri Riset dan Teknologi juga bertindak sebagai Kepala BRIN. Lalu BRIN kemudian seakan-akan perlu memiliki seorang Ketua Dewan Pengarah dari BPIP yang semakin tak jelas hubungan itu – kecuali nuansa politik dan bagi-bagi jabatan – lalu mengangkat Megawati Soekarnoputri. Bahkan kemudian, resmi dari BRAIN sejak 28 April 2021 dari Kemenristek. Artinya BRAIN jadi berdiri sendiri yang berada langsung dibawah presiden.
Perpres Nomor 74 Tahun 2019 menyebutkan bahwa tugas BRIN yaitu menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi. Sedangkan untuk menjalankan tugas tersebut, BRIN menyelenggarakan fungsi diantaranya (1) Melaksanaan pengarahan dan penyinergian dalam penyusunan perencanaan, program, anggaran, dan Sumber Daya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi bidang Penelitian, Pengembangan, Pengkajian dan Penerapan. (2) Merumusan dan penetapkan kebijakan di bidang standar kualitas lembaga penelitian, sumberdaya manusia, sarana dan prasarana riset dan teknologi, penguatan inovasi dan riset serta pengembangan teknologi, penguasaan alih teknologi, penguatan kemampuan audit teknologi, perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, percepatan penguasaan, pemanfaatan dan pemajuan riset dan teknologi. (3) Mengkoordinasikan penyelenggaraan Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. (4) Menyusun rencana induk ilmu pengetahuan dan teknologi. (5) Memfasilitasi perlindungan Kekayaan Intelektual dan pemanfaatannya sebagai hasil Invensi dan Inovasi nasional sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (6) Menetapkan wajib serah dan wajib simpan atas seluruh data primer dan keluaran hasil penelitian, pengembangan, pengkajian dan penerapan. (7). Menetapkan kualifikasi profesi peneliti, perekayasa, dan sumber daya manusia Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. (8) Fasilitasi pertukaran informasi Ilmu Pengetahuan Teknologi antarunsur Kelembagaan Pengetahuan dan Teknologi. (9) Mengelola sistem informasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nasional. (10) Membina penyelenggaraan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. (11) Perizinan pelaksanaan kegiatan Penelitian, Pengembangan, Pengkajian dan penerapan serta Invensi dan Inovasi yang berisiko tinggi dan berbahaya dengan memperhatikan standar nasional dan ketentuan yang berlaku secara internasional. (12) Pengawasan terhadap perencanaan dan pelaksanaan Penyelenggaraan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sesuai dengan rencana induk pemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. (13) Koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang kelembagaan, sumber daya, penguatan riset dan pengembangan, serta penguatan inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi. (14) Pemberian izin tertulis kegiatan penelitian dan pengembangan oleh perguruan tinggi asing, lembaga penelitian dan pengembangan asing, badan usaha asing, dan orang asing di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. (15) Pemberian izin tertulis kegiatan penelitian dan pengembangan terapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berisiko tinggi dan berbahaya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (16) Koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan BRIN. (17) Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab BRIN; dan (18) Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan BRIN.
Hebohnya LBM Eijkman dinyatakan resmi melebur bersama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), kini LBM Eijkman telah berubah menjadi Pusat Riset Biologi Molekuler (PRBM) Eijkman. Upaya mengintegrasikan LBM Eijkman ke dalam BRIN diharapkan akan memperkuat kompetensi periset biologi molekuler di Indonesia. Begitulah tampaknya satu diantara sekian pertimbangan Presiden Joko Widodo telah menanda tangani Surat Peraturan Nomor 33 Tahun 2021 pada 5 Mei 2021 yang secara efektif menetapkan BRIN sebagai satu-satunya badan penelitian nasional. Peraturan tersebut memutuskan bahwa semua badan penelitian nasional Indonesia seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) bergabung menjadi BRIN. Posisi BRIN bukan lagi sebagai regulator, karena fungsi regulasi tetap berada di kementerian.
Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2021 tentang Badan Riset dan Inovasi Nasional ini disebutkan bahwa kedudukan BRIN merupakan sebagai lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden dan bertugas membantu Presiden dalam menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi melakukan monitori, pengendalian, dan evaluasi terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi Badan Riset dan Inovasi Daerah atau BRIDA. (Kompas.Com, 13/10/2021)
Susunan organisasi BRIN terdiri atas dewan pengarah dan pelaksana. Susunan Dewan Pengarah BRIN terdiri atas ketua, wakil ketua, sekretaris, dan anggota. Ketua BRAIN berasal dari unsur dewan pengarah badan yang menyelenggarakan Pembinaan Ideologi Pancasila. Sementara wakil ketua dewan pengarah BRIN dijabat oleh unsur profesional dan/atau akademisi. Kemudian, sekretaris dan anggota dewan pengarah dijabat oleh unsur profesional dan/atau akademisi di bidang penelitian, pengembangan, dan penerapan, serta invensi dan inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi paling banyak tujuh orang.
Lalu, inspektorat utama dan organisasi pelaksana fungsi teknis operasional penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi bidang ilmu pengetahuan, bidang penerbangan, dan antariksa nasional, bidang pengkajian dan penerapan teknologi, dan bidang tenaga nulklir nasional. Sedangkan tugas Ketua Dewan Pengarah BRIN Berdasarkan Perpres memberikan arahan kepada Kepala BRIN dalam merumuskan kebijakan dan penyelenggaraan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi menjadi landasan dalam perencanaan pembangunan nasional di segala bidang kehidupan yang berpedoman pada nilai Pancasila. (Kompas.com – 13/10/2021) meski BPIP (Badan Pembina Ideologi Pancasila) pun tidak jelas arahan kelembagaannya. Setidaknya, fenomena dari melacitnya Profesor Yudi Latif dari BPIP lebih dari cukup menerangkan ketidak-jelasan dan kesamarannya BPIP. Meski Dewan Pengarah BRAIN sebagai bagian dari unit organisasi Sekretariat Utama, hingga Sekretariat Dewan Pengarah secara fungsional bertanggung jawab kepada Ketua Dewan Pengarah dan secara administratif bertanggung jawab kepada Sekretaris Utama, seperti diungkapkan oleh Dr. Laksana Tri Handoko,M.Sc. Setidaknya intergrasi LPNK (Lembaga Penelitian Non-Kementerian) ke BRIN Disebut Malapetaka Riset dan Inovasi bagi bangsa Indonesia. (Republika,Com, Ahad 09 Januari 2022).