Kolom Bachtiar Adnan Kusuma
Sebagai pegiat literasi, penulis amat bersyukur karena berkesempatan tampil berbagi pengalaman di depan pustakawan desa dan lorong (pustakawan kelurahan) yang akan digelar Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, Senin 22 Juni 2021 di Aula Mini Perpustakaan Maros. Dari Bimbingan Teknis Pengembangan Perpustakaan sebagai upaya meningkatkan Layanan Berbasis Teknologi dan Inklusi Sosial, saya teringat salah satu tulisan saya di halaman 31 pada buku “SYL dan 17 Jurus Gemar Membaca” terbitan GPMB Sulsel-Yapensi, 2013 yang menekankan kalau cinta akan membaca membutuhkan proses yang panjang, banyak faktor yang harus dilibatkan, salah satunya membiasakan membaca anak-anak di Perpustakaan Desa dan Kelurahan. Sebuah penelitian mengenai hubungan anak dan membaca berulangkali didengar, bahkan dilakukan berbagai lembaga yang peduli dengan gerakan membaca. Namun hasilnya menunjukkan bahwa muncul kesadaran besar bagi kaum orang tua terutama memperkenalkan dunia membaca kepada anak-anaknya.
Tak bisa dipungkiri bahwa dunia membaca telah melekat dalam dunia pendidikan kita. Kita semua patut bersyukur karena melalui Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Maros dan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sulsel telah menggerakan gerakan literasi berbasis desa dan lorong di Sulawesi Selatan dengan mendirikan perpustakaan desa dan perpustakaan lorong di Sulsel termasuk Maros. Apa yang digagas oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sulsel, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Maros, Bupati dan Wakil Bupati Maros bersama DPRD Maros menjadikan Maros sebagai kabupaten literasi bukan isapan jempol semata. Tapi dibuktikan dengan akan hadirnya Perda Literasi Kabupaten Maros sebagai kabupaten literasi pertama di Sulsel.
Dalam teori Mildred A.Dawson menyebutkan betapa dahsyatnya empat keterampilan dalam menuntut masyarakat agar lebih memahami pentringnya membaca yaitu keterampilan menyimak (listening skills), keterampilan berbicara (speaking skills), keterampilan membaca (reading skills) dan keterampilan menulis (writing skills). Keempat keterampilan itu, memiliki hubungan yang erat dan saling terkait. Misalnya, anak-anak yang awalnya belajar menyimak bahasa apa yang disampaikan kedua orang tuanya ataupun orang-orang sekitarnya. Dengan kemampuan menyimak yang dimiliki oleh seorang anak, merekan belajar melafalkan apa yang mereka dengar dan simak dengan mengucapkan kata-kata. Selanjutnya anak-anak akan belajar membaca dan menulis sebagai rangkaian penting dalam menguasai keempat keterampilan tersebut.
Pertanyaannya, apa peranan perpustakaan desa dan perpustakaan lorong dalam upaya meningkatkan minat baca masyarakat? Perpustakaan desa dan perpustakaan lorong sebagai media pembelajaran bagi anak-anak sangat penting terutama menumbuhkan gemar membaca sejak dini. Beragam bahan bacaan yang variatif dikenalkan pada anak-anak. Misalnya saja, lewat bacaan bergambar dapat menumbuhkan imajinasi dan daya rangsang emosional bagi anak-anak terutama mengoptimalkan perkembangannya. Biasanya anak-anak cenderung meniru gambar buku yang dibacanya. Hal ini ikut memengaruhi perkembangan psikologi anak terutama menjadikan mereka menjadi pribadi yang utuh dengan kepercayaan diri yang kuat, mandiri dan punya cita-cita besar kedepan.
Karena itu, keberadaan perpustakaan desa dan perpustakaan lorong sangat besar perannya terutama ikut serta mencerdaskan masyarakat pada sektor pendidikan non formal. Nah, bagaimana menjadikan perpustakaan desa dan lorong sebagai tempat membaca yang menarik bagi masyarakat? Menurut penulis, ada empat hal yang perlu mendapat perhatian bagi pengelola dan relawan perpustakaan desa dan lorong.
Pertama, bagaimana menjadikan perpustakaan desa dan lorong sebagai sarana rekreatif bagi masyarakat. Kehadiran perpustakaan desa dan lorong sebaiknya menyediakan sarana dan prasarana bermain bagi anak-anak dengan meliputi ruangan dan tempat khusus yang menyediakan tempat bermain role play. Buku-buku yang disediakan, mestinya lebih banyak berorientasi pada cerita dan fiksi anak-anak guna menumbuhkan karakter dan tipikal anak yang gemar membaca.
Kedua, perpustakaan desa dan lorong sebaiknya menyediakan sarana hiburan yang mendidik bagi pengunjung terutama anak-anak. Biasanya sarana hiburan ditunjukkan melalui bacaan majalah dan tabloid serta buku-buku dongeng bergambar warna serta buku cerita yang memiliki unsur hiburan. Perpustakaan desa dan lorong sebaiknya menyediakan sarana musik yang ekonomis dan terjangkau, sehingga pengunjung bukan hanya datang membaca, tapi juga memeroleh hiburan yang sehat.
Ketiga, perpustakaan desa dan lorong memiliki unsur edukasi yaitu tersedianya bacaan dan sarana yang mendidik pengunjung terutama dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat. Kecakapan life skill yang instan perlu disajikan bagi ibu-ibu dari anak-anak pengunjung perpustakaan desa dan lorong.
Keempat, perpustakaan desa dan lorong sebaiknya menyediakan sarana informasi yang sehat dan bermanfaat bagi pengunjung dan pembaca. Perpustakaan Desa dan lorong mestinya menyediakan papan informasi lapangan kerja dan bursa kerja yang dibutuhkan masyarakat. Dengan hadirnya papan informasi lapangan kerja, sangat membantu masyarakat terutama memeroleh informasi yang dibutuhkan.
Kelima, perlunya relawan perpustakaan desa dan lorong sebagai lokomotif menggerakkan kegiatan membaca, menulis, bermain, berbicara dan mendengar. Sebab hanya dengan relawan yang menyediakan waktunya rutin dan hadir membimbing pengunjung perpustakaan desa dan lorong bisa hidup, berkelanjutan dan bertahan.
Yang penting menurut penulis, perpustakaan desa dan lorong menyediakan sarana bacaan berupa buku-buku bermutu, terbaru dan berkualitas. Dengan adanya buku-buku yang berkualitas, aktual dan akurat akan membangkitkan semangat membaca bagi masyarakat. Sebab buku adalah bahan baku utama yang dibutuhkan oleh sebuah perpustakaan desa dan lorong. Masalahnya, bagaimana pengelola perpustakaan desa dan lorong membuka jaringan keluar terutama memeroleh bantuan buku-buku baru. Caranya dengan menjaling kerjasama bagi seluruh penerbit, penulis dan tokoh-tokoh masyarakat yang mau mewakafkan bukunya.
Karena itu, hanya dengan perpustakaan desa dan kelurahan yang kaya referensi, selanjutnya memicu semangat masyarakat terutama menjadikan perpustakaan desa dan kelurahan sebagai sarana pendidikan, hiburan, informasi, rekreatif, edukasi dan memupuk semangat relawan membaca dari desa dan lorong.
Tokoh Literasi Sulsel & Sekjend Asosiasi Penpro Pusat