Cendekiawan Bugis Makassar Berkontribusi Bersama Membangun  Peradaban Bangsa

0
662
- Advertisement -

Kolom Fiam Mustamin

MEMBANGUN peradaban bangsa seperti apa yang dimaksud.

Apakah peradaban dalam kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini belum menenuhi harapan dari tujuan sebagaimana yang diamanatkan Konstitusi Undang Undang Dasar 1945.

Peradaban sebagai wujud untuk pencapaian tujuan berbangsa dan bernegara dengan jelas dirumuskan dalam Pembukaan/preambul Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

- Advertisement -

Di alenia empat disebutkan…”Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia dalam suatu  Undang Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan  rakyat dan seterusnya …”

Ke arah itu fokus tulisan ini dari Pertemuan Cendekiawan Bugis Makassar (PCBM) yang diselenggarakan oleh Badan Pengurus Pusat Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (BPP KKSS) pada 27 dan 28 Juni 2020.

Cendekiawan KKSS dan Peradaban Bangsa

ITU judul buku dari hasil PCBM yang berisi empat tema yaitu : 1. Sosial, Politik dan Ekonomi 2. Agama, Budaya dan Hukum 3. Humainora, Sastra dan Filsafat dan 4. Sains, Teknologi dan Kesehatan.

Terdapat 21 Cendekiawan penyaji makalah masing-masing sebagai berikut untuk tema satu: Prof. Dr. Masjaya, M.Si. Prof. Dr. Armin Arsyad, M.Si. Dr. Tanri Abeng, M.B.A. dan Prof. Dr. Ir. Mohammad Jafar Hafsah, I.P.M.

Tema dua, Prof. Dr. Alwi Shihab, M.A. Dr. K.H. M. Nasaruddin Umar, M. A. Prof. Dr. Shamsi Ali, M. A. Prof. Dr. Andi Faisal Bakti, M.A. Zainal Arifin Mochtar, M.A., Ph.D. dan Wahyuddin Halim, Ph. D.

Tema tiga ; Prof. Dr. Anhar Gonggong. Prof. Dr. Hafid Abbas. Ir.  Nirwan Ahmad Arsuka. Prof. Dr. Pawennari Hijjan, M.A. dan Anwar, S.Sos., M.A, Prof. Dr. Hamka Haq, M.A. dan Prof. Dr. Mukhtasar Syamsuddin, M.A.

Tema empat Prof. dr. Taruna Ikrar, M.Pharm. Dr. Jumraini Tammase, Sp.S.(K). Dr. Ing. Ilham Akbar Habibie, M.B.A. Prof. Dr. dr. Idrus A Paturusi, Sp.BO. dan Prof. Dr. Jamaluddin Jompa.

Materi naskah itu terangkum dalam 175 halaman yang menghasilkan rekomendasi bersifat internal KKSS.

Diperlukan penguatan pengembangan Sumber Daya Manusia untuk  bekerjasama dengan institusi/ Yayasan The Habibie Center dan lembaga Perguruan Tinggi  Institut Teknologi Habibie di Parepare.

Untuk pengembangan riset dan teknologi, pengkajian teknologi pertanian, industri kelautan, eksplorasi kekayaan laut, industri perikanan, bibit perikanan serta pengolahan dan pemasaran hasil laut.

Dan bersifat eksternal untuk penanganan Covid 19 secara terukur transparan terbuka dari penyelenggara dengan kebijakannya.

Mendesak penyelenggara Pilkada serentak dapat bekerja lebih baik yang menciptakan suasana demokratis dengan keamanan dan kedamaian di tengah wabah Covid 19.

Sinergi Arung dan Topanrita untuk Masyarakat yang Lebih Berkeadaban

TULISAN Wahyuddin Halim, Ph.D. Dosen Pemikiran Islam dan Studi Agama agama UIN Alauddin Makassar, merupakan pengayaan referensi yang sudah ada.

Antara lain adanya Otoritas Tradisional/relasi harmonis dan sinergis dari Max Weber. Dipresentasikan
Arung/bangsawan yang merupakan elit penguasa sosial politik dan Topanrita sebagai Intelektual dan Cendekiawan.

Penggambarannya antara Arung representasi Umara/ Pemerintah dan Panrita/Cendekiawan dan Ulama sebagai rakyat pemangku otoritas keagaman dan kerakyatan.

Posisi Panrita/ Cendekia itu sebagai penasehat pendamping tahta raja dalam menjalankan pemerintahannya.
Panrita Ulama dan Panrita Cendekia/ To Acca disetarakan dengan Filosof dari Plato (427/ 348 SM)

Disebutkan keberadan To Acca sebagai berikut:

1. To Ciung Tau Tongeng Macca di Luwuq abad ke 15. 2. Nene Maggading di Suppa abad ke 15.
3. La Tiringeng To Taba dan 4. La Taddampare Puang Ri Maggalatung di  Wajo abad 15 dan 16.
4. La Waniaga Arung Bila di Soppeng abad ke 16.
5. Nene Pasiru abad ke 15 dan 16. La Pagala Nene yg Mallomo di Sidenreng abad ke 16/17.
7. La Mellong Kajao Laliddong Tau Tongen Ri Gaunna di Bone abad ke 16.
8. Karaeng Bontolempangan di Gowa abad ke 17. Dan 9. Karaeng Pattingalloan di Gowa Tallo abad ke 17.

Disebutkan bahwa la Taddampare Puang Ri Maggalatung menjadi Arung Matao ke empat di Wajo yang memerintah sekitar 30 tahun.

Dikenal dengan melahirkan karya sistem pemerintahan demokratis, …
Adena emmi napu puang (adat/hukum yang dipertuan).

Dari catatan tersebut dapat menjadi refrensi adanya jejak genetis To Accca di delapan wilayah komunitas yang disebutkan itu memiliki  sumber daya manusia unggul yang mewarisi Empat Unsur Sifat/ Empa Sulapa.

Malempu/jujur, Macca/cerdas bijaksana/ berkopetensi/ berwawasan, Warani/ berani diatas kebenaran termasuk dengan kepeloporan dan Magetteng/kukuh teguh berintegritas.

Inilah nilai yang bisa digunakan dalam sebuah kepemimpinan universal untuk  bangsa.

Legolego Ciliwung 22 Desember 2022

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here