PINISI.co.id- Tangis pertama kali seorang bayi disambut dunia dengan seliur angin basah. Bukan tak ada kaharuan atau keceriaan di pojok bumi lainnya. Dalam suasana negeri yang sarat dengan ketidakpastian itulah, Jafar keluar dari rahim ibundanya.
Kehidupan saat itu dirasakan semua orang terasa sangat sulit. Negeri ini baru saja merdeka. Kaki-kakinya belum kuat menopang beratnya kehidupan rakyat setelah sekian lamanya terkungkung penjajahan. Ekonomi rakyat masih jalan di tempat. Kehidupan sosial politik masih rapuh.
Waktu demi waktu kemudian mengantarkan Jafar beranjak menjadi seorang anak yang lincah, periang, penurut dan selalu bergerak kian kemari sebagaimana galibnya anak laki-laki. Akan tetapi, sewaktu-waktu Jafar merasa gundah lantaran tak sekalipun melihat ayahnya yang begitu cepat meninggalkannya.
Beddu Seneng, ayah Jafar maninggal pada 1958. Jafar saat itu masih berusia 9 tahun. Ada yang bercerita kalau ayahnya meninggal muntah darah karena disantet orang gara-gara berebut tanah warisan.
Waktu terus berlalu hingga Jafar mulai berpikir dewasa. Sewaktu di SMA Jafar aktif bermain band dengan instrumen yang dimainkan adalah karakas. Jafar punya tugas sebagai beking vokal pada kelompok band SMA 200 Soppeng. Setamat dari soppeng, Jafar hijrah ke Makasar guna melanjutkan pendidikan di Fakultas Pertanian Unhas, tepatnya dijalan Kandea Makassar.
Di Makassar, Jafar menumpang di rumah saudara ibunya bernama Hasanuddin Manna, salah seorang juragan becak di jalan sungai Limboto Makassar. Biasanya Jafar punya tugas sebagai juru tagih bagi tukang becak yang belum membayar sewa becak.
Hal yang menarik bagi Jafar disaat mengikuti perpeloncoan di Unhas, ia sempat diberi cabe kemaluannya oleh seniornya dari Fakultas Pertanian Unhas. Sebagai mahasiswa baru, Jafar Harus hormat dan mengikuti perintah seniornya.
Tak terhindarkan lagi, meskipun Jafar belum selesai kuliahnya di Fakultas Pertanian Unhas, ia merasa bersyukur. Ia berhasil mendapatkan pekerjaan. Jafar menjadi karyawan di Depot Logistik (DOLOG) SulawesiSelatan. Jadilah Jafar sebagai pegawai di DOLOG Sulsel dengan menempati tugas pertama dibagian Kepala Quality Control pada tahun1974-1975 yang dipimpin oleh Ir. Hartono sebagai Kepala Bagian.
Meski Jafar sudah mendapatkan jabatan sebagai Kabag di DOLOG Sulsel, Jafar kemudian memilih untuk hijrah ke Departemen Pertanian dan Tanaman Pangan Sulsel. Waktu terus bergulir hingga Jafar menikah dengan Monirah Adama pada tahun 1975.
Tak bisa disangkal bahwa di negara-negara Asia termasuk Indonesia, pengalaman seseorang ataupun tokoh masyarakat mengarungi samudra sejarahnya, acapkali diwarnai dan dibentuk oleh pribadi dari deretan nama-nama besar tokohnya. Karena itu, betapapun oleh sebagian orang menganggap seseorang dianggap kecil perannya, sosok Mohammad Jafar Hafsah sesungguhnya tak bisa dilupakan. Mohammad Jafar Hafsah, Mutiara dari Timur.
Kamis, tepatnya 17 Februari 2022, pas di usia 73 tahun, Mohammad Jafar Hafsah, dikukuhkan sebagai Guru Besar Universitas Negeri Makassar, pada bidang Ilmu Agribisnis Pangan oleh Rektor UNM, Prof Husain Syam. Menariknya, selain dikukuhkan sebagai Profesor, MJH mewakafkan ratusan karya buku yang telah ditulisnya kepada tamu undangan pengukuhannya, selain sejumlah tokoh-tokoh Nasional berdatangan dari Jakarta untuk menghadiri pengukuhan Ketua Dewan Pembina Asosiasi Penulis Profesional Indonesia Pusat ini.” Kami bangga karena Prof.MJH adalah sedikit ilmuwan yang multi talenta sebagai penulis, pembicara, pembelajar, motivator, birokrat senior dan politisi” kenang BAK, sahabat Prof.MJH yang dianggapnya kakak sendiri.