Daeng Jamal: Kehadirannya Menyenangkan dengan Bernyanyi dan Bermusik

0
58
- Advertisement -

Kolom Fiam Mustamin

Seperti apakah lakunya?

Dalam komunitas Makassar, kata menyenangkan dikenal dengan istilah areja-reja, sementara dalam komunitas Bugis disebut mappakarennu-rennu.
Itulah sosok yang hidupnya bahagia sekaligus membahagiakan, yang selalu dirindukan kehadirannya.

Orang dengan laku seperti ini akan menemukan kenikmatan dalam hidupnya; makanan yang terasa lebih lezat, tidur yang lebih nyenyak, dan langkah yang ringan ke mana pun ia pergi.

Terlebih lagi, bila ia membudayakan sikap saromase, yakni keikhlasan untuk berbuat baik di mana pun ia berada.

Seniman Tulen yang Berdedikasi

Pilihan hidup Daeng Jamal sebagai seniman musik adalah bentuk dedikasinya yang tulus. Bagi Jamal, berdedikasi berarti memperkaya anugerah bakat yang dimiliki dengan unsur-unsur pendukung agar menjadi seniman profesional — bukan sekadar mengandalkan kemampuan alami meniup puik-puik dan menggesek kesok-kesok (instrumen musik tradisional).

Lebih dari itu, ia terus melakukan inovasi dan memperdalam wawasan dalam menjalani perannya sebagai pemusik sekaligus penyanyi.
Jamal bahkan menempuh pendidikan tinggi bidang Krawitan di Bandung dan kini menjadi pengajar di berbagai lembaga pendidikan kesenian.

Dari “Gentayangan” ke DJG

Nama Daeng Jamal mulai dikenal luas sejak ia menambahkan kata Gentayangan di belakang namanya.
Namun, gentayangan di sini bermakna simbolik yakni menggambarkan keterbukaannya dalam bermusik, seperti open house, siap tampil dan melayani di mana pun dibutuhkan.

Melalui semangat itu, lulussan Institut Kesenian Jakarta ini telah berkeliling ke berbagai daerah, menyebarkan musik etnis yang digelutinya.

Belakangan, saya mengganti istilah Gentayangan — yang berkonotasi horor — menjadi Gent…, dibaca sebagai Daeng Jamal Gent (DJG).

DJG dikenal dengan kemampuannya bermusik, menciptakan syair lagu, dan mengaransemen musiknya sendiri.

Fenomena Musik Etnis

Kekayaan ragam instrumen musik tradisional etnis di Nusantara kini saatnya ditampilkan dalam bentuk Orkestra Musik Etnis Nusantara (MEON).

Format orkestra ini telah dihadirkan di berbagai kota, seperti Medan, Padang, Pekanbaru, Samarinda, Bandung, Manado, Palu, Makassar, Kupang, dan Ambon.

Seniman-seniman seprofesi seperti Jamal tersebar di berbagai daerah dan dapat diberdayakan untuk menghidupkan kembali musik etnis di panggung-panggung berkelas, baik di perhelatan nasional maupun daerah.

Legolego Ciliwung, 23 Oktober 2025

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here