Dari Bantaran Sungai Batanghari, Kupandang Kemegahan Jembatan dan Menara Gentala Arasy Jambi

0
716
- Advertisement -

Kolom Fiam Mustamin

JEMBATAN di pertengahan kota atau di muara sungai ke laut adalah pemandangan yang menyejukkan hati.

Kita menemukan susana keindahan dan kenyamanan itu di muaro/sungai Batanghari dengan jembatan pejalan kaki sepanjang 530 meter Gentala Arasy, kota Jambi.

Jembatan Ampera di sungai Musi Palembang.

Jembatan Ponulele di kuala Palu di kota Palu.

- Advertisement -

Dan jembatan di sungai Kapuas Kalimantan Selatan.

Suatu malam minggu, kami berempat degan isteri, anak perempuan Siti Nurlaila dan calon mantu Indra Setiawan duduk di tepi sungai Batanghari.

Menurut info bahwa satu satunya jembatan sepanjang itu yang dibangun peruntukan khusus bagi pejalan kaki.

Kami duduk di bantaran sungai, menikmati jagung bakar dan air gula tebu, menghadap panorama jembatan dengan dua menara di tenganhnya sebagai penyangga gantungan jembatan.

Satu menara di ujung kampung seberang disebut Arab Melayu yang berfungsi sebagai museum peradaban Melayu dan Islam di Jambi.

Di puncak menara itu setinggi 80 meter terpasang jam di 4 sisi sebagi penunjuk waktu shalat.

Warga yang berkunjung ke menara itu dapat memanfaatkan sebagai wisata untuk memandang ke semua sisi kota Jambi dan sekitarnya.

Jembatan dan menara itu dikenal dengan nama Gentana Arasy yang artinya tempat kelahiran Abdurahman Sayuti, gubernur kedua Jambi.

Kenangan Indah

DI BANTARAN sungai itu saya menghidupkan kenangan di kota Jambi dari awal tahun 2000.

Saya larut mengamati air sungai yang mengalir tenang dengan suara-suara motor boat yang lalu lalang.

Memandang Jembatan dan menara dengan lampu-lampu hiasnya.

Dari itu saya mengingat sahabat saya, Muh Yunus, mantan jurpen Provinsi Jambi, kader partai Golkar, eks DPRD, pengurus KKSS dan Ketua ormas lembaga kajian Institut Lembang Sembilan Jambi yang mengusung 2 kali pemenangan Jusuf Kalla sebagai Wapres RI.

Sahabat saya ini yang berasal dari tana Wajo termasuk tim yang memprakarsai penyematan gelar ketokohan/kepanutan kepada Gubernur Zulkifli Nurdin dengan nama gelar Daeng Mamase.

Dalam terminologi Bugis artinya, orang yang murah hati.

Dan kepada isterinya disematkan dengan gelar Daeng Malebbi, artinya berperilaku santun dan anggun.

Selain kesan kekeluargaan dengan Daeng Mamase, saya juga diperkenalkan dengan tokoh masyarakat Jambi , Sumarnan Manap yang pernah menjabat Gubernur Jambi, Ketua Partai Golkar dan Ketua DPRD Jambi.

Kedua sahabat yang selalu hadir dalam hati ini telah berpulang mendahului.

Sembari memandang air yang mengalir tenang di sungai Batanghari, tak terasa air mata saya menetes sembari menghaturkan doa suratul Alfatiha untuk kedua sahabat yang baik hati itu.

Termasuk dengam Andi Pammusureng/asal Soppeng, eks pegawai Kanwil Departemen Hukum HAM.

Keesokan harinya saya mendatangi sahabat saya, Muh Yunus yang sejak beberapa tahun tidak dapat melihat lagi.

Kami berpelukan dan bartangisan saling menguatkan … insya Allah kita akan jumpa lagi.

Sahabatku tak dapat melihat cahaya, namun hatinya tetap melihat dan merasakan terang yang tak pernah buta.

Beranda Inspirasi Ciliwung 12 September 2021

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here